Share

Rejected.

Dominic terdiam saat singa kecil itu memeluknya tanpa beban, alias karena kemauannya sendiri. Seluruh tubuh kecil mungil itu kini menempel padanya. Terutama gundukan yang sedari tadi menguji iman Dom. Pria itu menahan napasnya saat Chalondra merebahkan kepalanya di dada bidang Dom.

"Om yang semangat ya. Semoga masalahnya dengan istri cepat selesai. Ingat Om, mabuk-mabukan itu nggak baik untuk kesehatan. Jangan jadikan minum sebagai pelarian."

Dominic menyentuh bahu Chalondra dan sedikit mendorongnya agar dia bisa menatap wajah anak singa itu.

"Memangnya saya ngomong apa saja pas mabuk?"

"Om bilang istri Om selingkuh, terus ketahuan media dan reputasi Om jadi jelek. Memangnya Om orang terkenal ya?" tanya Cha polos.

"Menurut kamu tempat ini besar nggak?"

"Tempat ini? Club ini maksud Om?"

Dominic mengangguk.

"Iya. Kata temenku ini salah satu club terbesar dan terkenal di Jakarta."

"Kalau saya adalah yang punya club ini dan masih ada bisnis lain, apakah saya bisa dibilang orang terkenal?"

"Ya mana aku tau, Om. Kan banyak juga pengusaha kaya yang nggak terkenal. Maksudnya jarang disorot awak media. Om memangnya sering?"

Dominic mengangkat bahu. "Mungkin kau jarang menonton berita. Tapi ya sudahlah. Tidak perlu membahas rumah tangga saya. Sekarang mari kita bahas kenapa kamu bisa masuk ke sini? Saya sudah membuat peraturan ketat kalau anak di bawah dua puluh tahun dilarang masuk ke sini. Kalian kan masih delapan belas."

"Ngggg ... temen saya punya orang dalam, Om."

Dominic menggeram. Sepertinya dia harus menertibkan semua pegawainya lagi. Club ini hanya khusus untuk pengunjung 20 tahun ke atas. Dia tidak ingin gadis-gadis lugu seperti Chalondra akan jatuh ke tangan orang yang salah.

"Kamu tau kan ini tempat yang tidak baik untuk kalian? Memangnya kalian ada acara apa makanya harus main ke sini?"

"Perpisahan kelas, Om. Aku juga cuma ikut aja kok, Om. Diajak teman."

Pletak!!

"Ahhhh!! Ommm! Kok disentil lagi sih??!!!" Chalondra merengek sambil mengelus keningnya. Kali ini tidak sekeras tadi, tapi tetap saja sakit.

Dominic hanya bisa tersenyum.

"Jangan ikut-ikutan kalau yang beginian. Kalau diajak baca buku ke perpustakaan, itu baru bagus kamu ikut."

Chalondra memanyunkan bibirnya. "Kan kali ini doang."

"Iya. Untung yang mabuk itu saya. Kalau yang mabuk Om-Om hidung belang, gimana? Dilahap kamu, Cha."

"Memangnya Om bukan sejenis itu?"

"Enak aja. Mau kamu saya lahap!?"

Chalondra menggeleng sambil menyilangkan tangannya di dada.

"Tapi ini belum dipakein celana. Kerasa banget di saya." Dominic menggerakkan otot-otot pusakanya dan benda yang sedang menonjol itu membuat Chalondra sesak napas.

"Om, jangan digituin ...."

"Kenapa?" senang melihat reaksi Chalondra, Dom kini malah menggerakkan pinggulnya pelan.

"O-om..." Chalondra tiba-tiba mencengkeram pundak kekar Dominic. Napasnya tertahan begitu saja.

Dominic membiarkan Chalondra tersiksa dengan perbuatannya yang belum ada apa-apanya itu. Gadis ini benar-benar polos, pikir Dom.

Setelah itu dia pun menghentikan aksinya. Membuat Chalondra membuka kedua matanya yang sudah sempat terpejam.

"Ommm ... kenapa berhenti?"

"Kamu bisa jebol kalau saya lanjutin."

"Ta... tapi itu ... Itu ... enak, Om ...."

Dominic hampir tertawa. Benar-benar lugu. Dia tidak mungkin tega merusak gadis belia itu.

"Iya, Cha. Kamu pikir kenapa banyak yang hamil di luar nikah? Karena memang enak. Tapi akibatnya nggak nanggung-nanggung. Kalau belum menikah, dilarang melakukan yang seperti tadi. Paham?"

"Jadi Om sama istri Om, sering kayak gitu?"

Dom menggeleng, "Tadi kan saya sudah bilang. Kalau sama istri saya dia nggak mau bangun. Nggak tau sama kamu berdiri terus kayak gini, Cha."

"Oh jadi ....?"

"Jadi apa?"

"Jadi itu alasan istri Om selingkuh! Karena Om nggak bisa kasih nafkah batin sama dia."

Dominic membuka handuk yang ada di kepala Chalondra. Melemparkannya ke sofa yang ada di sebelah. Alih-alih merespon dugaan gadis itu, dia malah mengurus rambut basah itu. Merapikannya dengan mengurainya satu dari yang lain.

"Om nggak cinta sama istri Om?" Chalondra masih belum mau diam.

"Entah lah."

"Om sudah lama menikah?"

"Baru tiga tahun."

"Om nikah tua ya?? Hihihi ...."

"Sah sah aja, mau nikah umur berapa pun. Yang penting itu sudah siap lahir batin."

"Terus Om begini apa karena nikah tapi belum siap lahir batin?"

Kenapa anak kecil ini tidak bisa berhenti bertanya? Keluh Dominic di dalam hati. Tapi dia tidak memungkiri jika dia menyukai cara polos Chalondra menganalisa kehidupan rumah tangganya.

"Saya belum siap menikah, tapi dipaksa menikah karena usia. Saya dijodohkan, Cha. Saya tidak mencintai istri saya."

Chalondra bereaksi. Seperti terkejut tapi tidak terlalu ketara. Hanya mulutnya yang sedikit terbuka.

"Tapi kenapa bisa bertahan sampai tiga tahun?"

"Karena saya tidak ingin bercerai. Bagi saya pernikahan adalah ikatan suci yang harus dipertahankan apa pun rintangannya."

"Tapi kemarin pas Om mabuk, Om bilang supaya istri Om ceraikan Om aja."

"Iya. Asal jangan saya yang minta."

Chalondra kemudian menghela napas. Permasalahan orang dewasa begitu rumit. Dia jadi ingin tetap di usianya yang sekarang, dimana masalah terberat hanyalah ujian Matematika dan Fisika. Tidak ada yang lain.

"Om, aku kan masih anak kecil. Belum tau apa-apa soal urusan orang dewasa. Tapi yang aku tau, masalah itu harus diselesaikan, Om. Bukan dibiarkan. Kalau Om nggak mau cerai tapi nggak cinta sama istri Om, aku rasa itu nggak benar, Om. Istri Om kan cewek. Mana ada cewek yang mau digantung. Nikah iya, tapi berasa nggak punya suami. Wajar istri Om selingkuh. Kalau Om mau tetap pada pernikahan Om, harus mau belajar mencintai istri, Om."

Dominic tanpa sadar sudah mengelus bibir Chalondra yang sedang berbicara. Dia terhipnotis oleh kalimat-kalimat sederhana namun realistis yang diutarakan gadis kecil itu dengan berani. Dia tidak hanya bisa teriak-teriak tidak jelas, tapi bisa merangkai kata-kata indah juga.

"Tapi saya nggak bisa, Chalondra. Saya nggak bisa mencintai dia, apalagi saya sudah berulang kali melihat dia selingkuh. Memangnya saya ini apa? Saya nggak mau sama bekas orang lain."

"Tapi kalau Om bisa memenuhi kebutuhan dia pasti nggak selingkuh kan Om?"

"Kalau gitu saya selingkuh juga boleh?"

"Nggak boleh, Om ...."

"Sama kamu ...."

DEG!

DEG!

Seluruh darah Chalondra kocar-kacir mendengar dua kata terakhir yang terucap dari bibir pria dewasa itu. Astagaaaaaaa!! Kenapa jantungnya mendadak berdegup kencang begini??

"Ng ... nggak m ... mau!"

"Kenapa?" Dominic tersenyum usil melihat Chalondra yang lagi-lagi salah tingkah.

"Nanti Om nggak ada bedanya sama istri Om. Selingkuh."

"Nggak apa-apa. Saya selingkuh sama yang lebih baik dari dia. Daripada dia, selingkuh dengan yang lebih buruk dari saya."

Maksud Dominic adalah status keluarga mereka. Sudah pasti Chalondra lebih unggul dari Reina yang berasal dari kalangan orang biasa. Istrinya itu adalah putri dari seorang mantan guru besar ayahnya sewaktu kuliah magister. Sedangkan Chalondra? Jangan ditanya. Siapa yang tidak kenal Fransisco Ellordi dan putranya Chris Ellordi?

Dominic menyesal baru mengetahui kalau pesaing bisnisnya itu punya anak gadis se-cantik Chalondra. Sejauh ini dia hanya tau Brandon, kakak sulung Chalondra, yang akan meneruskan tongkat estafet kepengurusan perusahaan. Nama Chalondra sama sekali tidak pernah muncul ke permukaan.

"Maksud Om apa sih? Saya masih anak-anak Om, nggak usah ngawur."

Dominic menarik dagu Chalondra sampai wajah mereka mendekat. Sangat dekat. Napas gadis kecil itu menerpa wajahnya dan Dominic bisa merasakan buku roma di sekujur tubuhnya berdiri.

"Saya mau kamu, Cha."

Chalondra tidak bisa mengelak saat Dominic menyentuh bibirnya lagi. Menyesap dua belahan merah jambu itu dengan lembut. Satu tangan pria beristri itu merayap di dalam handuknya. Sedangkan tangan satunya lagi menahan tengkuknya agar tidak lari dari ciuman yang ia tawarkan.

Tidak ada yang tau mengapa ciuman ini begitu memabukkan. Kepala Chalondra pusing seperti keliyengan. Dominic memperlakukannya dengan begitu lembut. Gerakan bibirnya, lidahnya, juga tangannya yang mulai menjalar ke bagian belakang Chalondra. Semuanya lembut, tanpa ada unsur pemaksaan. Gadis itu mendapat pengalaman ciuman pertama yang begitu spektakuler karena Om-om bernama Dominic ini.

Dominic melepaskan tautan bibir mereka. Tatapan matanya begitu lembut, bahkan lebih ke sayu. Dia tidak tau apa yang terjadi pada dirinya. Dia nyaman dengan ciuman mereka barusan. Malahan bisa dibilang sebenarnya dia sangat bergairah, hanya saja dia tidak ingin membuat Chalondra takut dengan kebuasannya.

"Mau ya? Jadi teman dekat saya?"

Chalondra membisu. Dia hanya menatap Dominic dengan napas yang masih memburu sisa dari ciuman panjang mereka tadi.

"Saya nggak tau kenapa kamu yang duduk di sebelah saya di bar tadi dan saya menarik kamu ke kamar ini. Tapi ... saya interest sama kamu. Saya pria dewasa dan menjelaskan kenapa saya interest sepertinya bukan hal yang penting. Yang pasti saya nyaman kamu di sini."

Chalondra masih membisu. Dia tidak pandai memilih kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya sekarang. Tapi bukan hanya Dominic yang nyaman. Dia pun merasakan hal yang sama. Kalau dia tidak nyaman, dia sudah berusaha kabur saat Dominic pergi tadi. Chalondra tidak se-polos itu sehingga mau ditawan oleh pria dewasa yang sama sekali tidak dia kenal.

Mereka beradu tatap cukup lama. Dom sangat betah memandang manik coklat Chalondra. Dia seakan tenggelam di sana. Wajah putih bersih, hidung mancung, alis tipis, bibir mungil, rambut setengah punggung dan dalam kondisi setengah basah. Bisakah Dominic mengajaknya ke kasur sekarang juga?

"Atau kamu mau saya antar pulang sekarang? Barangkali kamu nggak nyaman ada di sini."

Chalondra meneguk ludah. Tubuhnya bergetar. Keputusan gila baru saja melintas dalam benaknya.

CUP!!!

Di mencium Dominic duluan. Membenamkan bibirnya cukup lama di atas bibir tebal pria tersebut. Dia memang sudah kehilangan akal. Tapi dia tidak setuju saat Dom bilang akan mengantarnya pulang sekarang. Setelah dia merasa nyaman? Oh jangan.

Karena Dominic tidak bereaksi, gadis nakal itu bergerak dari posisinya. Bertumpu pada lututnya dan memposisikan tubuhnya sedikit lebih tinggi dari Dominic. Ditangkupnya kedua sisi wajah laki-laki itu dan membuat pria itu menengadah padanya.

"What do you want, Chalondra?" Tangan nakal Dominic merayap lagi di dalam handuk gadis itu. Meremas bagian belakangnya yang tidak dilapisi apa pun. Sedikit saja jari kelingkingnya terpeleset ke dalam sela-sela paha gadis itu, habis sudah.

"Mau nge-kiss."

"Setelah itu? Kamu belum jawab pertanyaan saya."

"Nggak mau. Walau pun Om bilang jadi teman dekat, tetap aja artinya selingkuhan. Aku nggak mau jadi selingkuhan alias pelakor, Om."

"Mau jadi pacar aja?"

Chalondra lagi-lagi menggeleng. Tangannya kini mengelus brewok tipis pria matang itu. Ngomong-ngomong, laki-laki setampan ini kenapa bisa diselingkuhin sih? Istrinya bukannya berusaha mengambil hatinya dan dibuat jatuh cinta, kok malah selingkuh, batin Chalondra.

"Nggak mau juga, Om. Tapi nggak apa-apa kayak gini sampai jam lima pagi. Sampai Om antar aku pulang. Habis itu kita harus melupakan malam ini. Oke?"

*****

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
dendam kesumat yang menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status