Share

5. Kumpul Keluarga Bersama Biya

   

          Pagi adalah masa - masa di mana miliknya kadang tegang, apa lagi dengan Biya yang tertidur di atasnya. Beberapa kali bahkan Biya menggeliat membuat Brian mengerang tertahan.

“Sial! Setelah main sama Yuna semalem pun masih aja kurang!” desisnya tertahan.“apalagi kalau bunda nginep di sini, bisa gawat..” dumelnya.

Brian menahan nafas saat Biya menggerakkan wajahnya untuk menukar posisi, Brian bahkan merasakan sentuhan sekilas itu. Sentuhan di mana bibir Biya menyentuh bibir Brian.

Brian berdebar lagi, padahal itu bukan ciuman yang pertama tapi kenapa jantungnya begitu histeris.

Fuck!” umpat Brian seraya pelan - pelan memindahkan Biya ke tempat kosong di sampingnya.

“Dia bahaya! Bikin gue gila kayak gini!” gerutu Brian seraya membawa langkahnya menuju kamar mandi.

Brian melirik celananya yang mengembung.“Dan lo! Kenapa bereaksi berlebihan! Ah sial! Masa harus solo! Semua gara - gara si bayi!” dumelnya dengan mengerang tak terima.

***

Siangnya Zela datang, membawa makanan dan membantu menyisir rambut Biya dengan lembut.

Sudah dua hari Biya tidak pulang, khawatir memang pada ayahnya, tapi Biya terlalu hanyut dengan kasih sayang yang di berikan Zela.

“Kamu nginep lagi ya? Brian engga pernah macem - macemkan? Biar soal ayah kamu Brian yang urus, dia yang minta izin, bunda masih mau kenalan sama kamu..” kata Zela dengan suara lembutnya yang menenangkan bagi Biya.

Biya tidak pernah senyaman ini dengan orang lain semenjak sang nenek berpulang.

“Biya pasti ngerepotin bunda, mending_” Biya tidak melanjutkan ucapannya saat melihat Brian masuk.

Zela mengulum senyum geli, Biya masih saja takut pada Brian. Zela maklum sih, Brian ekspresi wajahnya memang terlihat tidak ramah kalau sedang tidak berbicara, terlihat tidak mudah di sentuh juga, yang pastinya membuat orang yang baru kenal pasti segan. Padahal aslinya tidak begitu.

“Pokoknya nginep dulu, ayah kamu bunda pastiin baik - baik aja..” di usapnya lagi kepala Biya.“kamu anak gadis yang baik, bunda engga mau kamu kena pukul lagi, biarin ayah kamu tenang dulu ya..” lanjutnya.

Biya menggigit bibirnya dengan tatapan menunduk, rasanya begitu sesak di dadanya kini. Perhatian yang selama ini selalu Biya impikan akhirnya bisa dia dapat, walau dari orang lain dan tidak apa walau sesaat. Biya benar - benar terharu bahagia.

“Bunda engga jemput ayah?” tanya Brian sebelum menyimpan air dalam botol di nakas untuk Biya minum.

Zela menepuk jidatnya.“Astaga! Hampir bunda lupa! Bisa ngamuk ayah kamu..” dengan tergesa Zela berlari kecil.“bunda keluar dulu, jagain Biyanya..” teriaknya pelan lalu menghilang.

Biya meremas rok selutut yang di pakainya, rok yang di belikan Zela itu terlihat pas dan manis membalut tubuh kurus Biya.

Brian mengamati Biya lalu duduk di sebrangnya, membuat keduanya berhadapan di atas kasur milik Brian yang kini menjadi tempat Biya itu.

“Masih aja nunduk!” sindir Brian dengan sedikit jengkel.

Biya menggigit bibirnya takut, benar - benar belum bisa beradaptasi dengan Brian. Biya terlalu trauma dengan pembully, entah itu Yuna Cs atau pun Brian Cs.

Brian menghela nafas pelan, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Biya yang terus meremas roknya.

“Lo bisa bikin roknya naik! Jangan di remas..” biar gue yang remas, eh goblok! Kok ambigu.

Biya membiarkan tangan gemetar dan berkeringatnya di genggam dan di elus Brian. Biya terlalu takut untuk menolak atau bersuara.

Brian bergerak mendekat, membuat lututnya dengan lutut Biya saling menyapa. Brian meraih dagu Biya agar menatapnya.

“Gue Brian, Biya. Penolong lo__bukan pembully lo..” suara Brian terdengar lembut menyapa telinga Biya.“jangan bikin gue sedih karena lo anggap gue orang jahat yang ikut andil bully lo..” lanjutnya.

Biya masih diam, mengamati wajah Brian dengan gugup. Brian tidak membiarkan Biya untuk menunduk.

Brian mengusapkan jempolnya pada bibir Biya yang di gigit siempunya.“Jangan di gigit..” gue jadi pengen ngegigit juga, anjinglah pemikiran gue!

Biya mengerjap pelan.“Pegel..” akunya dengan suara pelan.

Brian melepaskan tangannya dari dagu Biya, membiarkan gadis itu pada posisinya yang nyaman.

“Kenapa takut sih? Gue baikin lo padahal..” Brian memeluk kedua lututnya sendiri tanpa mengalihkan tatapannya.

Biya mendongkak, melirik Brian sekilas.“Engga tahu, masih takut aja, kamu bisa aja bully akukan..” pelan sekali, untung Brian pendengarannya tajam.

Brian melepaskan pelukan di lututnya lalu meraih bahu Biya, mengecup keningnya sekilas.

“Ga ada gue bully lo, yang ada gue bakalan jaga lo, jadi jangan takut! Gue bisa sedih kalo lo terus takut dan anggap gue akan bully lo.."

***

Amora bersama sang ayah datang, kata Zela malam ini keluarga mereka akan makan malam bersama. Di apartement Brian, walau awalnya di tolak Brian.

“Mana Biya? Gue mau kenalan..” kata Amora pada Brian yang membukakan pintu.

“Nyapa gue dulu kek, yang sopan! Lo masih aja engga pernah bisa basa - basi..”

Amora dengan cepat menjitak kepala Brian.“Bodo amat!” semprotnya.“lo aja engga sopan sama ade lo, bang..” gerutu Amora.

Jayden hanya diam melihat interaksi anak - anaknya itu.“Gimana kabarnya Bri?” sapanya canggung. Maklum, masih belum akur sepenuhnya.

Jayden, Amora datang pun karena tahu soal Biya, Zela sudah banyak cerita tentang gadis itu, dan dengan lapang dada keluarganya menerima anggota baru yang di sayangi Brian itu.

Brian berdehem pelan.“Baik, yah..” balasnya sama canggung.

“Bagus kalau kamu baik..” jawabnya dengan masih tanpa ekspresi.

“Yuk masuk..” ajak Amora guna melerai aura canggung di antara mereka.

Brian mendengus pelan melihat tingkah sang adik. Langkah Brian pun memutuskan untuk ke kamarnya, menjemput Biya.

“Amor sama ayah mau ketemu..” Brian membantu Biya berdiri, matanya mengamati perban di kepala Biya yang takutnya lepas atau berdarah lagi.

Biya kembali di landa cemas, bertemu dengan orang baru membuatnya takut tanpa alasan.

Brian menggenggam tangan gemetar itu.“Amor baik, ayah juga..” Brian mengusap pelan tangan Biya yang di genggamnya itu.“tarik nafas terus buang, dalam pikiran lo, anggap kalau orang yang ada di sekitar lo nanti baik..” lanjutnya.

Biya mencoba menarik nafas lalu membuangnya perlahan, dengan terus berucap dalam hati kalau keluarga Brian semuanya baik.

Brian menuntun Biya keluar kamar, tangannya yang bertautan mulai terasa tidak setegang tadi. Biya sepertinya tidak terlalu gugup sekarang.

Langkahnya yang menuruni unakan tangga kini terayun pelan, bisa Biya lihat. Ada dua pasang manusia yang tengah menatapnya dengan senyuman hangat.

Biya merasakan lagi cemasnya, benar - benar tidak bisa di kendalikan.

“Tarik nafas, terus buang..” kata Brian saat tahu kalau Biya mulai cemas dan gugup.

Amora berdiri dari duduknya, tersenyum menatap Biya yang terlihat takut dan gugup itu. Amora mengerti, Zela sudah menceritakan semuanya.

***

“Sengaja bunda beli di luar, kalau masak dulu pasti lama..” Zela menata makanannya dengan riang, semua berkumpul jelas saja suasana hatinya ikut senang.

“Biya..” panggil Jayden--ayah Brian.

Biya mendongkak dengan mata mengerjap takut, sedari mereka berkumpul Biya hanya diam dengan kegelisahannya.

“Engga usah takut, anggap kami keluarga kamu..” Jayden tersenyum tipis, aura keayahannya begitu terpancar.

Biya tidak berkedip, merasa dunia yang di pijaknya dulu dengan sekarang begitu berbeda. Kalau saja tidak malu, Biya ingin menangis meraung - raung saking harunya perasaannya kini.

“Pokoknya jangan sungkan, anggap rumah sendiri..” tambah Jayden yang berhasil membuat Brian mendengus.

'Perasaan ini apart gue, bukan rumah, ayah mulai pikun..'

Brian mengusap punggung Biya sekilas, membuat Biya tersentak pelan dan tersadar dari lamunannya.

“Makan..” setelah itu Brian kembali pada makanannya.

Jayden mengamati anaknya dengan senyum samar. Semarah apapaun dia, sekecewa apapun dia pada Brian karena kejadian itu, tetap saja Brian anaknya. Jayden bahkan ingin mengajaknya pulang, namun gengsi masih tertanam di hatinya.

“Biya, kita seumuran, lo bisa anggap gue temen lo..” Amor terlihat centil di sebrang mereka.

Brian mendengus.“Centil lo, mana mau dia temenan_”

“BERISIK!” amuk Amora memotong ucapan Brian.

“Dasar Emosian!” Brian berujar dengan setenang air mengalir.

“Kayak yang engga!” semprot Amor tidak terima.

Zela menghela nafas.“Udah, yang emosian itu ayah kalian, jadi jangan saling tuduh, makan..” lerai Zela dengan tidak bertenaga.

Mereka kalau bertemu selalu bertengkar, tapi kalau jauh saling menanyakan kabar.

Jayden tersenyum tipis, melirik sang istri yang semakin dewasa dan tetap cantik itu. Jayden rasanya ingin menarik Zela ke kamar, andai saja ini di rumahnya.

Brian melirik Biya, mengusap punggungnya. Brian masih saja melihat ketegangan di wajah cantik Biya, bayinya.

Biya melirik Brian sekilas, dan memutuskan kembali fokus dengan apa yang ada di depannya.

"Biya, lo takut sama Brian pasti ya?" tanya Amora.

Biya mendongkak lalu menggeleng pelan. Hanya itu yang bisa dia berikan sebagai respon. Biya akui, dia masih takut pada Brian.

"Jangan banyak tanya! Fokus aja sama makanan lo!" Brian berujar tegas dan tidak ingin di bantah.

"Ck! Kayak lo pacarnya aja.." dumel Amora.

Brian hanya diam, malas menanggapi kembaran beda kelaminnya itu. Dari pada moodnya jelek, lebih baik diam.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status