Share

7. Keluarga

Alena dan Alva berjalan bergandengan tangan, menuju taman umum dekat rumah Tante Jenna. Ini adalah salah satu tempat favorit mereka berdua. Taman ini sangat luas, ada danau buatan yang cukup besar di tengahnya, dengan jembatan kayu melengkung di atasnya, menghubungkan kedua sisi danau. Bangku-bangku dari batu tersebar di seluruh taman. 

Alena ingat waktu ia pertama kali datang ke taman ini, pepohonan rindang berdaun kekuningan memberi keceriaan bagi yang ingin menikmati suasana taman. Tapi saat ini sudah akhir musim gugur, bahkan cuacanya cenderung masuk ke musim dingin. Pohon-pohon sudah meranggas semuanya, menyisakan ranting-ranting kering, memberikan kesan sunyi dan sendu.

"Kalau musim dingin, gimana ya kondisi di sini? Salju semua?" tanya Alena ingin tahu. Ia belum pernah merasakan musim dingin di Berlin.

"Biasanya hujan dulu. Setelah hujan makin sering, baru turun salju. Setidaknya itu yang aku ingat. Tapi sekarang, cuaca mulai susah diperkirakan. Sebaiknya kamu selalu bawa mantel sama perlengkapannya, buat jaga-jaga...," jawab Alva.

Alena tersenyum, Alva selalu memberikan perhatiannya. Mereka berdua tiba di atas jembatan. Ini salah satu spot kesukaan mereka. Alena senang memandangi danau dari atas jembatan. Ia teringat rooftop di gedung sekolah lama, tempat rahasia mereka waktu di SMA. Mungkin taman ini sekarang menjadi tempat rahasia mereka di Berlin.

"Besok kamu mau ke rumah kami nggak?" tanya Alva sambil memandang Alena.

Alena mengangguk. "Mau... Tante Clara udah pesan, aku harus datang Sabtu ini. Ada acara apa?" 

"Mama ulang tahun."

Alena terkejut. "Alva... Kok kamu nggak kasih tahu aku? Aku kan belum beli kado...," protes Alena setengah panik.

"Nggak usah bawa kado. Mama sengaja nggak mau aku kasih tahu kamu. Tapi Tante Jenna biasanya ingat, dia pasti buat kue ulang tahun untuk Mama. Itu aja udah cukup," sambung Alva lagi.

Alena terdiam. Tante Jenna tadi tidak cerita soal rencana membuat kue. Mungkin besok pagi.

"Tapi aku kan juga pingin bawa kado sendiri. Ah, Alva... Kamu harusnya kasih tahu...," Alena masih saja memprotes.

"Nggak usah, Sayang... Itu udah pesan Mama."

Alena tersipu. Alva sekarang lebih sering memanggilnya Sayang, kadang Mein Schatz dalam bahasa Jerman. Ia suka mendengarnya. 

"Kalau aku juga panggil kamu Sayang, gimana?" goda Alena sambil tersenyum.

Alva juga tersenyum. Ia mendekat dan memeluk pinggang Alena. "Aku suka..." Tatapan matanya begitu mesra. 

Alena mulai berdebar-debar, apakah mungkin Alva akan menciumnya di tempat umum seperti ini? Memang tidak terlihat pengunjung lain di sekitar mereka. Lagipula di Berlin, dia sudah sering melihat orang-orang berciuman di tempat umum tanpa malu-malu.

Dan memang benar. Alva memeluknya lebih erat dan mencium bibirnya dengan lembut. Pelukan Alva begitu hangat, apalagi di tengah cuaca yang dingin seperti sore ini.

Alena teringat ciuman terakhir mereka adalah momen setahun mereka berpacaran, dan itu di bulan Januari, sudah hampir sepuluh bulan yang lalu. Semua kesibukan dan persiapan mereka untuk bisa kuliah ke Berlin sepertinya telah menyita seluruh perhatian mereka selama ini. Pantas saja, ciuman pertama mereka di Berlin ini terasa sangat istimewa. 

Alva perlahan melepaskan ciumannya, tapi mereka masih berpelukan. Alena menyandarkan kepalanya di dada Alva. Alva membelai rambut Alena dan mengecup keningnya dengan lembut.

"Gimana rasanya setelah tinggal di Berlin?" tanya Alva, pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan Tante Jenna tadi.

"Lama-lama aku terbiasa. Lagian ada kamu sama Tante Jenna yang selalu bantu aku. Aku merasa jauh lebih beruntung daripada teman-teman lain, banyak dari mereka yang harus berjuang sendiri, jauh dari keluarga...," curhat Alena.

"Aku pingin buat kamu sebetah mungkin. Karena kamu udah rela pergi jauh dari Jogja, berpisah sama Om dan Tante. Aku janji sama Om dan Tante akan jaga kamu...," ucap Alva dengan sungguh-sungguh. 

Alena tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. "Kamu udah tepati janji kamu kok, aku selalu merasa nyaman dan betah..."

"Ada yang mau aku ceritakan. Aku dapat email dari Studienkolleg, katanya aku bisa ikut FSP tiga bulan lagi. Karena mereka tahu aku masih warga negara Jerman, jadi bisa dipercepat, tergantung aku bisa lulus atau nggak...," cerita Alva.

Alena mengangkat wajahnya dan menatap Alva. Alva juga membalas memandangnya. 

"Itu bagus dong, Alva... Kamu bisa lebih cepat kuliah," Alena merespon dengan gembira.

"Aku juga pikir begitu. Tadinya aku nggak mau ninggalin kamu... Tapi setelah dipikir-pikir, kalau aku cepat lulus, aku juga bisa lebih cepat kuliah dan kerja. Artinya aku bisa mulai mandiri," ujar Alva.

Ia membelai pipi kiri Alena dengan tangan kanannya, matanya terus menatap dengan mesra. "Artinya, aku juga bisa mulai mikirin masa depan kita berdua..."

Kata-kata Alva terdengar begitu indah. Hati Alena bergejolak, wajahnya merona. Ia sangat bahagia.


*

Esok paginya, Tante Jenna mengajak Alena membuat kue tart buah untuk Tante Clara. Tante Jenna rupanya ingat kesukaan Tante Clara. Semalam Alena tidak berani bertanya, apakah Tante Jenna mau membuat kue ulang tahun. Setelah mengetahui cerita masa lalu mereka, Alena merasa tidak enak, seandainya Tante Jenna tidak diundang. Tapi ketakutannya tidak terbukti. Mereka pasti sudah melupakan masa lalu. Lagipula semuanya sudah berkumpul kembali, dan ini pantas dirayakan.

Alena juga ingin membuat kue sendiri untuk Tante Clara. Akhirnya Tante Jenna menyarankan membuat puding dua lapis, coklat dan susu. Kemudian di bagian atasnya dihias dengan biskuit oreo. Kata Tante Jenna, itu adalah kesukaan Alva waktu masih kecil. Alena bersemangat mendengarnya, ia berusaha membuatnya sebagus mungkin.

Sekitar jam sepuluh, Alva datang menjemput mereka dengan mobil SUV merk Audi milik Om Hanz. Alva sudah mahir mengemudikan mobil sekarang. Kue tart dan puding mereka sudah jadi tepat waktu. Mereka naik ke mobil, dan berangkat ke rumah Alva.

Jarak rumah Alva dengan rumah Tante Jenna tidak jauh, hanya kurang lebih tiga puluh menit berkendara dengan mobil. Tapi suasananya sangat berbeda.

Rumah Alva berada di Kreuzberg, kawasan pusat kota yang lebih padat dan ramai, penuh gedung-gedung tinggi dan pertokoan. Sedangkan rumah Tante Jenna berada di Heiligensee, di luar pusat kota, perumahannya tidak padat, banyak lahan kosong dan pepohonan, serta jauh lebih tenang.

Rumah Alva terletak di perumahan yang padat, jarak antar rumah berdekatan, dengan hanya halaman kecil di depan untuk tempat parkir mobil. Rumah tersebut bertingkat dua, lebih besar daripada rumah Tante Jenna. Tante Clara dan Om Hanz menyambut Alena dengan hangat. Hari ini, Om Hanz sengaja mengambil cuti dari dinasnya di rumah sakit sebagai psikiater.


Alena memperhatikan ketika Tante Jenna dan Tante Clara saling menyapa, mereka berpelukan tanpa terlihat canggung. Senang melihat mereka bisa rukun lagi. Tetapi kesan yang berbeda justru diperlihatkan Tante Jenna dan Om Hanz. Mereka hanya saling memanggil nama dan terlihat kaku. Apakah Tante Jenna belum bisa menerima, jika ada yang menggantikan posisi Papanya Alva? 

Alma berlari keluar dengan riang menyambut Alva. Begitu melihat Alena juga ikut, ia langsung menghambur ke pelukan Alena.

"Hallo, Alma sayang...," sapa Alena sambil menggendongnya. Ia sudah besar, badannya tidak ringan lagi. Waktu pertama kali Alena menggendongnya di Magelang, ia masih sangat mungil.

"Kak Alena...," ucapnya agak cadel. "Ayo main boneka..."

Alena tertawa. "Boleh, Sayang... Ayo...," jawab Alena, sambil mengedipkan matanya pada Alva. Alva balas menatapnya dengan lembut.

Mereka semua masuk ke ruang tengah yang luas, yang tersambung dengan ruang makan dan dapur. Di ruang tengah, terdapat sofa panjang berwarna putih berbentuk huruf L, di bawahnya terhampar karpet tebal yang luas. Di atas karpet berwarna hijau inilah tempat bermain Alma, semua mainannya berhamburan di atas karpet. Boneka binatang, rumah-rumahan, mainan yang dapat mengeluarkan musik, bantal-bantal berbentuk lucu, dan masih banyak lagi. Tante Clara dan Om Hanz pasti sangat memanjakan Alma.

Alena menemani Alma bermain, sedangkan Tante Clara dan Tante Jenna sibuk menata meja makan, dengan kue dan puding yang mereka bawa. Ada aneka makanan lain yang juga sudah tersaji di atas meja. Alva dan Om Hanz duduk di sofa, menonton Alena dan Alma bersenda gurau. 

Setelah meja makan tertata rapi, Tante Jenna meminta semuanya berkumpul untuk memotong kue. Lilin dinyalakan, lagu ulang tahun dinyanyikan. Alva mengabadikan momen itu dengan kameranya. Tante Clara meniup lilin, ia tertawa gembira. Semuanya bertepuk tangan. Kemudian kue mulai dipotong, potongan pertama diberikan kepada Om Hanz. 

Alma, yang digandeng Alena, mulai menjerit dan menarik-narik tangannya, ia ingin mencicipi kue tart yang tampak sangat menggiurkan itu. Mereka semua tertawa melihat tingkah laku Alma. Akhirnya Alma diberikan satu potong besar kue dengan krim dan buah, ia tertawa kegirangan. Alena mau menyuapi Alma, tapi ia malah berlari mengitari ruangan sambil tertawa. Akhirnya Alva yang menggendongnya, mendudukkan Alma dengan tenang di kursi makannya. Alena duduk bersebelahan dengan Alva, sambil menyuapi Alma, yang sudah pandai makan beraneka jenis makanan.

"Kamu pasti jadi kakak yang sibuk ya tiap hari...," komentar Alena sambil tertawa. 

Melihat interaksi Alva dan Alma terasa sangat menggemaskan. Alma jelas sangat menyukai Alva, ia terus-menerus menarik perhatian Alva. Alva tetap bersikap cool seperti biasanya, tapi ia juga sangat lembut dalam menghadapi tingkah laku Alma.

"Aku nggak tahu kalau punya adik bisa seseru ini," respon Alva dengan mata bersinar.

Alena tertawa mendengar jawaban polos Alva. Ia menyuapi Alma potongan terakhir kue, membersihkan mulut Alma dengan tissue, dan mengambilkan gelas minumnya. Alena sudah sering datang ke rumah Alva selama tiga bulan ini, ia sudah terbiasa dengan letak barang dan kebiasaan di rumah ini. 

Tante Jenna dan Tante Clara masih sibuk di dapur. Alena menggendong Alma kembali ke karpet untuk bermain. Alva tampak mengobrol santai dengan Om Hanz, sambil duduk di sofa. Alena memperhatikan Alva dan keluarganya, mereka semua bagaikan keluarga sendiri bagi Alena, dan hari ini benar-benar sempurna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status