Share

Dendam Birahi Penakluk Hati
Dendam Birahi Penakluk Hati
Penulis: Rosenorchid

Pertemuan pertama

"Saya mau dilayani dia," Seorang pria berwajah tampan dengan mata ditutup dengan kaca mata hitam sedang berbicara dengan seorang pelayan restoran. Dagunya dimajukan menunjuk satu arah.

Pria itu masih duduk di tempatnya, tangan dilipat di dada sambil matanya tak lepas dari memandang seorang pelayan yang sedang mengambil order di meja ujung.

"Sebentar ya pak."

"Hmmmm." Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Delia melangkah menyusul Dinar yang juga baru selesai mengambil order dari pelanggan di meja 15.

Delia menghampiri Dinar yang baru saja meninggalkan meja paling ujung. Mereka berjalan menuju ke meja catering dan meletakkan kertas orderan dari meja para pelanggan itu disebuah papan kecil dan ditancapkan dengan paku yang sudah di khususkan untuk kertas orderan.

"Di, meja nomor 3 minta kamu yang ambil orderan." Delia berbisik pada Dinar.

"Tadi kan kamu sudah di meja itu, Del."

"Tapi dia nggak mau order dulu, nunggu kamu katanya."

Kening Dinar berkerut, heran dengan permintaan pelanggan itu, tidak biasanya seperti itu.

"Udah pergi sana, ingat pembeli itu raja."

"Heran aja sih, nggak biasanya ada pelanggan memilih."

"Naksir kamu mungkin."

"Lagi lah nggak mungkin. Aku ke sana dulu."

Delia mengangguk membiarkan Dinar pergi menuju meja nomor 3.

Kaki diatur menuju ke meja nomor 3, dadanya agak berdebar melihat sosok pria muda memakai kaca mata hitam sedang duduk tegak fokus pada HP di tangan.

"Selamat siang pak, sudah buat pesanan? silahkan bapak bisa melihat daftar menu di sini."

Dinar menyodorkan buku menu kepada pria itu dengan sopan.

Dirham yang dari tadi mencuri pandang pada Dinar lewat kacamata hitamnya tersenyum sinis. Ini rupanya dia.

Sudah tersusun banyak rencana di kepalanya saat pertama kali melihat sosok gadis yang selama ini dicari dan diselidiki.

Hatinya ingin marah ketika mengingat kejadian 6 bulan yang lalu, tidak bisa dibiarkan. Semua harus terbalaskan.

"Pak, silahkan." tersentak dengan suara gadis didepannya membuat tangan kanan Dirham menyenggol gelas kaca berisi air putih di depannya. Gelas itu jatuh ke lantai.

PRANG!!!!

Dinar tersentak.

Dia gugup dan gemetar.

"Maaf pak, saya nggak sengaja mengagetkan bapak, biar saya bersihkan."

Dirham hanya kaku menatap kepergian Dinar, tangannya mengambil beberapa lembar tisu di atas meja, dia menunduk sedikit membersihkan percikan air yang mengenai kain celana bagian bawahnya. Dinar sudah berdiri di sebelah pecahan kaca di lantai sambil membawa sapu dan serokan sampah. Dirham hanya diam memperhatikan tangan gadis itu cekatan mengambil semua pecahan kaca di lantai satu persatu.

"Auch," Jari tangan Dinar berdarah terkena pecahan kaca yang mau di ambil.

"Are you okay?"

Dirham bersuara melihat Dinar meringis kesakitan.

"Iya pak saya_ saya nggak apa-apa."

Reflek tangan Pria itu meraih selembar tisu dan dia duduk jongkok di samping Dinar, tangan gadis itu dipegang lalu jari yang berdarah diusap pakai tisu.

"Hati-hati."

"Sudah pak, biar saya buat sendiri, terima kasih."

Dinar gugup menerima perlakuan dari pelanggan baru tempatnya bekerja itu.

Dia segera berdiri, tidak mau menarik perhatian pelanggan lainnya.

Dinar membawa sapu dan serokan berisi pecahan kaca itu kebelakang. Beberapa menit kemudian dia kembali di meja Dirham berada.

"Saya pesan salmon scrambled dua porsi ya, minumnya ice lemon tea dua dan machiato 1."

"Baik pak dalam 5-10 menit siap."

"Oke."

Delapan menit berlalu, Dinar datang membawa nampan berisi pesanan Dirham.

"Duduk dan temani saya makan." Dinar kaget, pasti dia salah dengar.

"Silahkan menikmati pak."

"Kan saya bilang duduk temani saya makan."

Eh! siapa dia, seenaknya saja suruh-suruh orang.

"Maaf pak ini jam istirahat saya."

"Ini jam makan siang mu kan?"

"Saya masih banyak kerja di belakang."

Dirham memanggil Edo yang kebetulan lewat di sebelahnya. Edo berhenti di samping Dinar, sorot matanya seolah bertanya, 'ada masalah apa?'. Dinar sudah berdebar dari tadi ini di tambah lagi Edo yang datang. Aduuuh masalah bener.

"Maaf, bisa saya ketemu dengan supervisor di sini?"

"Saya sendiri pak, ada masalah apa ya?"

"Wah, kebetulan. Jam makan siang staf anda ini jam berapa?"

Edo mengerutkan dahi, aneh dengan pertanyaan dari pria berkarisma di depannya.

"Ini memang jam Dinar break pak."

"Tuh kan? berarti tidak masalah kan kalau dia saya traktir lunch sekarang. Dia teman saya."

"Itu bisa bapak bicarakan dengan orangnya, Dinar Azalea, kamu bisa break sekarang, permisi pak."

Dinar mengangguk dan Edo pamit pada Dirham dia menuju ke dapur tempat para staf melakukan kesibukan masing-masing.

Teman?

Sejak kapan?

Dinar masih diam, matanya meliar mencari alasan yang bisa dipakai untuk menghindar. Kenal juga tidak kenapa pria ini bersungguh-sungguh mengajaknya makan bareng. Perasaannya jadi tidak enak.

"Jangan banyak berfikir dong, aku cuma mau menebus rasa bersalah ku tadi, gara-gara aku jarimu terluka."

"Tapi pak kita tidak saling kenal," Dinar masih berdiri memeluk nampan di dadanya.

"Jadi, mari kita kenalan. Aku Dirham."

Dirham mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh gadis di depannya. Dinar enggan menyambut uluran tangan itu. Tapi dia melihat beberapa mata sudah memperhatikan mereka berdua.

Dengan berat hati Dinar menjabat tangan Dirham dengan gemetar, meski mata pria itu di tutup dengan kaca mata hitam tapi dia bisa merasakan mata itu tajam menatapnya.

"Saya Dinar, Dinar Azalea."

Tangan di tarik segera setelah memperkenalkan diri. Dirham tersenyum manis.

"Duduklah, aku traktir kamu lunch. Kita berteman sekarang."

Dinar hanya diam tidak menggeleng ataupun mengangguk tapi dia duduk juga akhirnya.

"Tangannya masih sakit?"

"Sudah tidak lagi, pak."

"Aku kelihatan tua ya?"

"Emmmmm, tidak pak."

"Jangan panggil saya bapak please, saya jadi kek ngobrol dengan anak sendiri." Senyum terbit di bibir Dirham, terasa lucu dengan kalimatnya sendiri.

"Mari makan"

Dirham meletakkan satu piring salmon scrambled dan gelas berisi air minum di depan Dinar. Dalam hati Dinar membaca bismillah sebelum memulai makan.

"Sudah lama kerja disini?"

"Lumayan, sudah mau setahun."

"Asli dari mana, atau orang Jakarta sini?"

"Aku dari Jogja."

"Orang Jogja rupanya."

"Iya, kamu?"

Dinar memberanikan diri. Dirham tersenyum kecil, dalam hatinya bersorak riang.

Yes! umpan mengena.

Dasar perempuan murahan.

"Aku asli sini, tapi ayah ada campuran darah Arab, dan ibu campuran darah Itali."

Pantesan saja seperti bukan asli orang sini.

Selesai makan, Dinar membersihkan meja dan hanya disisakan cawann machiato saja.

Dia mengucapkan terima kasih kepada Dirham.

Pria itu tersenyum penuh misteri.

Dinar berkerja lagi seperti biasa. Pertemuan dengan Dirham tadi memang sempat mengganggu pikirannya, tapi dia segera buang jauh semua pikiran tentang pria itu.

Sementara Dirham melangkah dengan penuh kemenangan keluar dari restoran itu .

"Ya, dan tetap awasi pria itu."

HP dimatikan setelah memberi perintah kepada lawan bicara di talian.

Pintu mobil dibuka.

Dia duduk di tempatnya.

Stereng diputar.

Senyum sarkastik mengembang di bibir.

"Sebentar aja lagi." Gumamnya pelan sambil melihat cermin pandang belakang. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Mbah Miran
blm selesai membaca.
goodnovel comment avatar
FRANKY M-Raimon Ch
banyak berubah tiba2
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status