Share

Bab 2. Nestapa

Devi sampai di halaman rumah Namy, ibunya. Tubuhnya lemas tak berdaya di ambang pintu. Tangganya terus mengetuk pintu dengan kasar.

“Ibu bangun! Tolong bangun Ibu!” jerit Devi.

Terdengar dari dalam suara kunci pintu dibuka, wanita tua dengan tubuh sedikit berisi keluar dengan panik, tangannya gementar membuka pintu. Tahu benar suara dari luar adalah suara jerit putri semata wayangnya.

“Kamu sa—sama siapa?” tanya Namy.

Devi tak menjawab. Yang ada hanya isak tangis dari mulutnya. Kedua tangganya membungkam mulutnya. Perlahan Namy meraih pundak Devi membimbingnya masuk dan duduk di kursi kayu jati di ruang tamu.

           

“Kenapa menangis tengah malam begini?” tanya Namy sangat kuatir.

Mulut Namy terus bertanya kamu kenapa, dengan siapa kemari dan banyak hal yang ia sudah lontarkan tapi tak ada jawaban apa pun. Akirnya Namy membiarkan Devi menangis di pelukkannya. Membelai lembut rambut dan mengusap-usap punggung putri kesayanganya.

           

“Ibu Devi ingin istirahat, aku masuk kamar dulu!” Suara serak sedikit pilu keluar dari tenggorokan Devi sesaat setelah satu jam ia menangis.

           

“Iya sudah tidurlah!” Tangan tua yang keriput membelai rambut lurus Devi.

Devi hanya mengangguk pelan tanpa mengeluarkan satu patah kata pun, lalu berdiri melangkah kekamarnya. Sudut bibirnya terangkat, rasa haru menyelimuti hatinya yang sedang hancur tak berbentuk, pandanganya berputar ke setiap sudut kamarnya.

Ukuran kamatnya tidak terlalu besar, tiga kali emat. Dengan candela kecil, tempat tidur kecil, meja dan kursi. Perlahan Devi mendekati meja belajar yang sudah tua usianya tapi masih kokoh berdiri. Itu dulu meja dan kursi buatan Bapak waktu Devi mau masuk sekolah menengah dasar.

Kini ia meraih pigura foto waktu ijab qabul dengan Devan, dengan kebaya putih dan rambut di sanggul dengan konde di belakang, dirinya di sebelah Devan yang sedang menjabat seorang laki-laki (wali nikah) mengucapkan ikrar suci perkawinan. 

Air matanya kembali menetes, lalu ia meletakakan kembali pigura itu dengan keadaan menghadap meja, sambil menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Perlahan Ia duduk di atas ranjang, pandanganya kembali ke sekelilingnya. Tidak ada satu debu, apa lagi jaring laba-laba yang menempel. Sudah pasti Namy membersihkan kamarnya meskipun, setelah menikah jarang tidur di sana.

           

“Kamarmu selalu ibu bersihkan, siapa tau kamu pulang terus nginep.” Suara Namy tiba-tiba melintas dipikiranya. Kata-kata yang diucapkan lewat udara beberap bulan lalu.

Dan kini benar, Devi kembali tidur di kamarnya waktu masih sendiri, dan kini ia sendiri lagi.

Perlahan ia merebahkan diri, tidur terlentang. Satu tangan di atas kening. Sesaat ia berbalik badan, beberapa menit berubah lagi posisi tubuhnya kekanan dan kiri. Pikiranya resah, ia terus saja memikirkan Devan, sesaat suara desahan itu melintasi pikiranya.

Terlintas Devi kecewa dengan dirinya sendiri yang tak punya nyali untuk sekedar mengetuk pintu kamar itu, menampar pipi Devan atau hanya sekedar mengumpat di hadapanya. Entah apa yang di pikirnya memilih pergi begitu saja membiarkan binatang jalang di dalam rumahnya.

Jika dengan bawahannya Devi mampu bertindak tegas, tapi entah mengapa tadi malam ia begitu kesulitan untuk meluapkan emosinya.

Apakah ini karma dari Tuhan? Kata-kata itu terus berputar-putar di pikirannya walapun Devi sudah berkali-kali menepisnya.

Malam ini Devi hanya tidur kurang dari dua jam dengan kualitas tidur sangat buruk, matanya terpejam tapi pikiranya terus menari-nari teringat Devan bersama Si Ular Berbisa kadang diberganti dengan ingatan buruk tentang kejadian beberapa minggu lalu di Surabaya.

Ke dua bola matanya terbuka sekilas melihat jam bulat di dinding, waktu menunjukan pukul lima lebih sepuluh menit. Saat ini badannya berasa pecah. Perjalanan Surabaya ke Solo menyetir mobil seorang diri demi memberi kejuatan Devan, yang di dapatkan hanya duri yang membuat luka di seluruh tubuhnya.

Kini suara ayam berkokoh saling bersautan, burung-burung berkicau riang menyambut pagi. Terdengar pintu kamarnya di buka. Namy membawa nasi goreng kesukanan Devi ke dalam kamar. Sekilas matanya melihat ke arah pigura yang berubah posisi, lalu ia menarik nafas dalam hatinya penuh tanda tanya dalam dan merubah pandangnya pada putrinya yang sedikit tengkurap.

“Ayo sarapan!” bujuk Namy sambil menyentuh lembut pundak Devi yang membelakanginya.

“Ini masih terlalu pagi buat sarapan Bu,” jawab Devi dengan lesu, badannya yang masih merinkuk.

"Ngak apa-apa, biasanya kamu sarapan pagi-pagi buta. Nasi gorengnya enak loh!" pinta Namy.

Perut Devi tiba–tiba mual, rasanya isi dalam perutnya ingin di keluarkan semuanya. Devi dengan cepat bangun dan berlari ke kamar mandi. Namy dengan langkah tertatih-tatih mengikuti dari belakang.

Dimuntahkan isi dalam perutnya, aroma tak sedap menusuk tajam hidungnya. Membuat perutnya seperti diaduk-aduk. Seketika itu badanya terasa lemas. Perlahan ia melangkah keluar.

“Kamu nyidam?” tanya Namy berbinar saat Devi kelur dari kamar mandi.

“Iya bu," jawab Devi dengan senyum tipis, wajah suram.

“Allhamdullilah, berapa bulan?”

“Belum tahu Bu, belum ke dokter baru kemarin Devi tes sendiri.”

“Suamimu sudah tahu?” tanya Namy.

Devi mengelengkan kepala. Air matanya jatuh kembali mendengar nama Devan di sebut. Lalu melangkah duduk di kursi ruang tamu, Namy masih mengikuti dari belakang sambil membawa segelas air putih lalu diberikan pada Devi. Hatinya begitu miris melihat putrinya menangis dari semalam, sejak ia datang.

“Ada apa dari semalam kamu nangis terus? Kamu ada masalah sama Devan?” tanya Namy, sambil duduk di sebelah Devi.

Devi yang baru meneguk air putih itu lalu mengangguk pelan. Bibirnya tak mampu mengelurkan sepatah kata pun.

“Ada masalah apa? Jangan bikin tambah binggung ibu!” Wajah Namy begitu cemas, kini jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

“Devan selingkuh Bu.” Bibir Devi keluh tak mampu mengeluarkan kata–kata lebih panjang lagi. Tangisnya semakin kencang, satu telapak tanganya menutupi kedua matanya.

Badan tua Namy bergetar, sepertinya dia tak percaya menantunya berbuat keji kepada putri semata wayangnya. “Kamu tahu dari mana?”

“Aku lihat dia bersama wanita di rumah Bu!” Devi memeluk Namy dengan sangat erat. Rasanya sulit sekali bebicara jika mengingat suaminya semalam bersama wanita lain. “Dia tidur dengan wanita lain Bu.”

Kini Namy ikut terguncang. Badannya lemas. Bibirnya keluh, tak mampuh berkata apa pun.

Seharusnya hari ini jadi hari bahagia untuknya, mendengar kabar dia akan memiliki cucu pertama. Tapi, kabar itu juga beriringan dengan kabar duka.

“Bu, Devi bantu! Jangan bilang ke Devan kalo aku hamil,” pinta Devi, sambil menatap sendu Namy.

Namy tak mampuh menjawab apa pun. Dia tahu betul apa yang  dirasakan putri semata wayangnya ini.

“Aku akan tinggal sama Ibu, mau—kan?” Devi melanjutkan ucapanya.

Namy membelai rambut halus Devi. “Ini rumahmu kapan pun kamu bisa tinggal di sini.”

Fajarnya di ujuk timur dengan langit warna oren telihat indah, suara burung mulai berkicau riang di pohon mangga menari-nari riang. Udara pagi yang dingin terasa di permukaan kulit Devi, perlahan tubuhnya jatuh di pelukan Namy.

Tangan wanita tua yang perlahan membelai rambut Devi yang panjangnya sebahu, diulangnya beberapa kali. Kini matanya mulai berembun.

“Ibu mau ikut bersamaku ke Surabaya, sementara kita tinggal di sana?” Devi mendongak, matanya memandang Namy.

*

Di lain tempat pasangan haram seolah-olah sedang bermalam di surga yang mereka ciptakan sendiri. Dua bola mata warna coklat terbuka perlahan, memandang laki-laki di sebelahnya yang bertelanjang dada berselimut kain tebal.

“Sayang bangun! Kamu mau kerja atau terus menerus di kamar ini?” tanya Dewi dengan manja.

“Aku ingin selalu bersamamu saya!” satu ciuman mendarat di leher Dewi.

Dewi membalas dengan kecupan mesra di bibir Devan. Satu demi satu sentuhan yang sama-sama diinginkan berlalu begitu saja, mematahkan akal sehat dua sejoli, otak yang di mabuk asmara lupa akan segalanya. Seolah–olah mereka pasangan paling bahagia. Saling menuntaskan hasratnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
nah bagus ternyata
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status