Share

Part 7

Seluruh tulang Jenna rasanya remuk redam. Ia sering mendengar, malam pertama adalah malam yang sangat indah. Tidak demikian yang Jenna rasakan. Hanya ada rasa sakit yang seolah membelah tubuhnya, meski Jerome melakukannya dengan sangat perlahan dan penuh kelembutan. Dan ia pun tak menangkis niat pria itu yang bersungguh-sungguh membuatnya memiliki kesempatan menikmati pengalaman malam pertama tersebut.

Sentuhan pria itu dipenuhi cinta, yang sayangnya bukan untuknya. Dan membuat Jenna tak habis pikir, ketololan jenis apa yang membuat Liora mencampakkan pria segentle ini untuk Daniel. Ia bahkan tak bisa melihat kelebihan Daniel dibandingkan dengan Jerome sedikit pun selain kesombongan pria itu yang berhasil menusuk Jerome dari belakang.

Semua cinta Jerome seolah dilimpahkan hanya untuk Liora seorang, dan memang itu yang dikatakan oleh Liora.

Khilaf, itu dalih yang dikatakan oleh Liora.

Jenna bangkit terduduk dengan gerakan sehati-hati mungkin setelah menyingkirkan lengan Jerome yang melingkari pinggangnya. Rasa nyeri luar bisa menusuk pangkal pahanya, membuatnya nyaris meloloskan jeritan jika tidak ingat ada Jerome yang berbaring sama telanjangnya di balik selimut.

Ia berhasil berdiri dan mengunci diri di kamar mandi tanpa membangunkan Jerome. Langkahnya terhenti di depan cermin wastafel ketika hendak melangkah ke bawah shower. Menatap ada sesuatu yang salah dengan lehernya. Ada bekas-bekas merah di seluruh kulit lehernya, dan semakin banyak ketika ia menurunkan kerah jubah tidurnya. Di dada, juga perut.

Seluruh wajah Jenna seketika memerah mengingat bagaiama hausnya Jerome akan tubuhnya semalam. Pria itu tak melewatkan sejengkal pun untuk memiliki seluruh tubuhnya. Seolah-olah belum pernah menyentuhnya. Di lihat dari cara pria itu mencumbunya, sudah jelas pria itu sangat lihai dengan tubuh wanita. Mengetahui seluk beluk tubuh wanita dengan sangat handal. Mengetahui setiap titik sensitif di tubuh wanita yang akan membuatnya tunduk terhadap segala keinginan Jerome.

Tak mungkin Jerome tidak pernah meniduri Liora. Atau mungkin sebelum Liora ada wanita lain?

Pertanyaan itu menggantung di atas kepalanya ketika suara ketukan dari pintu menyentakkan Jenna.

“Jenna, apa kau di dalam?” Suara Jerome membuat Jenna menahan napas sejenak. Wanita itu segera menaikkan jubah tidurnya dan mengikat ketat tali di pinggang sebelum memutar kunci.

Semalam ia sudah melihat pria itu telanjang bulat di atas tubuhnya, tetapi Jenna masih juga terkejut melihat pria itu hanya mengenakan celana karet berdiri di depannya. Ada kekaguman ketika pandangannya menabrak pahatan indah di perut pria itu. Terlihat begitu mengooda dan membuat tangannya terulur ingin menyentuh petak tersebut. Tapi Jenna tahu itu bukan tindakan yang tepat.

“Tak biasanya kau mengunci kamar mandi,” gumam Jerome yang langsung menarik pinggang Jenna dan memutar tubuh wanita itu untuk memeluk dari belakang. Sejenak pria itu mengendus kulit di cekungan leher Jenna sebelum menyandarkan dagu di pundak istrinya.

Jenna menoleh ke samping dan tersenyum tipis. “Aku ingin berendam.”

“Ide yang bagus.”

Seketika Jenna menyadari maksud pria itu berkata demikian dan menyumpahi keinginannya. Tubuhnya yang pegal memang butuh berendam air hangat, tapi lain halnya jika Jerome ikut berendam bersamanya. Acara perendaman itu akan membuat tubuhnya semakin remuk redam. “Bolehkah aku berendam sendirian?”

“Kenapa?”

“A-aku ... badanku benar-benar sakit semua setelah semalam.”

Jerome menelengkan kepalanya ke samping. Memahami kata sakit yang dikatakan oleh Jenna. “Apakah masih sakit?”

Wajah Jenna memerah. Jerome pun tahu bagian tubuh mananya yang paling menderita kesakitan tersebut.

“Maafkan aku. Seharusnya aku melakukannya dengan lebih perlahan,” ucap Jerome lembut penuh dengan penyesalan. “Lain kali aku melakukannya dengan lebih lembut. Lagipula, ini memang pertama kalinya untukmu. Aku berjanji, untuk kedua kalinya kau tidak akan kesakitan.”

Rasanya wajah Jenna tak bisa lebih merah padam lagi dari pada ini. menepis kegugupannya, wanita itu menggeleng dengan tersenyum lagi untuk Jerome. “Aku hanya butuh istirahat. Dan aku tak ingin melemparkan undangan yang tidak sanggup kuhadapi. Bolehkah aku berendam sendirian?”

Jerome menggeleng. “Aku akan menebusnya. Aku akan memijat punggungmu dan aku berjanji tak akan meminta lebih.”

Jenna tak bisa menimbang mana yang lebih baik. Mendapatkan pijatan dari Jerome atau ditemani pria itu berendam. Bukannya mendapatkan sesi rendaman pribadinya, ia malah harus semakin terlibat keintiman yang lebih membuat gugup dengan pria itu.

“Ayo, aku yang akan menyiapkan airnya untukmu. Duduklah di sini.” Jerome membimbing Jenna untuk duduk di pinggiran jacuzzi.

Jenna membiarkan tubuhnya mengikuti Jerome dengan langkah berat. Ini bahkan lebih mendebarkan dari saat ketika Jerome membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan bersiap di antara kedua kakinya.

***

Pernikahan mereka berjalan seperti rumah tangga pada umumnya. Benar yang dikatakan oleh Liora, bahwa Jerome adalah kekasih yang pemurah dan sangat memanjakannya. Jerome membelikan Jenna banyak hadiah mewah. Setelah pulang dari bulan madu ke Singapore, Paris, dan Italia. Jenna melihat seluruh barang Liora di apartemen sudah dipindahkan ke rumah bertingkat tiga milik Jerome. Yang ia yakin jumlahnya bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya.

Jenna berpura menyukainya ketika pria itu menunjukkan semua pemberiannya. Menatap penuh kekaguman dan tak lupa berterima kasih, meskipun semua emosi itu tidak sampai ke dalam lubuh hatinya. Ia tak tahu sampai kapan sandiwara itu akan terus berlanjut.

Liora pun masih belum menghubunginya. Untuk sekedar tahu kabarnya apalagi membicarakan rencana mereka selanjutnya. Jika kakaknya itu menelpon, satu-satunya hal yang akan ia bahas adalah Daniel. Pria itu tak henti-hentinya mengirim pesan dan menelponnya. Yang tak pernah ia balas dan angkat. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat ini adalah menghindari pria itu.

Meskipun ternyata itu juga tak bisa berlaku untuk selamanya. Bagaimana pun, hubungan Jerome dan Daniel adalah kerabat. Dan mereka akan masih berada di lingkaran yang sama.

Siang di akhir minggu ketika Jenna menunggu Jerome berenang di kolam renang dan mengambilkan camilan untuk pria itu di dapur. Ia melihat sebuah mobil putih -yang bukan milik Jerome- berhenti di halaman rumah.

Jenna menghentikan langkahnya ketika Daniellah yang turun dari pintu mobil, dengan kaca mata yang bertengger di ujung kepala. Pandangan mereka langsung bertemu dan senyum terlalu lebar terbentuk di kedua sudut bibir Daniel.

“Siang, baby.” Daniel melambai ke arah Jenna. Yang nyaris menjatuhkan nampan di tangan.

Wajah Jenna memucat, pandangannya berkeliling memastikan tidak ada seorang pun mendengar sapaan tersebut, terutama Jerome.

“A-apa yang kaulakukan di sini?” desis Jenna tajam saat Daniel sudah berdiri di hadapannya. Tubuhnya bergerak mundur ketika pria itu berniat menyapanya tak sekedar dengan panggilan baby dengan kedua lengan yang terbuka bersiap memeluknya.

“Mengunjungi kekasihku,” bisik Daniel dengan cengiran bercandanya.

Jenna menatap ke arah pintu samping, tempat Jerome tengah berenang. “Pergilah, Daniel.”

Daniel terkekeh. “Di mana Jerome?”

Jenna tak menjawab, tapi pria itu melangkah ke arah kolam renang. Hanya Jerome lah yang Jenna pikir bisa menyelamatkannya dari Daniel. Untuk pertama kalianya, ia merasa ingin selalu berdekatan dengan Jerome.

Jerome baru saja naik dari kolam renang dan mengambil handuk kering di kursi untuk mengeringkan rambut. Pria itu trsenyum ketika melihat Jenna yang berjalan mendekat, kemudian mengerutkan kening menemukan Daniel berjalan di belakang Jenna.

“Daniel?”

“Hai, sepupu.” Daniel melambaikan tangan dengan senyum semringahnya.

Jerome mengambil jus buah yang disodorkan oleh Jenna dan duduk di samping wanita itu, sedangkan Daniel duduk di kursi satunya sendirian. Bersandar pada kedua tangan di belakang tubuh dan bersilang kaki. Tepat di hadapan Jenna.

“Ada apa?” tanya Jerome setelah menandaskan jusnya dalam sekejap.

Daniel tak langsung menjawab, sedetik pria itu menatap ke arah Jenna untuk melemparkan senyum tersembunyinya sebelum kemudian menatap Jerome dan menjawab. “Apartemenku butuh beberapa renovasi.”

“Lagi?” Jerome mengangkat alisnya.

Daniel mengangkat bahunya sambil lalu. “Aku bosan dengan lukisan dinding yang terakhir, kali ini aku akan menggantinya dengan ... aku masih memikirkannya. Sementara denahnya ada yang diubah beberapa.”

“Kau terlalu sering membongkar apartemenmu,” komentar Jerome sambil lalu.

Daniel hanya terkekeh ringan. “Jadi, bolehkah kali ini aku tinggal di rumahmu lagi untuk sementara?”

Pertanyaan yang dilontarkan Daniel seketika menghentikan napas mengaliri saluran paru-paru Jenna.

‘Apa?’

‘Tinggal di rumah ini?’

Comments (2)
goodnovel comment avatar
🌹isqia🌹
aku suka karna jaromy ngga celap celup sana sini kayak novel² orang lain
goodnovel comment avatar
Accer Liquid
agal malas baca kalo ada pihak ketiga .kaya di sinetron dan drama aja.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status