Share

Part 3

Liora memeluk Jenna, raut penuh penyesalan memenuhi wajahnya. “Kau tak pantas menangisi pria itu seperti ini, Jenna,” bisik Liora. Mengurai pelukannya lalu menghapus air mata Jenna.

“Dua tahun kami bersama,” gumam Jenna pelan. Dan semua berakhir begitu saja.

“Aku tahu. Tapi kau harus menguatkan diri.”

Jenna memejamkan mata, menghentikan tangis yang masih menggelitik ingin menghambur keluar. Namun, bayangan Juna dan wanita itu yang telanjang bersama di atas tempat tidur malah semakin jelas di benaknya. Keduanya yang saling mencumbu, saling menyentuh dengan penuh hasrat. Jenna menggigit bibir bagian dalamnya dan membuka mata. Kali ini tak ada tatapan luka tersirat di bola mata hitam itu, digantikan tatapan penuh tekad yang kuat. “Aku akan membantumu.”

“Hah?” Liora melongo.

“Aku akan menggantikan tempatmu.” Ya, dengan luka yang masih menganga basah di dadanya. Jenna butuh waktu selama beberapa saat untuk dirinya sendiri, dan itu tak akan bisa ia dapatkan jika dunianya masih berkeliling di sekitar Juna. “Aku akan menikahi Jerome.”

“K-kau yakin?”

Jenna mengangguk mantap. Di dorong sakit hati dan benih dendam yang mulai tumbuh di dadanya. Ia bukan wanita suci yang dengan begitu mudah disakiti lalu memaafkan. Seharusnya sudah cukup sikap Juna yang selama ini menghindari pembicaraan tentang hubungan yang lebih serius, sebagai pertanda bahwa pria itu memang tak ingin serius terhadap dirinya. Pria itu masih menginginkan kebebasan. Dan akan Jenna berikan. Seharusnya ia memberikan kebebasan tersebut lebih cepat. Setidaknya sebelum ia memergoki pria itu dengan wanita lain.

“Katakan semua tentang Jerome. Aku membutuhkannya.”

Liora tak langsung mengangguk.

“Apa aku perlu mengganti model rambutku?”

Liora menggeleng. “Kau tak perlu merubah penampilanmu. Aku sering berganti model rambut. Jika kau nyaman dengan model ini kau tak perlu merubahnya.”

Jenna mengangguk. Lagipula ia tak suka jika harus menyemir rambutnya berwarna pirang seperti Liora.

“Dan ini.” Liora mengangkat kedua tangannya, melepas cincin bermata berlian merah di jari manisnya. “Ini cincin tunangan kami.”

Jenna menatap cincin itu. Membiarkan Liora mengambil tangannya dan menyelipkan cincin tersebut di jari manisnya. Sangat pas.

Liora menatap puas jemari adiknya.

‘Cincin pertunangan,’ ulang Jenna dalam hatinya. Memandang cincin yang digunakan Jerome ketika melamar Liora. Akhirnya ia melihat sebuah cincin melingkar di jari manisnya, meskipun itu bukan dari Juna.

“Aku sudah pernah memperlihatkan foto Jerome padamu, kan.” Liora mengambil ponselnya. Jemarinya dengan lihai bermain-main di layar tersebut dan menunjukkan foto Jerome. “Ini fotonya sekitar sebulan yang lalu. Sekarang rambutnya sedikit panjang.”

Jenna mengamati gambar foto tersebut. Pria berkulit maskulin dengan rambut hitam legam yang sedikit bergelombang. Bibir tebal dan tegas, hidung mancung dan berdiri tegak. Bola mata hitam dan gelap, namun terlihat jernih. Dulu saat Liora menunjukkan kekasih wanita itu, Jenna belum pernah memperhatikan sedetail ini. Dan ia bisa merasakan aura kegelapan yang dikatakan oleh Liora.

Apakah ia mampu menghadapi pria ini? Pertanyaan itu meragukan keputusan Jenna untuk sesaat. Sebelum kemudian bayangan Juna dan wanita itu kembali muncul dan ia pikir, ia lebih mampu menghadapi Jerome ketimbang pengkhianatan Juna yang masih menganga lebar di dadanya.

“Lalu bagaimana denganmu?” tanya Jenna.

“Aku sudah menyiapkan penerbangan ke luar negeri. Sementara aku akan tinggal Paris. Aku punya seorang teman di sana yang bisa membantuku.”

“Bagaimana aku menghubungimu?”

“Aku yang akan menghubungimu.”

Jenna mengangguk. Dan malam itu ia tak bisa tidur memikirkan hari baru yang menunggunya. Jantungnya berdebar gugup setiap mengingat, ekspresi macam apa yang harus ditampilkan ketika ia berhadapan dengan Jerome. Apakah pria itu akan mengenali perbedaannya dan Liora?

***

Tak banyak yang perlu Jenna bawa selain koper kecil yang dibawa oleh Liora. Dan meski ukuran tubuh mereka sama, Jenna selalu merasa tak nyaman dengan pakaian Liora yang satu ukuran lebih kecil dari seharusnya. Liora mengantarnya ke bandara, keduanya berpelukan dan berpisah. Jadwal penerbangan Liora besok, Jenna berharap Juna tak pergi ke rumahnya meski ia mewanti-wanti kakaknya untuk tidak membukakan pintu untuk pria itu.

Tiga jam kemudian, sambil menarik turun rok jeans Liora yang mulai meresahkannya karena tatapan tak senonoh yang dilayangkan ke arah pantatnya, ia tak tahu bagaimana Liora bisa bertahan hidup dengan pakaian semacam ini, pandangan Jenna mencari di antara para penjemput. Mencari pria yang ada di layar ponsel Liora.

Jerome

Jerome ...

Seketika tatapan Jenna berhenti. Pria itu, pria itu mirip dengan gambar foto yang ditunjukkan Liora padanya. Hanya saja, yang aslinya terlihat lebih tampan, dan lebih ...

Cup ...

Jenna tersentak kaget ketika pria itu menghampiri dalam tiga langkah besar dan langsung mengecup bibirnya.

“Aku begitu merindukanmu, Jenna,” bisik Jeroma seraya menarik pinggang Jenna hingga menempel di tubuh pria itu. Telapak tangan pria itu menempel di pantatnya, seluruhnya. Wajah Jenna memerah, menahan godaan menampar kekurang ajaran Jerome. Tapi ... bukan itu lebih mengejutkan Jenna.

Jenna? Apakah pria itu baru saja memanggilnya Jenna? Jadi ... jadi selama ini Liora berhubungan dengan Jerome menggunakan namanya? Liora tak pernah menjelaskan tentang hal ini. Pantas saja Liora tak memintanya menukar id.

Jerome menyipitkan mata. “Kenapa? Kau terlihat pucat hari ini. Dan kau merubah model rambutmu. Lagi.”

Jenna menggeleng. Menyampirkan tangannya di pinggang Jerome, berharap tindakan itu tak membuat Jerome lebih menyelidiki ekspresi di wajahnya. Ia takut jantungnya yang berdebar kencang terekspresi di wajahnya dan mengundang curiga pria itu.

“Ya, aku kurang tidur nyenyak semalam,” jawab Jenna setengah jujur setengah sebagai dalih untuk menepikan kegugupannya. “Bolehkah aku beristirahat di mobil?”

Jerome tersenyum, menyentuh dagu Jenna dan lagi-lagi menyambar satu lumatan di bibir kekasihnya sebelum mengangguk, “Tentu saja.”

Jenna membiarkan Jerome mengambil koper di sampingnya, dengan satu tangan masih menggantung di pinggangnya dengan posesif, pria itu membawanya menuju sebuah mobil hitam mengkilat yang tak akan Jenna kagumi kemewahannya. Dari pakaian, cincin di jari manis, kalung, anting, dan semua hal pemberian Jerome untuk Liora, semua sudah tak mengejutkan Jenna. Jerome memberikan kopernya pada sopir, lalu membukakan pintu mobil untuknya. Ia pun masuk lebih dulu, menyusul Jerome.

Jenna duduk ke sudut terjauh, hanya untuk sesaat. Saat Jerome mengambil tempat di sampingnya, pria itu menarik pinggang Jenna mendekat. Kemudian meletakkan kepala Jenna di pundak pria itu.

“Tidurlah,” bisik Jerome. Meninggalkan kecupan lagi, kali ini di puncak kepala Jenna.

Jenna menggigit bibir bagian dalamnya. Pria itu tak henti-hentinya melemparkan begitu banyak perhatian, yang seolah memenuhi dadanya. Dan sikap pria itu sangat lembut terhadapnya. Membuatnya tak bisa menahan diri membandingkan Jerome dan Juna.

Jenna mendesah pelan, menepis pemikiran picik itu dari kepalanya dan memaksa matanya terpejam. Aroma mint yang segar, menyelimuti hidungnya. Membuat kepalanya sedikit lebih ringan setelah menempuh perjalanan yang melelahkan. Dan matanya perlahan terpejam.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Fareez AkuMu
Iya aku juga pikir kaya gitu
goodnovel comment avatar
Kikiw
aku jd curiga kalo liora gak benar2 hamil setelah baca ini
goodnovel comment avatar
Ansah Gendut
bingung aku baca baca nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status