Share

Bab 3

"Ibu pasti marah banget, nih Ci. Aduh gimana, yah. Lipstick yang minggu lalu aja belum gue ganti."

Kini Cici yang dirundung rasa bersalah. Sebab dirinyalah yang meminta Prita untuk membawa lipstick ibunya. Alasannya karena tante Iren memerintahkan Cici untuk mencari tahu apa merek lipstick yang digunakan ibunya Prita, karena katanya pemikat dalam diri Resti berasal dari lipsticknya yang teramat langka itu.

Iren dan Resti memang tidak akur. Keduanya sama-sama janda, tapi yang satunya lebih banyak diidolakan dibandibgkan Iren. Padahal Iren lebih muda dua tahun dari Resti. Mungkin itu yang membuat Iren iri terhadap janda satu anak itu.

Meskipun begitu, Prita juga gemar memakai lipstick ibunya. Bukan karena ingin terlihat cantik seperti yang dikira Iren pada Resti. Hanya saja Prita sudah terbiasa memoles sedikit bibirnya. Ia hanya tidak nyaman melihat bibirnya terlalu pucat. Ya, Prita memang tidak memiliki bibir semerah natural.

Bukan hanya Iren dan Prita yang tertarik. Cici pun juga kerap kali mempoles bibir tipisnya menggunakan lisptick yang sama. Ketiga cewek itu sangat menidolakan lipstick yang dipakai seorang janda. Resti Melisia yang tak lain dan tak bukan adalah ibu Prapita Maulia.

"Ini untuk beli lipstick ibu lo yang baru." Cici menyodorkan uang selembar.

"Uang dari mana?"

"Dari Tante Iren. Udah tenang aja, pasti aman kok."

Cici melanjutkan aktivitasnya. Mengelap bintik-bintik merah yang ada di pipi Prita.

Gadis berambut terikat mengingat cewek cantik yang tadi menolongnya. Prita jadi penasaran siapa cewek itu.

"Cewek yang tadi itu siapa--"

"Ooh, tadi itu Kak Joy," sambar Cici memotong ucapan Prita. Sudah Cici duga, pasti Prita akan menanyakan hal ini.

"Joy Astella? Yang baru pulang dari Amerika itu?" tanyanya penuh antusias. Cewek beranama Joy akhir-akhir ini menjadi buah bibir di kalangak para siswa. Cici mengangguk mantap.

"Gila! Cantik banget! Kulitnya mulus gitu, Ci." Heboh Prita.

"Prita! Ini sekolah ya, bukan kondangan!" Bu Ati berujar. Entah dari kapan Bu Ati sudah ada di kelas, yang pasti kehadirannya membuat Cici dan Prita seakan jantungan.

"Emang lipstick gue ketebelan, Ci?" bisik Prita sesudah Bu Ati kembali duduk pada tempatnya.

***

"Lo harus janji gak bakal lepas kalung ini!"

"Semoga setelah pakai kalung keberuntungan ini, lo gak di gangguin anak-anak lagi."

Joy langsung pergi setelah memakaikan kalung berliontin singa pada Prita. Selang beberapa menit Zain menarik kembali kalung itu.

"Lancang banget ada yang make kalung PARPATi!" Zain berlalu begitu saja setelah mendapat kalungnya. Saat itu Prita ingin sekali menjambak rambut Zain dari belakang. Namun tiba-tiba ....

Deo dan Jali menahan tubuh Prita agar tidak mengejar Zain.

"Dedek imut gak boleh ganggu bos besar, ya. Mood Zain sedang buruk," kata Jali.

"Tapi itu'kan kalung gue, Kak!"

"Itu kalung milik Joan yang dipinjamkan ke Joy. Kalung itu milik anak PARPATi," tambah Deo berusaha menjelaskan.

"Ha?" Prita hanya mampu menaikan alisnya. Tidak paham apa yang barusan mereka katakan.

Akhirnya Deo dan Jali melepaskan tubuh Prita. Mereka berdua berpesan agar tidak berbuat sesuatu yang sudah diperingatkan tadi. Mood Zain sedang buruk, hal ini sebenarnya dikarenakan oleh kedatangan Joy dari Amerika.

Zain benci gadis bernama Joy Astella.

"Mau ke mana Zai? Tumben bawa mobil ke sekolah?" Deo yang barusan sampai bertanya. Tak biasanya anak ini membawa kendaraan roda empat ke sekolah.

"Gue mau jemput Bang Zeno. Lo pada kumpul aja di bascam. Nanti sore gue segera ke sana."

"Bang Zeno? Bang Zeno ada di Indonesia? Kapan datangnya, wa ey?" tanya Jali beranak-pinak.

"Kemarin--"

"Woi, gaes!" Terdengar teriakan Budi dengan logat sundanya. Cowok kurus itu mendatangi ketiga temannya di depan mobil hitam milik Zain.

"Hari ini anak-anak ZAGGAR nantangin anak-anak PARPATI balapan." Suara Yudi masih ngos-ngosan.

"Di sirkuit mana?"

"Balap liar boy!" imbuh Yudi pada Zain.

"Gue gak setuju," sambar Joan yang entah dari kapan mendengar percakapan mereka.

"Kita terima tantangannya! Hubungi anak PARPATI yang lain!" Tajam Zain seolah memanas Joan.

"Tapi Zai? Kita udah sepakat gak balap di jalanan--"

Zain kelihatannya memang sedang kesal kepada Joan. Terlihat sekali sedari tadi Zain terus mengabaikan Joan. Ia masuk ke dalam mobil begitu saja setelah mengucapkan katanya. Sedangkan Joan, pendapatnya tak digubris Zain sedikitpun.

Deo menepuk pundak Joan. Mereka tahu penyebab Zain kesal pada Joan lagi-lagi karena cewek.

"Kita bisa bicarakan ini sama anak-anak."

"Iyo, Jo. Tapi apa ente gak kangen balapan di perempatan sana?" Jali berseloroh.

"Aing yeuh nu kangen mah. Kangen pisan." Budi mencoba menghibur Joan.

***

"Oee!"

"Oee!"

Tersentak saat mendengar suara mualan cewek dari kursi belakang. Lantas Zain menengok.

Betapa terkesiapnya dirinya saat mendapati adik kelas rese yang akhir-akhir ini sering menggangunya. Cewek itu terlihat keleyengan dan memuntahkan sesuatu di kursi mobilnya yang padahal baru saja keluar dari tempat pencucian mobil.

"Ngapain lo ada di mobil gue?!" Zain bertanya bersamaan dengan nada membentak.

Prita menepuk-nepuk pipinya. Ia tidak boleh pingsan di sini. Tujuannya hanya untuk mengambil kalung keberuntugan miliknya yang Joy berikan bukan pingsan di sini karena mabuk. Ya, Prita memang tidak tahan naik mobil. Sekejap saja ia berada di sini sudah merasa mual dan pusing.

"Kembaliin kalung gue!"

"Oee!" Prita mual lagi.

"Eh! Jangan muntah di sini!" Kepala Prita ditepis kasar hingga hampir terjungkal ke belakang. Zain memang sangatlah kasar.

Prita mulai merangkak dan duduk di kursi depan bersampingan dengan yang punya mobil. Ia mengotak-ngatiktas Zain.

Jantung Zain hampir loncat melihat mobil hampir menambraknya. Untung saja ia segera mengelak.

"Bahaya woi!"

"Se-sekalian ganti lipstick ibu gu-gue yang lo injek ampe han-hancur minggu lalu dan yang tadi!"

Plak!

Zain merebut tas miliknya dari jangkauan Prita.

Aksa Prita berkunang-kunang melihat kalung berlogo singa ada di leher Zain. Tak menunggu lama, Prita langsung meraup leher Zain.

Zain mencari cela agar bisa memberhentikan laju kendaraannya. Jalannan sedang ramai, membuat Zain tak bisa berbuat demikian.

"Bahaya!" ronta Zain saat melepas tangan Prita yang terasa dingin di lehernya.

"Oee!" Tangan Prita melemas dan tak bisa meraih kalungnya. Ia tertidur di paha Zain dengan mata merem melek. Keringat mulai bercucuran.

"Akh, bego! Ngapain pake pingsan dipangkuan gue segala sih?!"

"Pu-pusing ...."

"Turunin gue...."

Kondisi Prita benar-benar lamah saat itu.

"Ck, brengsek lo!" umpat Zain yang benar-benar geram dengan kehadiran Prita.

Set!

Tangan Prita merambat kalungnya hingga kepala Zain ikut terbawa dan tak sengaja mencium kening Prita yang sekarang pingsan sungguhan. Sementara mobilnya terus melaju hingga akhirnya sesuatu hal terjadi di jalan perempatan itu. Jalan yang dulu di keramati sebagai jalan terkutuk. Jalan yang menjadi saksi bisu atas sumpah yang Prita ucapkan pada malam itu. Malam gerhana bulan merah yang tak ada satu orang pun yang tahu.

BRUAK!

***


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status