Share

Part 6

Ternyata Daniel lebih berani dari yang Jenna pikir. Ketika pesta pernikahan usai dan ia diarahkan Jerome untuk naik ke kamar pria itu yang sudah dihias layaknya kamar pengantin baru -dengan kelopak bunga mawar merah bertaburan di ranjang, dan hiasan bunga di mana-mana-, dan Jenna tengah berdiri di depan cermin untuk untuk menanggalkan gaun pengantinnya, tiba-tiba pintu kamar Jerome terbuka dan Daniel menyelinap masuk.

“Apa yang kaulakukan di sini?” Jenna segera menaikkan kerah gaun pengantinnya dan menutup bagian dada dengan kedua tangan. Sungguh lancang sekali pria itu masuk tanpa mengetuk pintu. Bagaimana jika saat itu ia sudah setengah melepaskan pakaiannya.

Daniel melangkah mendekat dengan senyum melengkung licik di kedua sudut bibirnya. Begitu Jenna sudah berada dalam jangkauan tangannya, ia menarik pinggang wanita itu menempel di tubuhnya dan sudah menundukkan wajah untuk mencuri ciuman di bibir Jenna.

Jenna memalingkan muka, membuat bibir Daniel mendarat di pipinya. Tubuhnya menggeliat membebaskan diri dari pelukan Daniel, dan menyentak kasar kedua lengan pria itu dari pinggangnya.

“Kenapa, baby? Jerome masih di bawah. Kita punya cukup waktu untuk bersenang-senang.” Daniel maju, kembali mendekatkan tangannya untuk menyentuh Jenna.

“Jangan menyentuhku,” peringat Jenna sambil melangkah mundur. Kali ke samping karena tepat di belakangnya ada meja rias yang menahan pantatnya.

“Apa kau takut Jerome akan memergoki kita?”

“Keluar kau!” Suara Jenna lebih keras, tangannya terangkat menunjuk pintu. “Sekarang.”

“Ayolah, baby. Aku sangat merindukanmu. Hampir dua minggu kita tidak bertemu. Apa kau tidak merindukanku?”

Jenna menggeleng. “Tidak! Aku tidak ingin melihat wajahmu.”

Daniel memasang tampang terluka yang dibuat-buat. “Kau melukai hatiku, baby,” ucapnya sambil menyentuhkan tangan di dada. Dan di detik berikutnya terlihat kembali kelicikan menghiasi wajahnya. “Kau marah padaku karena seminggu ini tidak menghubungimu? Ayolah, pekerjaan di Singapore tak berakhir baik dan bersumpah tidak ada wanita lain yang naik ke ranjangku. Hanya kau yang kupikirkan.”

Jenna tak ingin mendengar lebih banyak. Ia tak tertarik untuk tahu tentang kehidupan Daniel. Sudah cukup ia menghadapi Jerome sebagai seorang Liora, ia tak butuh permasalahan lain. Apalagi jika harus mengulangi perselingkuhan Liora dan Daniel. “Aku ingin berhenti dari semua ini, D-daniel. Aku dan Jerome sudah menikah.”

“Lalu kenapa?”

“Kau sudah gila? Kita harus berhenti.”

Daniel menyeringai. “Kalian hanya menikah. Tanda tangan kesepakatan hitam di atas putih. Kau dan Jerome tidak memiliki apa yang kita jalani selama ini. Apa kau sudah tidak mencintaiku?”

Cinta?

Rasanya Jenna sudah begitu muak dengan satu kata yang mengartikan luka itu. Cinta hanya berarti sebuah pengkhianatan. Itu yang dilakukan Juna padanya, juga Liora pada Jerome.

“Tidak. Kita harus berhenti. Mulai sekarang, tak ada apa pun di antara kita. Sebaiknya kau keluar sekarang.”

“Kenapa kau tiba-tiba ingin menghentikan hubungan ini? Beri aku satu alasan yang tepat. Selain kau yang tidak mencintaiku, karena aku tahu kau sangat mencintaiku.”

“Aku sudah menikah.”

 “Kita masih bisa berhubungan secara diam-diam di belakangnya seperti sebelum-sebelumnya, kan?”

“Aku ingin berhenti. Apa kau tidak mengerti?!” Suara Jenna naik satu oktaf, dan kefrustrasian mulai menguasainya. Kenapa Liora begitu tolol seperti ini? makinya. “Keluar dari kamar ini sekarang juga!!”

Daniel membeku, matanya menyipit mengamati ekspresi di wajah Jenna. “Kau berubah.”

Kulit wajah Jenna berubah seputih kapas, tubuhnya membeku. Matanya dan Daniel saling menatap lurus. Dan saat ia menyadari apa yang hendak dilakukan oleh Daniel begitu pria itu maju, Jenna sudah terlambat. Pria itu mendorong tubuhnya ke dinding dan hendak menyentuhkan bibir di bibirnya.

Jenna memalingkan wajahnya sekali kali dan bibir Daniel sekali lagi mendarat di pipinya. Tak sampai di situ, saat Daniel berusaha menggapai bibirnya sekali lagi, Jenna mendorong dada pria itu dengan mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya. Saat jarak sudah membentang di antara mereka ...

Plaakkk ....

Suara tamparan yang mendarat di pipi Daniel bergema di seluruh kamar. Keduanya terpaku dalam ketegangan yang mendadak membelah di antara mereka. Jenna sendiri tak menyangka dirinya memiliki keberanian sebesar ini untuk menampar pria asing di depannya. Kekurangan-ajaran sikap Daniel pun tak lain juga karena umpan yang dilemparkan oleh Liora.

“Ada apa ini?” Suara dalam yang mendadak muncul dari arah pintu menyentak keheningan di antara Jenna dan Daniel. Keduanya menoleh bersamaan.

Napas Jenna berhenti. Di sana, di ambang pintu. Jerome berdiri terperangah menatapnya dan Daniel bergantian. Mata pria itu menajam, menelisik ekspresi keduanya penuh curiga.

“Apa yang kau lakukan di sini, Daniel?” Jerome melangkah mendekat, berhenti di antara keduanya.

Jenna merasakan keringat dingin mulai bermunculan di kening. Tangannya meremas gaun pengantinnya, menatap Daniel. Menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut pria itu.

Tidak ...

Daniel tidak boleh membongkar perselingkuhan Liora.

Menunggu setiap detik yang terlewat dengan udara yang semakin menipis di dalam paru-parunya.

Daniel tersenyum. Setelah puas menikmati kepucatan tercipta di wajah Jenna. Pria itu mengulurkan sebuah kotak beludru berwarna hitam ke arah Jenna. “Aku ingin memberikan ini.”

Jerome menatap kotak perhiasan itu.

“Hadiah pernikahan.” Daniel membuka kotak tersebut. Set perhiasan berlian putih yang sangat indah. Kalung, gelang, anting, dan cincin.

“Aku mengagetkannya dan dia terkejut lalu menamparku,” ringis Daniel menyentuh pipinya yang tak terlalu sakit.

“Benarkah?” Jerome beralih ke arah Jenna yang masih membeku.

Jenna segera mengangguk. Dengan kelegaan yang mengaliri tenggorokannya, ia bernapas. “Maafkan aku, Daniel,” ucapnya kemudian menampilkan rasa bersalah yang tak sampai di matanya.

“It’s ok. Bukan apa-apa.” Daniel hanya mengedikkan bahunya sambil menyodorkan kotak tersebut ke arah Jenna. “Aku juga bersalah. Ini hadiah sebagai bentuk permintaan maafku.”

Jenna memahami arti permintaan maaf yang tersirat di mata Daniel. Untuk Liora.

“Apa kau tidak mau menerima maafku?” Daniel menggoyangkan kotak tersebut. Memaksa Jenna mengambil kotak tersebut karena ada Jerome di antara mereka.

“Kau hanya memberikannya untuknya?” Mata Jerome menyipit lagi setelah Jenna menerima hadiah Daniel.

“Ya, kau sudah memiliki segalanya. Untuk apa aku membuatmu terkesan jika tidak ada apa pun di dunia yang bisa mengesankanmu.” Daniel berhenti, menoleh ke arah Jenna. “Selain istrimu yang sempurna cantik ini. Seharusnya seseorang tidak memiliki segalanya seperti ini, sepupu. Kau membuat siapa pun iri hanya dengan melihat Jenna bersanding di sisimu.”

“Aku tahu.” Jerome mendengus tipis. Menarik Jenna mendekat dengan lengan yang melingkar posesif di pinggang wanita itu. Pria itu hendak mencium Jenna, tapi deheman Daniel segera menghentikan niatnya.

“Tidak bisakah kau menahannya, setidaknya setelah aku keluar?” dengus Daniel seraya berbalik. Berjalan pergi dengan gerutuan yang masih bisa mereka dengar. “Sepertinya aku memang salah memilih waktu untuk menyelinap kamar pengantin baru.”

Jenna meletakkan kotak perhiasan dari Daniel ke meja setelah melihat Daniel menghilang di balik pintu. Rasanya ingin membuangnya ke tempat sampah di samping meja, tapi ia tahu hal itu malah akan mengundang tanya Jerome.

Jerome memeluk Jenna dari belakang. Pria itu menyingkap rambut Jenna dan menampilkan cekungan leher yang mengundang. Tak menunggu sedetik lebih lama, ia mendaratkan kecupan lembut di sana. Matanya bertemu dengan Jenna di cermin. Tersenyum dengan hasrat yang perlahan membara di kedua bola matanya yang berwarna hitam.

“Kali ini, tidak ada lagi yang bisa menahanku memilikimu seutuhnya, sayang,” bisiknya menggoda tanpa melepaskan bibirnya dari kulit Jenna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status