Share

3. Kemarahan Brian

    Brian memakai jaket berlogo gengnya, sedari di pakai bau Biya selalu menyeruak di hidungnya. Nyaman rasanya.

“Bri! Lo punya ade?” tanya Susilo, teman tongkrongan yang lebih tua dua tahun dari Brian.“setahu gue, kembaran lo udah gede..” lanjutnya dengan berusaha berpikir keras.

“Engga, bang.” singkat Brian.

“Bau lo bau bayi, tumben ga kayak biasanya, bau jalang lo ga kayak gini..” terang Susilo yang di angguki beberapa anggota lain.

Brian mengabaikan tanpa menjelaskan, jelas bau bayi, kan jaketnya di pakai Biya yang memang selalu beraroma bayi.

Selalu? Haha Brian merasa gila dengan kelakuannya, ternyata bau gadis yang sering di bully itu sudah dia hafal sejak lama. Mungkin sejak dia berpapasan di gerbang sekolah saat pertama masuk sekolah dulu? Entahlah, rumit.

Mengingat bau bayi, membuat Brian tidak tega menyakiti Biya. Brian berjanji, mulai sekarang tidak ada yang boleh menyakiti Biya! Bayinya!

Brian kembali menertawakan dirinya dalam hati, benar - benar kacau pikirannya sampai ngawur begini.

“Bau ceweknya kali, bang..” celetuk Angga, bermaksud menggoda Brian.

“Iya bang, ceweknya kali..” kini Satria yang bersuara seraya mengocok botol yang berisikan minuman beralkohol.

Semua tampak asyik tertawa, kembali berbincang dan saling menggoda.

“Enak, cewek di sebrang gaya seksnya keren - keren..” Burhan memulai topik baru.

Hadi terlihat semakin penasaran.

“Tunggu, bos Brian punya cewekan? Udah di coba belum tuh..” Burhan melempar senyum usil.

Semua kembali tertawa dengan tatapan menggoda ke arah Brian dan seperti biasa, di abaikan Brian.

Brian memutuskan beranjak dari duduknya yang lesehan di pingir jalanan di bawah kolong jembatan, tempat semua gengnya kumpul itu.

Mencoba mengalihkan topik agar mereka tidak terlalu kepo.“Bang, hari ini gue libur, ga bisa lama - lama, gue pamit..” Brian menatap yang lainnya.“gue pamit ya semua..” teriak Brian di akhir yang di angguki semuanya.

Brian selaku donatur besar di geng itu mana bisa ada yang berani mengekangnya.“Nih gue beliin rokok, have fun ya guys!”

Brian pun berlalu dan kini mengulas senyum kecut, dia ingin memastikan semuanya, kenapa Biya mempengaruhi pikirannya sedari awal datang.

Padahal baru datang, pikirannya sudah di penuhi Biya dan itu membuatnya ingin pulang.

Brian tidak biasa dengan perasaan aneh ini, minuman beralkohol pun tidak mampu menarik fokusnya.

***

Biya mengulum senyum dengan mata berkaca - kaca, Zela memperlakukannya begitu hangat. Biya bahkan menduga - duga mungkin seperti ini rasanya punya ibu.

“Kalo begitu anggap bunda ibunya Biya, bunda juga ada anak perempuan, nanti bunda kenalin..” terang Zela dengan ramah dan hangat.

Biya mengangguk senang, tentu saja. Tidak ada yang pernah memperlakukannya sebaik ini. Keluarganya saja tampak jijik padanya.

“Anak bunda yang perempuan di mana?” tanya Biya dengan sedikit malu - malu, masih merasa takut juga walau sedikit.

“Oh itu, lagi nginep di rumah tantenya, sepupunya yang dari Bandung dateng..”

Biya mangut - mangut samar.

Brian datang membuat Biya mulai di hinggapi rasa takut dan mulai kembali merasa tidak nyaman.

Zela bisa melihat itu, penasaran namun bukan waktunya untuk membahas.“Kenapa pulang? Tumben jam segini udah di rumah?” tanya Zela heran.

Brian melepas jaketnya.“Pulang salah, pulang telat marah..” balas Brian cuek.

Zela tertawa pelan dengan manisnya.“Bukan gitu, aneh aja. Biasanya kalau keluar rumah waktu masih di rumah, pulang paling jam 3 pagi..” sindir Zela lalu kembali mengusap kepala Biya yang kini tengah menunduk.

Brian mengabaikan sindiran sang bunda.“Gimana keadaan lo?” tanya Brian lalu duduk di samping Biya dengan mata mengamati perban yang menempel di kepala Biya.

“Ba-baik..” cicit Biya kaku saat merasakan Brian mengusap sekilas perban di kepalanya.

Zela mengulum senyum, Brian sangat berbeda. Zela menyimpulkan kalau Brian merasakan sesuatu pada Biya.

Brian bukanlah tipe orang yang perhatian. Dia terlalu acuh akan sekitar. Dan sebagai bundanya yang mempunyai insting kuat, Zela paham dengan keadaan ini.

“Bunda siapin dulu susu buat kalian..” pamit Zela yang membuat Biya merasa kehilangan pegangannya. Dia tidak sanggup dengan Brian berduaan dalam satu ruangan.

Brian mendekat.“Sebelum gue dateng, lo keliatan seneng, masih takut sama gue?” bisik Brian seraya menahan pinggang Biya yang hendak menjauh.

Tangan Biya kembali bergetar, sakit di kepalanya bahkan mulai perlahan kembali terasa.

Brian memasukan sebelah tangannya kepunggung Biya.“Lo memar di sinikan?” Brian membalikan Biya walau gadis itu sempat menolak.

Brian mengamati punggung yang banyak memar dan bekas luka itu, emosinya kembali tanpa di undang. Brian yakin, luka lain ini karena ayahnya atau bahkan Yuna Cs? Brian tidak bisa memaafkan mereka!

Brian menghela nafas pendek, di peluknya Biya sekilas.“Nginep di sini, pake baju gue aja, ambil di lemari..” Brian beranjak menuju balkon untuk merokok sebelum bundanya datang.

Brian membungkuk dengan kedua lengan menopang tubuhnya di pagar pembatas yang ada di balkonnya.

Biya begitu rapuh, membuat Brian tak bisa untuk tidak mengkhawatirkannya. Untuk pertama kalinya dia merasakan rasa itu dan kini dia mengakuinya tanpa gengsi.

Brian menyesap lagi rokoknya dengan penuh penghayatan, penatnya sedikit terangkat. Brian kembali teringat penjelasan Roni tentang Biya.

Dia di besarin bokapnya yang emang penjudi dan pembuat onar, kemarin kita pukulin karena dia nyuri motor anak buah kita. Udah ga heran lagi sih, bahkan gue yang tetanggaan ga jauhlah sama dia pernah liat kalau cewek lo sering di pukul, di guyur di pinggir jalan sampe menggigil. Nyokap gue yang sering nolongin dia, gue sih ga terlalu kepo perhatiin cewek lo karena sibuk, sorry bos ..

Brian terdiam, dengan tangan mencengkram kuat ponsel yang di pegangnya.“Sejak kapan mereka tinggal di tempat itu?” tanyanya dengan rahang mengeras.

Oh itu, 3 tahunan kalo ga salah. Gue seneng bos, dia ketemu sama lo, kasihan aja kalo ga di selametin cepet - cepet, takutnya dia rusak mentalnya..

Brian memejamkan matanya sekilas.“Hm, gue mau lo cari info ya bang, tentang Biya, yang rinci. Gue kasih bonus..

Brian memekik dan meringis saat merasakan jeweran di telinganya.

“Bagus ya! Berani ngerokok karena udah keluar dari rumah! Saat ada bunda lagi! Bukannya jagain Biya!” amuk Zela.

“Aduh bun, sakit.. Aduh itu anting Brian ke jepit, ahss!” ringis Brian.

Zela melepas anting magnet itu dengan kesal.“Kamu mau jadi kayak kembaran kamu? Dasar bandel!” amuknya lagi seraya memukul lengan Brian lalu pantatnya.

“Aduh bun, engga gitu juga! Itu gaya, biar keren!” Brian menatap bundanya yang sudah menenteng tas.“mau kemana, bun?” lanjutnya dengan mengusap telinganya yang berdenyut.

Zela melembutkan tatapannya.“Biya apa bunda ajak aja? Bunda khawatir kalo di tinggal sama kamu..”

“Emangnya bunda mau kemana? Biya sama aku aja..” Brian terlihat tidak mau di bantah.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status