Share

Part 10

“Tidak!” sangkal Jenna menggelengkan kepala dengan keras. Wajahnya yang pucat menatap bergantian antara Daniel dan Jerome. Daniel menyeringai puas ke arahnya dengan tatapan licik, dan Jerome, pria itu membeku. Terlalu sulit menemukan reaksi semacam apa dengan ekspresi datar yang tertampil di wajah pria itu. Terkejut? Marah? Memercayai pengakuan Daniel? Jenna tak bisa menentukan emosi mana yang tengah membekukan Jerome.

Dan Daniel, pria itu benar-benar sudah kehilangan akal dengan pengakuan sembrononya. Apakah pria itu memang berniat bunuh diri? Dengan membawa nama Liora.

“Percaya padaku, Jerome. Apa yang dikatakan Daniel tidak benar. Aku tidak pernah berselingkuh darimu.” Setidaknya itu setengah dari kebenaran. Liora yang berselingkuh dengan Daniel, bukan dirinya. “Dia ... dia memang menggodaku, tapi aku tak pernah mengkhianatimu.”

Daniel maju lebih ke depan. Mengambil ponsel dari dalam saku celananya, sesaat jemarinya bergerak di layar ponsel itu sebelum menunjukkannya pada Jerome.

Jerome melirik ponsel itu, pupil pria itu membesar. Terkejut, tapi masih tak menampilkan ekspresi apa pun di wajahnya.

Jenna berharap lantai di bawahnya menelannya hidup. Membawanya tenggelam dengan kebohongan yang tertutup rapat di mulut. Di ponsel itu, gambar-gambar mesra Liora dan Daniel. Di pantai, di restoran, di depan hotel, di mobil, dan bahkan di atas ranjang. Dengan pose yang sangat intim. “Kau tak bisa menyangkal bukti ini kan, Jenna?” Kemenangan tersirat di sorot licik mata Daniel ketika tatapan kepuasannya bertemu dengan syok yang menggulung hidup-hidup wajah Jenna.

Pandangan Jerome beralih ke arah Jenna. Yang menggeleng dengan mata berkaca dan tubuh bergetar hebat. “Itu bukan aku. Percaya padaku, Jerome.”

Sudut pandangan Jerome mengeras, ekspresi ketika seseorang ingin menghancurkan wajah seseorang.

“Itu terlihat seperti dirimu, Jenna.” Suara Jerome sangat pelan. Amat sangat pelan, tapi efek yang ditimbulkan berkali-kali lipat lebih mengerikan dari yang berikan. Membuat seluruh bulu kuduk Jenna berdiri dan tubuh wanita itu bergetar hebat.

Kepala Jenna menggeleng tanpa daya. “Aku tak tahu bagaimana foto itu terlihat sangat mirip denganku, tapi itu bukan aku. Aku bersumpah itu bukan aku.” Jenna berharap suaranya tidak bergetar hebat seperti kedua tangannya. Jika identitasnya terbongkar, maka ia dan Liora tak akan selamat. Tak ada yang selamat dari Jerome. Ia harus punya bukti yang lebih kuat dari gambar-gambar yang ditunjukkan oleh Daniel.

Jenna maju lebih dekat, berusaha menyentuh lengan Jerome yang masih membeku. “Jika di foto itu memang aku, kau tahu tak ada pria lain yang pernah menyentuhku selain kau. Kau pria pertamaku, kau tahu itu. Apakah hal semacam itu bisa direkayasa?”

Mata Jerome melebar, seolah terkejut. Kemudian pria itu tampak menimbang dengan lebih seksama. Dan bukti Jenna memang lebih kuat dari gambar foto yang ditunjukkan oleh Daniel yang tentu saja sangat mudah direkayasa.

“Itu tidak mungkin. Aku dan Jenna sering tidur bersama di belakangmu. Jika wanita ini adalah masih perawan saat kau menidurinya, itu berarti dia bukan Jenna yang asli. Jenna tunanganmu, dia sudah tidak suci lagi.” Daniel mulai terlihat panik merasakan kemenangan mulai tergelincir lepas dari genggaman tangannya.

“Aku tak tahu apa masalahmu padaku, Daniel. Tapi apa yang kau lakukan ini tidak benar.” Suara Jenna lebih kuat dari sebelumnya meski getar di bibirnya masih ada. Ia tahu ia masih memiliki harapan melihat Jerome yang tak bisa menyangkal bukti di malam pertama mereka.

Jerome melempar ponsel Daniel ke lantai. Daniel syok, menatap kepingan ponselnya dengan kemarahan yang meluap naik.

“Keluar kau, Daniel.” Suara Jerome yang keras bercampur kemarahan bergema di ruangan tersebut. “Aku tidak ingin melihat wajahmu. Untuk sementara waktu jangan berani-berani kau menampakkan wajahmu di depanku.”

Daniel mengangkat wajahnya ke arah Jerome. “Kau lebih memercayainya daripada aku?” seru Daniel penuh ketidakpercayaan.

“Keluar.” Kali ini suara Jerome lebih pelan, tapi tak mengurangi kemarahan yang bergemeletuk di antara sela giginya. “Sekarang juga.”

Kedua tangan Danie terkepal keras, pandangannya beralih ke arah dan penuh dengan kebencian yang teramat besar. Lalu berbalik dengan langkah besar yang menghentak lantai, menghilang di balik bedebum pintu yang menggetarkan dinding di sekitar pintu.

Jenna bernapas seraya menangkup wajahnya, menangis karena Jerome lebih memercayai kata-katanya ketimbang Daniel. Kakinya yang lemah membuat tubuhnya langsung jatuh ke arah Jerome.

“Maafkan aku, Jerome,” isak Jenna.

“Kau tidak melakukan kesalahan apa pun.”

Isakan Jenna semakin keras di dada Jerome.

“Sejak kapan dia menggodamu? Apakah di kamar kita malam itu?”

Jenna mengangguk.

“Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku.”

“Aku ... aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir.”

Jerome menyentuh dagu Jenna, mengangkat sedikit dan meletakkan satu kecupan di bibir istrinya. “Aku percaya padamu. Bahkan jika aku melihatmu telanjang bersama pria lain di atas ranjang, aku akan mendengarkan kata-katamu terlebih dahulu sebelum orang lain membuka mulut. Tidak ada yang perlu kau takutkan.”

Isakan Jenna terhenti, wajahnya membeku dengan kata-kata Jerome. Kepercayaan terlalu besar yang diberikan pria itu seolah menjadi beban di pundaknya. Rasa bersalah merayapi hatinya. Tanpa membalas ucapan Jerome, ia memeluk pria itu semakin erat dan menenggelamkan wajahnya di dada Jerome. “Terima kasih sudah memercayaiku, Jerome,” gumamnya lirih. Dan itu sungguh dari dalam lubuk hatinya yang tulus.

***

Setelah hari itu, Jerome tak lagi mengungkit tentang kejadian itu. Kecuali saat pria itu memberitahu bahwa Daniel sudah dipecat dari perusahaannya. Hubungannya dan Jerome kembali seperti semula. Pria itu masih begitu memanjakan dan melimpahinya dengan perhatian-perhatian yang memaksa Jenna untuk menyesuaikan diri. Seolah apa pun yang pernah terjadi pada hari itu tidak pernah terjadi dan tak patut untuk diingat.

Namun, Jenna merasa ada kejanggalan dalam semua ketenangan ini. Ia tidak tahu Jerome benar-benar memercayainya atau memang pria itu tak pernah menyelidiki kehidupan Liora lebih dalam. Mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tentang saudara kembar atau foto Daniel yang sangat jelas bukan hasil rekayasa. Pria itu juga tak pernah menanyakan tentang trauma omong kosong yang ia katakan dan hanya memercayainya saja.

Daniel saja bisa mengetahui ia bukan Liora hanya dalam beberapa interaksi, bagaimana mungkin Jerome tak lebih mengenal Liora? Apakah memang Jerome tak terlalu peduli dengan diri Liora karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Tidak, perhatian Jerome padanya jelas sangat detail. Bahkan untuk sehelai rambutnya, Jerome terlihat begitu mengenal tubuhnya dengan sangat teliti. Mengirimnya untuk melakukan perawatan rambut di salon. Pun dengan perawatan-perawatan bagian tubuhnya yang lain.

Hanya dalam waktu sebulan, kulitnya berubah lebih cerah, rambutnya sangat halus, dan wajahnya lebih bersinar. Membuat Jenna menyadari kemiripannya dengan Liora yang kali ini tak ada cacat sama sekali.

Sore itu, ketika Jenna duduk di ruang tengah menonton televisi sambil menunggu kedatangan Jerome. Sebuah pesan muncul di ponselnya. Daniel? Sejak seminggu setelah Daniel di usir dari rumah Jerome dna dipecat, ini pertama kalinya pria itu menghubunginya. Jenna tak berniat membuka pesan tersebut, tapi ketika sebuah pesan masuk lagi, ia pun menekan notifikasi tersebut. Matanya membelalak tak percaya. Melihat Liora yang sedang berbaring di ranjang dengan mata terpejam dengan tangan dan kaki diikat tali. Telapak tangannya membekap kesiap yang keluar dari mulutnya karena syok.

‘Buzz apartment 908 dalam satu jam atau kau akan melihat mayatnya.’

Ponsel di tangan Jenna nyaris meluncur. Bagaimana Daniel bisa menemukan Liora?

Jenna melompat berdiri. Ia tidak tahu di mana Buzz apartment, yang ia tahu ia harus segera menyelamatkan Liora. Berlari ke arah pintu dan langsung menyuruh sopir untuk mengantarnya ke sana. Sopir itu pasti lebih tahu tentang tempat itu dan memang benar.

Dalam kepanikannya, Jenna tak henti-hentinya menepukkan tangannya yang bergetar hebat di pangkuannya. Berharap kecepatan mobil bertambah sedikit lebih cepat agar ia tidak terlambat.

Tiga puluh menit kemudian, mobil berhenti di depan gedung apartemen yang tingginya tak lebih dari setengah gedung apartemen Liora. Jenna menyuruh sopir untuk kembali pulang sebelum berlari masuk. Bertanya di mana letak lift petugas keamanan dan ia naik langsung ke lantai 9 meski sempat berhenti beberapa kali di lantai 6 dan 7.

Begitu lift berhenti di lantai 9, Jenna langsung menatap deretan pintu di depannya. Mencari nomor 908. Hanya butuh melewati empat pintu yang saling berhadap-hadapan. Ia berhenti, menghentikan getar di tangannya sejenak sebelum menekan bel. Menunggu dengan ketegangan yang semakin intens datang menyerangnya. Pikirannya tidak bisa berpikir dengan jernih memikirkan apa yang akan dilakukan Daniel pada Liora.

Pintu dibuka, dan wajah Daniel yang tesenyum licik muncul. Mempersilahkan Jenna masuk.

Jenna meragu, tapi kakinya melangkah masuk. Matanya langsung beredar ke seluruh ruangan dan bertanya penuh kepanikan. “D-di mana Liora?”

“Ah, jadi namanya Liora?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status