Orang-orang berhamburan menghampiri mobik BMW milik Zain. Mereka membuka pintu mobilnya dan menarik sang pemilik dari mobil tersebut. Sedangkan Prita sudah keluar duluan dan memuntahkan isi perutnya. Dari kecil Prita memang tidak kuasa apabila berlama-lama di dalam mobil. Jangankan naik, mencium aroma mobil saja kadang membuatnya suka mual dan pusing tiba-tiba.
Saat Prita mendongak, ia tampak tak asing dengan tempat ini. Ini adalah jalan di mana ia dan Zain bertemu kemarin malam. Tetapi anehnya saat ini Prita tak nampak pohon besar yang Prita lihat malam itu.
Prita membersihkan mulutnya dengan tangan dan melihat seorang wanita dengan dandanan ala orang pintar masuk ke mobil, sebelumnya, wanita itu memberikan senyuman yang sulit diartikan oleh Prita.
"Neng, gak apa-apa?" tanya bapak-bapak heboh memeriksa keadaan Prita.
Saat itu juga Prita baru tersadar bahwa dirinya dan Zain menambrak mobil orang dari belakang.
"Eh, g-gak apa-apa, kok, Pak." Prita menelusuri jalanan, ingin mencari seseorang yang telah ditabrak Zain.
"Mobil yang ditabrak sekarang ada di mana, ya Pak--"
Buk!
Prita meringis saat kepalanya ditimpuk tas miliknya oleh Zain.
"Untung aja nyawa gue gak melayang! Perbuatan lo ini udah membahayakan nyawa orang tau, gak?! Dasar sialan!" umpat Zain. Cowok itu mungkin terkejut dan masih syok. Zain pergi dengan mobil yang menjemputnya. Kondisi keduanya memang tidak terlalu menghawatirkan, sebab hanya terkena benturan sedikit saja.
Prita hanya mengulang kalimat yang diucapkan Zain dengan bibir maju beberapa senti. Setelah itu ia meminum sebotol air mineral yang diberikan warga yang menolongnya.
"Lagi bertengkar dengan pacarnya, ya Neng?"
"Pacarnya kejam banget, masa Mbaknya di marahin."
"Yang sabar ya, Neng."
Prita jadi bingung sendiri mendengar tanggapan mereka. Ia langsung minta diri untuk pulang ke rumahnya.
***
"Makanya Pri, kalo jalan tuh liat-liat. Masa tiang listrik kamu tabrak." Resti terus mendumel seraya terus mengompres lebam di kening putrinya. Mulutnya tak berhenti nerocos membuat Prita tak tahan ingin enyah. Namun, walaupun ibunya sangat rewel ia sangat bersyukur selalu bisa bersama dengannya.
Sebenarbya ia terpaksa berbohong. Ia tidak mau membuat ibunya khawatir jika mengetahui dirinya baru saja kecelakaan kecil. Ia takut ibunya langsung panik dengan embel-embel akan membawanya ke rumah sakit. Prita tidak mau itu terjadi.
Setelah mengkompres lebam dikening Prita, tangan Resti meraih telinga Prita dan menariknya hingga anak itu meringis.
"Aaww! Ibu kok jewer kuping Prita, sih?"
"Sekarang kamu ngaku? di mana lipstik-lipstik ibu?"
"Hah lipstik? Eggak tahu, Bu."
"Alah, gak usah berpura-pura lagi. Ibu sudah tahu. Setiap pagi bibir kamu merah pasti pake lipstik ibu 'kan."
Jleb!
"Masih sekolah udah berani dandan kayak yang mau kondangan! Ibu tahu kamu sering ambil lipstik ibu dan kasih ke ponakannya untuk si Iren!"
Ini yang lebih jleb dari semua yang sudah diketahui Resti. Darimana ibunya tahu bahwa tantenya Cici yang menyuruh mencari rahasia benda yang sering Resti pakai itu? Prita misem-misem sambil menggeser bokongnya agar perlahan menjauh.
"Maaf ya, Bu. Prita jual merek lipstik ibu!" teriak Prita setelah berhasil kabur.
Resti tersenyum smirk. "Mana mungkin si Iren nemu lipstik yang kaya aku? Wong aku bikin sendiri." Tertawa keras.
***
"A' Yudi bangun atuh, Nak. Di luar sudah ada teman kamu."
Lelaki itu malah mengeratkan selimutnya seolah suara ibunya hanya ada dalam mimpi. Yudi sangat sekali malas bertemu dengan siapa pun untuk malam ini. Ia hanya ingin beristirahat sesudah tadi beberapa orang membanting tubuhnya.
Ya, sore tadi tiba-tiba saja acara balapan yang akan dimulai malah berubah menjadi perkelahian sengit antara Zaggar dan Parpati. Semua ini gara-gara ketidak hadiran Zain di lokasi. Zaggar menganggap ketua dari Parpati tidak ada nyali dalam menerima tantangan padahal sejatinya tadi sore Zain dilarang keluar karena baru saja ia kecelakaan. Meskipun tidak ada hal serius, Zeno tetap khawatir jika Zain ikut balapan di saat seperti ini.
Brak!
Lancang. Ya, pria bertubuh tinggi itu masuk begitu saja ke kamar Yudi. Sang ibu pergi keluar untuk mengambil obat setelah Zain datang.
Zain membuka selimut Yudi. Mulutnya tampak setengah terbuka. Cukup terkejut dengan lebam di paha hingga perutnya.
"Aduh, ibu. Yudi mau istirah--"
"Eh, Zain ...." Yudi nyengir kuda ketika mengetahui Zain ada di sini.
"Zaggar yang lakuin ini?" Tatapannya menohok.
"Saha dei?"
"Brengsek!" Ia merapatkan giginya menahan amarah.
"Mereka ketawa karena maneh gak datang Zai. Apalagi si borokok yang namanya Danu. Udah merasa menang aja."
"Sialan!" Tanggap Zain semakin kesal.
***
"Pamali tau Pri kalo yang polesin masker itu gue. Lo 'kan mau tidur jadi roh kita tuh sering jalan-jalan kemana-mana. Terus nanti pas dia liat wajah lo yang cemong dia gak bakal ngenalin raga lo dan roh lo mungkin aja nyasar ke raga orang lain. Mau lo kayak gitu?"
"Ah, masih aja percaya hal begituan. Udah cepetan maskerin wajah gue, habis ini lo gue izinin balik." Tentu Prita masih menggunakan akal sehatnya. Yang dibicarakan Cici sama sekali tidak masuk di akal.
Prita berbaring. Bersiap untuk diolesi masker madu bercampur yogurt. Cici mengembuskan napas dan menurut saja.
Di tempat lain, Yudi dan Zain saling berdebat mengenai siapa yang paling memikat.
"Ganteng doang, tujuh belas tahun menjomblo!" sindir keras Yudi.
"Emang lo gak jomblo?" Membalas dengan wajah datar.
"Jomblo sih, tapi aing teh pernah punya pacar. Emang bos besar cuma ganteng doang tapi gak laku-laku--" Yudi segera Menutup mulutnya saat Zain menatapnya tajam. Beginilah jika bercanda dengan Zain, siapa pun harus hati-hati dengan mata elangnya.
"Lo gak lihat setiap pagi di meja gue banyak hadiah-hadiah dari siswi di sekolah? Sayangnya kita baru kenal pas SMA. Lo gak tau aja sejak Tk sampai SD gue udah sering ditembak cewek," timpalnya membuat Yudi kalah telak. Ya, siapa juga yang bisa meragukan ketampanan Zain Mahesa Andara. Sekali lirik mereka langsung tertarik.
"Sini muka lo gue coret pake spidol!" Zain menarik wajah Yudi mendekat.
Yudi secara tiba-tiba juga membuat wajah Zain khas eropa itu dipenuhi coretan tidak jelas. Mungkin jika bukan karena sedang ada masalah sama Joan Zain tidak akan datang ke sini untuk mendengar kabar anak-anak PARPATI. Walaupun terkadang Yudi sering kekanak-kanakkan, tetapi jika ada masalah di antara keduanya ialah yang jadi penengah.
Sudah hampir pukul sepuluh malam, Zain pamit. Di luar Zeno sudah menjemput dirinya. Zain sangat menyayangi beliau, sebab sedari kecil Zeno sudah dianggap kakak kandungnya sendiri begitupun apa yang Zeno rasakan pada Zain. Mereka tumbuh bersama sejak ibu Zain tiada.
"Muka lo udah kayak kucing garong aja tau gak!" Zeno cukup terkejut melihat penampakan Zain saat masuk mobil.
"Kucing garong berwajah tampan?"
"Yang manamnya kucing mau tampan atau kagak kelihatannya tetep aja kucing. Ada-ada aja lo."
Sang empu hanya menggedikkan bahu tak peduli. Zain mencari-cari tisu di sekitar, tetapi takjumpa.
"Gak ada sapu tangan atau tisu. Udah nanti aja di cuci muka lo di rumah. Lagian permainan kalian itu kayak anak Sd tau gak. Norak!"
"Gue cuma mau lebih dekat aja sama Yudi. Lo tahu kan dia sering jadi peredam amarah gue kalo lagi kesel sama Joan."
"Ooh, ceritanya lagi kesel sama Joan? Apa karena kedatangan Joy?"
"Udahlah gue males omingin beginian!" Zain berbalik ke arah jendela. Melihat jalanan yang lumayan sepi.
***
Sayup-sayup suara seseorang masuk ke gendang telinganya. Ia perlahan membuka kelopak matanya. Lalu pandangannya mulai jernih setelah beberapa saat."Wah, apa gue lagi mimpi?" Prita mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar yang tampak mewah.Ia beranjak dari kasur dan mulai mendatangi meja make up yang hanya terdiri dari lotion, minyak rambut dan parfum saja."Ini mah buat cowok semua," desahnya. Kemudian terduduk pada bangku dan memandang wajahnya ....Prita langsung menjerit ketakutan ...."Aaa!""Wajah gue kenapa jadi kayak gini?""Wah, ini mimpi buruk si!" Ia langsung kembali ke ranjang dan memejamkan matanya. Di cermin tadi wajahnya berubah menjadi seseorang yang familiar tetapi ia tak ingat wajah siapa ini.Prita memaksakan dirinya untuk tertidur kembali. Namun nihil, ia tak bisa jatuh ke alam tidurnya."Wah gawat nih. Apa jangan-jangan gue terjebak di alam mimpi?"Untuk memastikan Prita mencoba menampar pipinya sendi
Yudi tampak menimang-nimang apa yang akan mereka lakukan, sebab jarang sekali cewek yang menjadi target mereka."Mmm, kita apain, yah?"Deo dan Jali masih menahan tubuh seseorang dalam karung yang mereka duduki di kursi kudang yang tampak sudah usang termakan waktu."Gelitikin aja gimana?" Jali menautkan alis."Ini cewek bro ... sensitif kalo main raba-raba aja.""Gagabah maneh teh!" Semprot Yudi pada Jali."Eh! Eh! Buka dulu karungnya. Kasian dia kehabisan napas atuh!"Napas Zain terdengar ngos-ngosan setelah Jali dan Deo membuka benda yang menutupi dirinya."Kurangajar?!" Zain berontak dan menendang lutut Yudi yang sedang duduk berhadap-hadapan dengannya.Kedua cowok itu makin mengeratkan tali yang mengikat Zain. Mereka terkejut dengan tenaga yang barusan dikeluarkan cewek itu, sampai-sampai hampir saja Yudi terjungkal."Wah, buas nih! Gawat atuh ieu mah ...." Yudi mengelus dada."Ngapain kalian ngarungin
"Matematika 'kan pelajaran favorit lo Zai. Kok, bisa-bisanya lo nyontek sama si Jaki?"Deo dan Jali sibuk mengipas-ngipasi keringat Prita yang bercucuran setelah tadi gadis itu ketahuan mencontek dan disuruh lari keliling lapangan sebanyak tujuh kali. Ternyata guru kelas 12 lebih menakutkan daripada guru BK. Dan ini menjadi pengalaman pertama seorang Prita dihukum."Yang kenceng!" perintah Prita."Ternyata enak juga jadi dia. Punya pelayan yang siap gue suruh apa pun. Rasain kalian. Ini akibatnya karena udah berusaha mengintimidasi adik kelas." Lagi-lagi Prita menyergah dalam hati dengan penuh kepuasan."Eh, ngomong-ngomong si Joan mana, ya?" Deo mulai cari-cari pandang ke setiap sudut lapangan hingga koridor."Lagi sama si Joy kali. Lagian hubungan mereka itu gak jelas masih aja dipertahanin.""Si Joy cantik-cantik kok buaya, yah. Si Joan juga bego. Masih mau aja sama tuh cewek.""Sut! Sutt! Orangnya datang." Jali berbisik heboh.Joan
"Udah sekarang lo balik ke rumah lo! Dan gue kembali ke rumah gue. Siniin kunci motor gue! Gue gak mau pake motor butut lo lagi!""Tapi 'kan raga kita masih ketuker. Apa mereka bakal--""Gue tinggal bilang kalo gue kena kutukan gara-gara lo--""Enak aja! Ini bukan karena gue ya. Ini itu udah takdir alam. Gue yakin alam semesta ini bakalan kasih petunjuk dengan apa yang udah terjadi ini."Zain mendecih sinis, "Cih, bahasa lo!"Mata Zain teralihkan pada lebam di wajah Prita. "Obatin luka itu! Gue gak mau wajah gue yang tampan rusak. Lo harus tanggung jawab." Zain melesat setelah menaiki kendaraan mewah yang sudah ia rebut kembali dari Prita.***Pintu rumah Prita tampak masih tertutup rapat. Tandanya sang ibu masih belum pulang ke rumah.Ia langsung merebahkan tubuhnya pada kasur empuk nan nyaman. Prita memandang langit-langit dengan pikiran berkecamuk."Apa si yang udah gue lakuin? Kenapa gue bisa berubah gini?""Apa iya gue
Kelap-kelip lampu yang mengambang di kolam renang mengalihkan perhatian Prita yang baru saja masuk.Mulutnya menganga melihat kemewahan acaranya. Ternyata Zain ini benar-benar keturunan orang kaya."Zai!" panggil seorang gadis yang tampak cantik dengan gaun putih selutut.Tiba-tiba gadis itu bergelayut pada tangan Prita."Kamu datang, Zai?" Joy tersenyum.Prita kaget setengah mati mendapati Joy yang sedang memeluk tangannya.Prita tampak bingung sendiri saat Joy membawanya ke hadapan orang-orang berpakaian serba rapi dan gelamour."Anak Papa tampan sekali," kata pria yang entah siapa, Prita tidak mengenalinya.Yang lebih membuat Prita terhenyak adalah kehadiran Danu. Cowok itu berdiri di belakang Delon dengan wajah sinis. Lalu, perempuan di sebelahnya juga nampak tak suka dengan Prita yang bertubuh Zain.Sesaat kemudian, Delon melambaikan tangan kepada seseorang di belakang Prita. Prita menoleh dan lagi-lagi
Bersedekap dada dengan wajah ditekuk, itulah yang sedang Pinka lakukan ketika melihat sosok Prita berjalan melewatinya.Tak butuh waktu lama, Pinka langsung menarik tubuh Prita dari belakang. Ia dan kedua temannya menyeret gadis itu ke dalam toilet."Ngapain si lo, akhh ... lepasin!" rontak Zain brutal.Plak!"Kurangajar! Dasar cewek gak tau malu! Apa maksud lo hancurin acara pertunangan Kak Joy dan Zain?" tanya Pinka galak.Zain menyunggingkan bibirnya lalu meludah. "Cuih, peduli apa lo?"Zain tahu Pinka tidak suka dengan dirinya, ia tidak pernah berpihak padanya dan buktinya Pinka tidak mau mengakui Zain sebagai saudaranya, karena Zain tahu Pinka malu mempunyai saudara anak haram seperti dirinya.Pinka makin dibuat geram dengan tingkah Prita yang sebenarnya adalah Zain. Ia menjambak rambut panjang cewek itu dan memberikan tatapan tajam."Makin hari lo makin berani ya, sama gue!" Tekan Pinka."Dev, ambilin a
"Mau kemana? Sekarang lo gak bisa kemana-mana.""Mau ngapain si lo pada, gak ada kerjaan banget bully gue terus. Kurang kapok gue Jambak? Apa perlu gue buat darah keluar dari tubuh kalian?" Sorot Zain tajam.Mereka semua malah tertawa tanpa rasa takut. "Tutup bacot lo, ada seseorang yang ingin ketemu sama lo!""Siapa?" Sinis Zain."Kak Joy!" Pink tersenyum miring. Setelah Joy masuk pink cees keluar. Joy mendekati Zain di pojokan sana, ia sedang memerhatikan Joy yang tidak bisa ditebak."Ngapain lo ke sini?" Jutek Zain.Joy mengukir senyum di bibirnya."Kenapa si Pria? Kamu ada dendam apa?" Joy tampak mengelus rambut Zain.Beberapa saat kemudian Joy menjambaknya."Akkk, sakit bangsat!" ronta Zain. Tawa dari Joy mulai terdengar."Sakit ya, lebih sakit mana saat lo hancurin acara tunangan gue sama Zain. Lo itu siapanya Zain si? Lo gak berhak masuk ke kehidupan Zain anak kampungan!"Zain menyunggingkan seny
Mulai saat ini Cici menjauh dari Prita. Ia yakin cewek di sampingnya ini sebutnya adalah Zain. Karena dari sejak beberapa Minggu yang lalu sikap Zain yang menghawatirkannya sama persis dengan Prita.Zain menoleh pada Cici yang sedang memperhatikannya. Ia melotot tajam membuat Cici segera melihat ke papan tulis lagi."Mimpi apa gue harus satu bangku sama ni monster," batin Cici merasa takut.Di sisi lain, Prita tidak masuk sekolah, karena ia sedang mendatangi tempat kecelakaan antara dirinya dan Farel waktu lalu."Perasaan tempat ini gak keramat. Terus penyebab jiwa gue nyasar kenapa?" Prita melihat hanya melihat beberapa pohon yang sekarang di isi oleh pedagang.Refleks Prita melihat seorang wanita yang tampak berpakaian aneh sedang melihatnya sambil tersenyum miring.Wanita itu segera menyebrang jalan saat terciduk oleh Prita."Hei! Mau ke mana?" teriak Prita. Ia segera mengejar wanita tersebut.Wanita itu tetap berjalan cepat