Share

Bab 6

Yudi tampak menimang-nimang apa yang akan mereka lakukan, sebab jarang sekali cewek yang menjadi target mereka.

"Mmm, kita apain, yah?"

Deo dan Jali masih menahan tubuh seseorang dalam karung yang mereka duduki di kursi kudang yang tampak sudah usang termakan waktu.

"Gelitikin aja gimana?" Jali menautkan alis.

"Ini cewek bro ... sensitif kalo main raba-raba aja."

"Gagabah maneh teh!" Semprot Yudi pada Jali.

"Eh! Eh! Buka dulu karungnya. Kasian dia kehabisan napas atuh!"

Napas Zain terdengar ngos-ngosan setelah Jali dan Deo membuka benda yang menutupi dirinya.

"Kurangajar?!" Zain berontak dan menendang lutut Yudi yang sedang duduk berhadap-hadapan dengannya.

Kedua cowok itu makin mengeratkan tali yang mengikat Zain. Mereka terkejut dengan tenaga yang barusan dikeluarkan cewek itu, sampai-sampai hampir saja Yudi terjungkal.

"Wah, buas nih! Gawat atuh ieu mah ...." Yudi mengelus dada.

"Ngapain kalian ngarungin gue? Yang seharusnya kalian karungin itu cewek itu?!" protes Zain yang bermaksud menargetkan Prita.

"Cewek yang mana? Orang Zain nyuruh kita itu elo!"

"Udah deh, glitikin aja sampe nangis. Yang penting 'kan kita udah ngasih pelajaran ke ni orang," timpal Jali final.

"Lo sentuh gue, gue bakalan ngeluarin kalian dari PARPATI?! Cepat lepasin gue!"

Ruangan langsung bergemuruh dengan tawa ketiga cowok itu. Deo mendekatkan wajahnya pada Zain.

"Memangnya lo siapa? Pacar Zain? Jika pun ia, kami gak akan nurut kecuali sama ketua Parpati!"

"Cih, gue ini Zain goblok!" umpatnya.

"Haha, sejak kapan Zain berubah jenis?"

"Udah gaes, mari beraksi! Cewek ini ternyata emang ngeselin!"

Sebelum mereka bertindak tiba-tiba pintu gudang terjeblak. Cici datang dengan sebuah sapu ditangannya juga ada Joan di samping gadis itu.

"Lepasin temen gue!" Cici bersiap untuk menyerang mereka. Sedangkan Joan berjalan santai dan berkata,

"Kalian gak ada kerjaan lain apa selain gangguin cewek ini? Prita punya masalah sama Zain bukan sama kalian."

"Zain yang nyuruh Jo."

"Kami bertiga cuma bantuin Zain--"

"Lepasin temen gue!" ulang Cici berteriak.

Ketiganya hanya saling menatap secara bergantian. Joan dengan gesit melepas tali yang melilit tubuh Zain. Wajah Zain menatap sinis ke arah Joan.

***

Tak berapa lama Cici kembali ke kelas. Ia cukup terkejut dengan kehadiran Zain di bangku Prita.

Tadi sebelum kembali ke kelas, Cici berpisah dengan Prita. Temannya itu terlihat cuek padahal baru saja Cici membantunya. Boro-boro berterima kasih, berbicara basa-basi pun tak ada.

"Waduh gawat nih," batin Cici seraya terus berjalan ke bangkunya.

Cling!

Cowok itu malah tersenyum dengan menunjukkan rentetan giginya yang putih ke pada Cici yang sekarang jantungnya mendadak maraton.

"Dari mana? Lama amat."

"E' gue, Kak?" Cici menunjuk dirinya sendiri untuk memastikan. Ia semakin dibuat gugup.

Tak berapa lama kegugupan Cici akhrinya berakhir. Bu Wida masuk kelas dan menyapa semua murid.

Cici masih celingak-celinguk menunggu Prita. "Wah, telat tuh anak."

"Zain?" Bu Wida mendekat.

"Ngapain ada di kelas sebelas?"

Saat itu juga Prita langsung menepuk jidatnya. Kenapa lagi-lagi ia lupa? Ia 'kan bukan Prita lagi.

Tanpa menjawab pertanyaan dari Bu Wida Prita langsung bergegas ke luar dengan terbirit.

Ketika di luar ia bertabrakan dengan sang pemilik raga yang atmanya tinggali ini. Prita yakin, Zain juga di usir dari kelasnya sendiri.

"Urusan kita belum selesai?!" Tajam Zain dengan pandangan membidik.

"Yeuh ... mau marah-marah gak jelas lagi sama gue?" cecar Prita tak kalah tajam. Mereka pergi ke arah berlawanan.

Setibanya di kelas Zain langsung di suruh duduk oleh Bu Wida, karena kelas akan segera dimulai.

Cici buru-buru menggeser kursinya mendekati temannya itu. Ia berbisik-bisik di tengah materi yang sedang dijelaskan guru di depan.

"Eh, eh! Tadi Kak Zain ada di kelas kita. Tau gak, mukanya itu nyeremin banget kayak anak konda."

"Kalau bukan karena dia ketua PARPATI udah gue jambak tuh rambutnya. Gemes gue Pri, pagi-pagi udah bikin anak orang terintimidasi aja--"

"Apa lo bilang? Gue kayak anak konda?" Geram Zain. Sudah jelas-jelas orang yang sedang dibicarakan Cici ada di sampingnya, cewek itu malah terus mengumpati nama Zain dengan nama binatang.

"Bukan elo Pri, tapi si Zain. Euh dasar Zain monyet! Drakula! Anj--" Cici segera menutup mulutnya saat Bu Wida mengalihkan pandangan padanya.

Zain terdiam menahan kekesalan yang hampir membuat ubun-ubunnya meledak. "Ooh, jadi lo suka ngatain gue? Awas aja ya kalian. Kalo bukan karena gue ada di tubuh cewek sialan ini, lo juga bakal gue jadiin mangsa, bego." Zain membatin.

Di sela-sela materi yang masih belum selesai Bu Wida terangkan, Cici masih saja tak berhenti mengiceh. Dan mungkin ini sudah keempat kalinya Cici berganti topik.

"Yaampun, Ci. Bibir lo pucat banget. Lo gak pake lipstik ibu lagi apa? Eh, ngomong-ngomong kemarin tante gue beli lipstik yang sama dengan merek yang lo tunjukin dan ini yang kelima kalinya lipstik yang Tante Iren beli gak sama warnanya. Aneh gak sih? Sama mereknya tapi lipstiknya berbeda?" celotehnya. Ia mulai mengeluarkan benda yang isinya cairan merah muda berbentuk gel secara diam-diam.

"Nih, olesin dulu bibir lo. Mumpung Bu Wida masih nerangin materinya."

Zain mendelik. Merapatkan giginya lalu berujar," Ngapain gue pake begituan? Gue masih normal!" bisik Zain penuh penekanan.

"Lo kenapa sih, Pri. Kok jadi aneh gini sikapnya? Lo lagi PMS, ya?"

***

Hari ini di kelas 12 sedang ada latihan soal-soal untuk menghadapi ujian di semester genap nanti. Semua siswa terfokus pada angka-angka yang jadi sarapan paginya.

Sementara di sisi lain, Prita kebingungan sendiri dengan soal-soal di depan matanya. Tentu ini bukanlah tugasnya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang harus ia lakukan.

"Duh, mana gue tau ... materi ini di kelas sebelas belum diajarin."

Beberapa siswa ada yang sudah mengumpulkan kertasnya.Sedangkan Prita belum mengisinya dari nomor satu pun.

Mata Prita mulai curi-curi pandang ke yang lain. Tepatnya pada siswa berkacamata di sampingnya yang entah siapa namanya.

"Mau nyontek yah?" tanya cowok itu hati-hati. Sesekali membenarkan kacamatanya yang melorot.

"Emang boleh?" jawab Prita tak kalah pelan.

Dengan gamblangnya pria itu memerikan semua jawabannya secara percuma. Prita segera mencatatnya secepat kilat.

"Walaupun ini cuma latihan uji coba, Bapak tidak mau ada yang mencontek!" sindir Pak Arga.

Cowok berkacamata wanti-wanti takut ketahuan. Ia masih berjaga-jaga agar Pak Arga tidak melirik ke sini.

"Udah belum, Zai?"

"Tar lagi beres, kok."

Mata Pria yang ada di samping Prita seakan mau keluar saat ia melihat Pak Arga sudah berjalan mendekati bangku mereka.

"ZAIN MAHESA?" gertak Pak Ardi menglihkan semua pandangan seisi kelas.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status