Satu hari kemudian....
Pertempuran pun pecah, para prajurit kerajaan Kuta Tandingan di bawah pimpinan Sugriwa menyerang barak prajurit kerajaan Kuta Waluya di sepanjang perbatasan kedua wilayah kerajaan tersebut. Ribuan korban pun berjatuhan di antara kedua belah pihak, hal ini memicu konflik baru bagi kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Rawinta.
Prabu Rawinta terlalu bernafsu dan penuh amarah, pasukannya terus melakukan penyerangan terhadap kerajaan yang diduga kuat sebagai otak di balik teror yang selama ini terjadi.
Tanpa ia sadari serangan-serangan yang ia lancarkan terhadap kerajaan Kuta Waluya, menimbulkan dampak buruk yang menyebabkan perekonomi kerajaan tersebut secara perlahan menurun.
Namun berkat gagasan yang brilian dari Prabu Rawinta dan juga kelicikannya. Ia berhasil melakukan siasat barunya yakni berhasil menguasai sebagian wilayah kerajaan Kuta Waluya yang merupaka
Di tempat terpisah, Arumbi dan Anggadita sedang melakukan pertarungan melawan belasan gerombolan rampok yang menyatroni rumah-rumah penduduk yang ada di dekat barak prajurit kerajaan Sanggabuana. "Serahkan kembali harta benda penduduk yang kalian rampas!" gertak Anggadita mengarah kepada pimpinan gerombolan rampok itu. "Tidak semudah itu, Ki Sanak. Kau harus melangkahi mayat-mayat kami terlebih dahulu untuk bisa mengambil kembali ini semua!" ujar pria berjanggut tebal berdiri gagah di hadapan Anggadita dan Arumbi. "Bedebah kau!" bentak Arumbi. Tanpa pikir panjang lagi Arumbi langsung melakukan serangan terhadap para perompak itu. Demikian pula dengan Anggadita, ia segera membantu Arumbi dalam melakukan perlawanan terhadap para perampok tersebut. Arumbi tampak beringas dalam melakukan pertarungan itu. Dengan bermodalkan ilmu bela diri yang mumpuni, Arumbi mampu mengalahkan beberapa orang komplotan perampok tersebut. "Rasakan ini!" teriak Arumbi menyabetkan pedang ke arah pria berj
Pagi itu, Prabu Erlangga mengajak Arimbi dan beberapa prajurit wanita pengawal pribadinya dan juga beberapa prajurit pria untuk ikut berangkat ke hutan. Hari itu Prabu Erlangga hendak melakukan perburuan rusa untuk melepas penat setelah hampir beberapa bulan semenjak berdirinya kerajaan yang ia pimpin itu, Erlangga belum sempat beristirahat dan hari itu ia manfaatkan untuk melepas lelah dengan acar berkemah dan berburu di hutan yang tidak jauh dari istananya.Aryadana dan Soarna pun ikut serta dengan membawa perlengkapan berburu dan juga tenda untuk berkemah, Prabu Erlangga berencana berada di dalam hutan tersebut sekitar tiga hari tiga malam, dan untuk pemerintahan di istana sementara waktu ia serahkan sepenuhnya kepada Senopati Randu Aji dan Bayu Seta sebagai penasehat istana kerajaan. "Bawa kuda dan perlengkapan yang sudah disiapkan!" perintah Aryadana mengarah kepada dua prajuritnya."Baik, Gusti." Prajurit itu bergegas melaksanakan tugas dari panglimanya.Setelah siap,
Malam harinya, Prabu Erlangga, Arumbi dan yang lainnya sedang berbincang santai di depan perkemahan yang mereka dirikan di tengah hutan tersebut. Erlangga akan terus melanjutkan rencananya, memerintahkan kepada para panglima prajurit kerajaan untuk terus melakukan pendudukan ke wilayah-wilayah penting yang masuk dalam bagian kerajaan Kuta Waluya. Hal tersebut dilakukan semata-mata bertujuan untuk melindungi rakyat di kerajaan tersebut dari keberingasan tentara kerajaan Kuta Waluya dan juga agresi yang sedang gencar dilakukan oleh pihak kerajaan Kuta Tandingan terhadap sebagian wilayah dari kerajaan Kuta Waluya. Bahkan mereka sudah menguasai dengan sempurna dan menempatkan ribuan prajurit perang dan peralatan tempur secara lengkap.Karena niat awal mereka adalah menguasai kerajaan tersebut dan mengeruk sumberdaya alam di wilayah kerajaan itu."Aku harap ke depannya kita tetap fokus dalam misi pembebasan rakyat kerajaan Kuta Waluya dan semua wilayah kerajaan tersebut harus seger
Aryadana berhasil mendapatkan 5 ekor rusa dari hasil berburu bersama para prajuritnya, ia tampak senang dengan hasil yang didapatkannya itu. "Akhirnya panahku tidak meleset lagi hari ini," kata Aryadana merayakan kegembiraan setelah berhasil membidik rusa dengan panahnya. "Ayo, Prajurit. Kita kembali ke perkemahan!" sambung Aryadana mengarah kepada para prajuritnya.Ia melangkah di barisan depan bersama Soarna dan diikuti sepuluh prajurit terbaiknya itu. "Kalau sudah tiba di perkemahan, kalian langsung bersihkan rusa-rusa itu."Baik, Gusti," jawab salah seorang prajurit, sembari langsung mengikuti langkah Aryadana untuk kembali ke perkemahan.Mereka berjalan menyusuri jalanan yang rimbun dan banyak ditumbuhi oleh tanaman liar, tampak kesusahan jika berjalan tidak sambil menebas pepohonan tersebut. Namun mereka tetap santai karena sudah terbiasa dengan hal tersebut.Dalam perjalanan menuju ke arah perkemahan, Aryadana dan rombongan di hadang oleh empat pende
Keesokan harinya, Aryadana dan beberapa prajurit serta dibantu oleh Soarna sudah merapikan tenda dan peralatan-peralatan yang mereka bawa ke tempat tersebut. Pagi itu mereka hendak kembali ke istana, usai merapikan semuanya, Aryadana langsung menghadap Prabu Erlangga, "Sudah rapi semua, Gusti Prabu. Kita segera pulang sekarang!" terang Aryadana menghadap kepada Prabu Erlangga dengan penuh sikap hormat terhadap junjungannya itu."Baiklah kalau seperti itu. Mari kita kembali ke istana sekarang!" jawab Prabu Erlangga.Ia langsung mengajak Arimbi untuk segera naik ke atas kereta kencana yang merupakan kereta kebesaran kerajaan yang khusus untuk sarana transportasi raja dan permaisuri. Kereta kencana itu dibuat khusus oleh Rangkuti yang merupakan abdi dalem di kerajaan Sanggabuana sebagai bentuk pengabdiannya kepada sang Raja.Aryadana dan Soarna langsung menunggangi kuda mereka masing-masing dan bersiap untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Kuda putih yang ditunggangi Arya
Pagi harinya, Arumbi beserta para prajurit wanita langsung pamit kepada Anggadita dan juga kepada kuwu di desa tersebut, untuk segera kembali ke istana. Karena tugas Arumbi sudah selesai dan para prajuritnya sudah resmi digantikan oleh 3000 prajurit pria yang sudah tiba di barak tersebut dengan membawa perlengkapan perang lengkap, karena mereka akan segera melakukan penyerangan terhadap kerajaan Kuta Waluya sesuai perintah dari sang Raja."Terima kasih, Nyimas. Atas perjuanganmu yang sudah memberikan keamanan dan kenyamanan untuk rakyat di desa ini," ungkap Ki Rona. "Salam untuk Gusti Prabu Erlangga!" sambungnya lirih.Dari sebagian rakyat dusun tersebut, pagi itu berdatangan dengan membawa berbagai hasil tani yang mereka berikan langsung kepada Arumbi untuk dibawa ke istana sebagai oleh-oleh untuk sang Raja. Arumbi tampak berat dan merasa bersedih meninggalkan desa yang mempunyai penduduk yang ramah dan sangat menghormatinya, meskipun mereka bukan bagian dari rakyat keraj
Malam itu, Rasmenda langsung melaporkan berita penting kepada Gondang Manik yang merupakan panglima tertinggi yang ditugaskan oleh Prabu Wanakerta untuk membantu kerajaan Sanggabuana dalam menumpas keangkaramurkaan. "Aku mendengar langsung hal tersebut diungkapkan oleh Prabu Rawinta di hadapan para petinggi istana," kata Rasmenda melaporkan hasil penyelidikannya dalam memata-matai kerajaan Kuta Tandingan."Beberapa hari ke depan. Mereka akan menyerang kita ke sini," sambungnya lirih.Mendengar laporan tersebut, Gondang Manik tampak geram, dan langsung mengajak Rasmenda untuk segera memberitahu Anggadita tentang kabar tersebut, "Baiklah kita harus menemui Anggadita sekarang!" jawab Gondang Manik menanggapi dengan baik laporan dari Rasmenda.Mereka pun langsung menghadap Anggadita yang saat itu sedang berada di barak, bersama para prajuritnya. "Sampurasun," ucap Gondang Manik yang sudah berwujud seperti manusia biasa berdiri bersama Rasmenda di beranda barak tersebut.
Setibanya di barak, para prajurit itu langsung membawa ketiga pria itu ke hadapan Anggadita. "Maaf, Panglima. Kami menangkap ketiga orang ini karena mereka sudah melakukan kekacauan di desa ini," ucap sang Prajurit melaporkan prihal penangkapan ketiga pria itu."Kami mohon maaf, Panglima," timpal salah seorang dari ketiga pria pengacau itu meminta ampunan kepada Anggadita."Aku maafkan, tapi kalian tetap harus diadili karena kesalahan kalian!" jawab Anggadita dengan tegasnya. "Kalian masukan mereka ke penjara!" sambung Anggadita memerintahkan kepada para prajuritnya."Baik, Panglima." Para prajurit tersebut langsung menggiring ketiga pelaku kejahatan itu, untuk segera dimasukan ke salah satu ruangan khusus yang ada di barak tersebut, yang menjadi ruangan untuk penjara bagi para pelanggar hukum sebelum mereka dibawa ke penjara utama yang ada di kerajaan untuk di adili.Kabar berdirinya kerajaan Sanggabuana, ternyata belum banyak didengar oleh para pimpinan kerajaa