Share

Random night.

"Oh ya?"

Benar kan? Dominic sudah gila. Kenapa dia sangat bangga mendengar pengakuan gadis kecil itu? Mengapa rasanya sangat senang menjadi yang pertama menyicipi bibir tipisnya yang begitu memabukkan.

Iya. Memabukkan. Dom tidak munafik. Entah kapan dia terakhir berciuman. Mungkin saat pemberkatan pernikahan paksa nya dengan Reina? Ah, kalau itu termasuk dalam kategori ciuman, tapi kenapa dia sama sekali tidak merasakan seperti apa yang dia rasakan barusan? Getaran-getaran dan detak jantung yang meletup-letup saat lidah mereka saling terpaut.

Hawa panas menjalari tubuh Dom kala gadis itu menatapnya tajam penuh rasa kecewa. Dia merasa tertantang ingin mencoba lagi. Apalagi posisi tubuh Dom sekarang berada di atas gadis yang belum dia ketahui namanya itu.

"Jadi, bagaimana rasanya? Apa itu membuat kamu berdebar sama seperti saya sekarang?"

"E ... eh?"

Dominic menurunkan wajahnya lagi. Mencoba peruntungan apakah gadis itu masih mau dicium olehnya.

"O ... Om! Mau ngapain??" Gadis itu memalingkan wajahnya. Yahh, gagal deh, pikir Dom. Namun dia tidak menyerah. Dia tetap dalam posisinya.

"Siapa nama kamu?"

"OM NGGAK PERLU TAU YA! SAYA NGGAK MAU TERLIBAT DALAM RUMAH TANGGA OM!!"

"Heh, kamu itu! Siapa yang mau melibatkan kamu? Kan first kiss kamu sudah saya ambil. Saya mau bertanggung jawab."

"NGGAK USAH! SAYA MAU PULANG AJA!" Gadis itu ingin bangun. Tapi Dominic malah menjatuhkan tubuhnya sehingga mengurung tubuh kecil itu sepenuhnya.

"Sudah malam! Dasar keras kepala!!"

Dominic lagi-lagi mencuri kesempatan menyatukan bibit mereka. Persetan dengan penolakan. Kepalanya pusing melihat bibir mungil itu mengomel terus. Kini bagian terpenting dalam tubuhnya seperti bereaksi dengan segala hal yang diperbuat oleh gadis cantik itu.

Hah? Cantik?

"Hhmmmpphhh."

Posisi Dominic sudah mengunci gadis itu di semua titik. Yang terutama adalah bagian pinggulnya. Menahan supaya kaki jenjang itu tidak menendangnya ke sembarang arah. Membuat gadis itu merasakan sesuatu yang ada di dalam celana trainingnya.

"Aaaaaa!!! Lepas!! Om brengsek!! Om kurang ajar!! Benci benci benciiiii!!!" Setelah Dominic melepas ciuman panasnya, gadis itu memukulnya dengan membabi buta dengan mata yang berlinang. Rasanya seperti dilecehkan. Tapi anehnya dia tidak se-ingin itu untuk melepaskan diri. Rasa yang gila. Marah tapi suka. Rasa sukanya lebih mendominasi.

"Brengsek atau kurang ajar? Satu-satu dong? Muka kamu udah lecek, nanti makin lecek kalau nangis lagi."

"Hah???!" Tangisan itu pun berhenti mendengar ada yang berani mengatakan wajahnya lecek. Benarkah?? Apakah sedari tadi dia sudah berpenampilan jelek di depan laki-laki ini?

"Mau lihat?" Dominic bangkit dari posisinya. Melepaskan tawanan yang secepat kilat menghambur menuju cermin.

"AAAAKHHHHHHHHH!!!!!!" Jeritan keras pun lolos dari bibir gadis itu. Tidak menyangka kalau wajahnya sangat hancur sekarang. Bekas air mata yang berwarna hitam lantaran maskara luntur, lalu bedaknya yang sudah cemong sana sini akibat dia terlalu banyak menyeka air matanya tadi malam.

"AAAAKHHHHH!! KENAPA BISA HANCUR GINI??!! KENAPA OM NGGAK BILANG?!!"

"Memangnya kenapa? Kamu cantik begitu."

"BOHONG!!! MULUT LELAKI TIDAK ADA YANG BISA DIPERCAYA! MANA TASSSS? TAS AKU MANAAA??"

Dominic tidak bisa menahan tawa melihat gadis itu kelimpungan mencari tasnya. Tingkahnya lucu, apalagi suaranya yang tidak terkontrol, seperti anak singa yang selalu mengaum.

"MANA TAS AKU OM??!"

Dominic pun akhirnya ikut turun tangan mencari. Mungkin benda itu terlempar atau bagaimana. Mungkin juga gadis itu tidak membawanya.

"Kamu nggak bawa tas pas saya tarik."

"HAHH??????? MAMPUS LAH!!!! HAPE AKU DI SANA OM!!"

"Sssttt ... kenapa sih harus teriak-teriak? Pita suara kamu bisa rusak!"

"OM SIH PAKAI ACARA NARIK-NARIK!! HANDPHONE, DOMPET, ID CARD AKU DI SANA SEMUA!!"

Dominic mendekat untuk menenangkan anak singa itu. Iya, dia memutuskan untuk menamai gadis kecil itu dengan sebutan anak singa. Karena kerjanya hanya mengaum terus.

"Saya cari ke luar sebentar. Kamu tunggu di sini. Di lemari itu ada kapas dan cleanser. Pakai itu dulu saja. Oke?"

Gadis itu terdiam mendengar suara lembut Dominic. Kedua bola matanya yang menggenang berubah tenang dan sayu. Ternyata om-om itu bisa lembut juga.

"Awas kalau hilang. Aku bakal tuntut Om."

"Memangnya kamu tau siapa saya makanya mau menuntut saya?"

Singa kecil itu menggeleng ragu.

"Saya Dominic. Pemilik tempat ini."

"APAAAAA????"

"Bisa tidak kamu berhenti teriak?? Awalnya saya suka teriakan kamu, tapi lama-lama telinga saya budek tau?"

"Aduhhh, telingaku kok dijewer sih???"

"Tunggu di sini! Pintunya saya kunci dari luar biar kamu nggak kabur!"

"Gimana mau kabur, barang-barang aku masih di bawah."

"Hm ... sana. Ke kamar mandi. Muka kamu sudah seperti kain pel. Jorok."

"Jorok-jorok tapi dicium terus sampai dua kali. Aneh!"

Dominic masih bisa mendengar gerutu anak singa itu saat akan keluar dari kamar. Senyum di bibirnya terkembang sambil melangkah menuju pintu.

*****

Dominic melangkah turun ke lantai dasar, dimana bar dan diskotiknya berada. Seperti yang dia katakan tadi, tempat ini adalah miliknya. Namun sudah cukup lama dia tidak menginjakkan kaki di sini, hingga masalahnya dengan Reina membuat kesabarannya habis.

Dominic bukanlah laki-laki yang berteman karib dengan dunia malam walau pun dia punya bisnis club. Dia hanya ingin menginvestasikan uangnya di segmen hiburan juga. Dia bosan berkutat dengan bisnis pulp and paper.

Manajer club menghampirinya dan menanyakan keperluannya. Dom hanya memberitahu sekilas. Ingat kan, dia tidak ingin memancing adanya gosip?

"Mari saya antar, Tuan ...." si manajer menemani Dom menuju meja bartender.

"Selamat malam, Tuan ...." petugas bartender yang tadi melayaninya memberi hormat. Tentu saja semua karyawan di sana mengenalnya, termasuk si pengantar kotak P3K tadi. Tuan Dom, si pemilik club.

"Kamu mengingat gadis yang duduk di samping saya tadi?"

"Iya, Tuan, apa ada masalah?"

"Apa dia meninggalkan tas?"

"Oh, ada, Tuan. Saya ambilkan sebentar."

Dominic tidak perlu menunggu lama. Tas itu kini sudah berada di tangannya. Tas berbentuk kotak, terbuat dari bahan kulit dan ada tali panjang yang berfungsi untuk disampirkan di bahu. Saat melihat brand tas tersebut, Dom sedikit terkejut. Itu brand mahal dan ori. Sepertinya anak kecil itu bukan orang biasa.

Dominic langsung kembali ke kamarnya setelah urusannya selesai. Dia tidak sabar ingin bertemu singa kecil yang tiba-tiba membuatnya merasa senang. Senang? Iya, senang. Entah bagaimana bisa anak kecil itu bisa membuat senyumnya tak kunjung berhenti.

Sebelum membuka pintu, Dominic tiba-tiba teringat sesuatu. Yes. Dia belum tau nama anak singa itu. Dia tidak yakin saat mereka akan berpisah nanti, anak singa itu akan mau memberi tahunya dengan jujur. Dom mengingat tadi dia mengatakan ada ID Card di dalam tasnya.

Membuka tas seseorang tanpa permisi bukan sebuah dosa kan? Tanya Dom dalam hati.

Dengan hati-hati dia membuka tas tersebut. Di dalam benda kecil berbentuk persegi itu ada sebuah Iphone keluaran terbaru dan card holder. Lagi, Iphone mahal itu menandakan gadis itu mungkin anak seorang konglomerat. Tapi siapa?

Tanpa berlama-lama, Dominic membuka card holder dan mengambil KTP gadis kecil itu. Saat itu juga matanya terbelalak. Hanya satu orang yang dia kenal pemilik marga itu.

Chalondra Chalya Ellordi.

Jantung Dominic berdebar kencang. Ellordi. Ellordi yang itu kah? Chris Ellordi? Cakrawala Paper? Pesaing berat perusahaan mereka? Astaga!

Dominic melihat tanggal lahir Chalondra. Anak itu ternyata baru 18 tahun. Sepertinya baru lulus SMA. Dada Dominic bergemuruh. Apakah dia sudah bertindak cabul pada seorang anak kecil? Rasanya dia menjadi begitu berdosa sudah mencium gadis itu sebanyak dua kali.

Dominic menyudahi kegiatannya. Oke, namanya Chalondra Chalya Ellordi. Itu saja sudah cukup. Sekarang dia akan kembali masuk ke dalam dan menyerahkan dompet itu kepada yang empunya.

Dom membuka pintu tanpa beban apa pun. Tak menduga akan apa yang sedang terjadi di dalam. Dia langsung melihat seseorang di dalam sana yang terkejut setengah mati karen kedatangannya.

"OMM! KENAPA NGGAK KETUK DULUU!!"

Dominic sudah terpaku di tempatnya melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Jangan salahkan dia kalau keputusan yang sudah dia buat barusan berubah 180 derajat berkat ulah singa kecil itu.

Tadinya, setelah tau Chalondra masih di bawah umur, dia tidak ingin melakukan apa pun terhadap anak singa itu. Kasihan. Namun melihat keberanian gadis itu mandi di waktu yang mepet saat dia keluar sebentar, lalu berkeliaran di dalam kamar hanya dengan mengenakan selembar handuk kecil menutupi tubuhnya yang tinggi dan ... berisi, membuat Dom meradang. Seluruh pundak putih juga setengah pahanya ke bawah terekspos dan itu terlihat sangat indah di mata seorang Dominic.

"Kenapa kamu marah? Saya kan sudah bilang pintunya saya kunci dari luar. Itu artinya supaya saya bisa masuk tanpa harus bilang ke kamu." Mata Dominic terpaku pada sepasang bola mata cantik yang sudah bersih dari maskara dan eye liner. Wajah polos singa kecil itu ternyata sangat cantik. Benar-benar daun muda.

"Ya sudah. Om berbalik dulu! Aku mau ganti baju!"

Astaga anak kecil ini! Tidak ada takutnya sama sekali. Dia sedang menguji imanku kah? Batin Dominic.

Dominic pun duduk di sofa. Tas Chalondra dia sembunyikan di belakang punggungnya.

"Sini kamu." Dia menepuk kedua pahanya. Membuat Chalondra menggeleng cepat, ketakutan.

"Sini! Kalau tidak tas kamu saya sita sama isi-isinya, Chalondra!"

"Dari mana Om tau nama saya?? Om buka tas saya ya??!!"

"Iya. Sebentar lagi pun saya akan buka handuk kamu kalau kamu nggak mau duduk di sini."

"NGGAK MAU! GILA YA MAKSA BANGET!!"

"Saya orang baik-baik, Chalondra. Kalau kamu nolak nanti saya bisa berubah jadi jahat. Mau kamu?"

Chalondra melangkah sambil memegang erat-erat simpul handuknya. Memang sih, kalau om itu adalah pria jahat, sudah sejak awal dia dilahap bukan?

Setelah dia persis berdiri di hadapan laki-laki itu, Dominic menarik satu pahanya agar berlutut di sofa, diikuti satu paha sisanya. Kemudian pria itu menuntun Chalondra duduk di atas miliknya. Uuuhhhhhhhhhhhh ... Dominic mengerang di dalam hati. Gadis kecil itu ternyata belum memakai apa-apa di balik handuk.

"Kamu tau kan ini tindakan berbahaya, Nona Kecil?" Dom meraba wajah Chalondra yang putih dan mulus. "Saya hanya keluar sebentar tapi kamu berani-beraninya mandi. Kamu mau menggoda saya?"

Chalondra hampir tidak fokus. Sejak dia menduduki pangkal paha pria itu, dia merasakan tonjolan milik om-om itu di miliknya. Geli. Rasanya aneh, tapi ... geli. Sepertinya punya om itu sangat besar, dia menebak asal.

"Cha!"

"E ...eh iya, Om!!"

"Kamu tidak mendengar saya? Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Punya Om gede ... upsss!!" Chalondra langsung menutup mulut dengan tangannya. Bodoh! Bisa-bisanya dia keceplosan.

Sedangkan Dominic tidak bisa menahan wajahnya agar tidak bersemu merah. Barusan gadis itu memuji miliknya besar. Pusakanya. Bukankah itu sebuah kebanggan?

"Saya juga heran, sama kamu dia bisa begini. Kalau sama istri saya boro-boro dia mau bangun. Makanya kamu sebenarnya lagi dalam situasi bahaya di sini. Malah pakai acara mandi. Makin berdiri kan dia."

Lidah Chalondra kelu. Apakah om-om ini gila? Bisa-bisanya memberitahu hal sensitif tentang dia dan istrinya dengan gamblang begitu.

"Kamu masih muda, Chalondra. Delapan belas tahun. Kalau saya melahap kamu sekarang itu sama seperti saya meniduri anak saya sendiri." Dominic meremas bahu kecil Chalondra. Kulit gadis itu sungguh lembut. Dom harus sekuat tenaga menahan dirinya.

"Me ... memangnya Om sekarang umur berapa?" Chalondra merasa Dominic ini memang benar pria baik-baik. Kalimatnya barusan membuat seluruh benteng pertahanan dan kuda-kuda Chalondra melonggar.

"Saat kamu baru lahir, saya sudah kuliah tingkat dua. Dua puluh tahun. Jadi kalau saya macam-macamin kamu sekarang, itu seperti seorang anak kuliah macam-macamin bayi yang baru lahir. Jatuhnya kayak seorang pedofil dan mungkin orang gila."

Chalondra semakin lega. Dia aman.

"Ya sudah. Siniin tas aku, Om."

Dominic mengambil tas itu dari belakang tubuhnya, menyerahkan benda kecil itu ke atas telapak tangan Chalondra yang mungil.

"Berpakaian lah. Besok jam lima pagi saya antar kamu."

Chalondra sudah tidak mendengar Dom. Tangannya sudah sibuk membuka gawai yang di dalamnya sudah banyak chat baru dan panggilan tak terjawab.

"Aduh kannn, teman-teman aku pada nyariin ..." Dia menggumam tanpa melihat Dominic. Jangan lupakan, dia masih berada si atas milik om-om itu.

"Orangtua kamu juga?"

Chalondra menggeleng. "Tadi sudah pamit mau nginap di rumah temen aku, Om."

"Ohhh, jadi tadi kamu bohong kalau mama papa kamu bakal nyariin?" Dominic mencubit pipi gembul itu dan sedikit menariknya.

"Aaa iya iya iya. Tadi lagi panik, jadi lupa."

Dominic menikmati pemandangan di hadapannya. Chalondra sepertinya sudah tidak canggung dengan posisi mereka. Gadis itu sedang membalas chat-chat temannya di pangkuannya. Sungguh anak kecil yang aneh!

"Cha, boleh saya memanggil kamu seperti itu?"

Wajah Chalondra terangkat. Mengangguk sebentar, kemudian menunduk lagi.

"Kalau saya mau peluk kamu, juga boleh?"

"NGGAK!!"

"Ah, kamu galak. Nggak asik. Ya sudah, turun. Saya mau tidur lagi."

Chalondra bergeming.

"Heh, turun!" Dominic pura-pura menegaskan suaranya. Tapi itu adalah sebuah tameng untuk menutupi harapannya agar gadis itu tidak turun dari pangkuannya.

"Kalau nggak mau gimana?!!" Eh, anak kecil itu malah menantang. Kocak memang. Katakan lah Chalondra sudah gila. Tapi entah kenapa dia justru tidak ingin turun dari ... benda empuk itu.

"Harus peluk."

"Ya udah ...."

Buk!!!!

Dominic membeku. Chalondra memeluknya!!!

*****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
chandra leo
kalo bacaan dewsa dmna yah kk ada ngak yah
goodnovel comment avatar
Nabila Salsabilla Najwa
bagus banget ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status