Share

Ancaman

“Pras?” tanya Bintang dengan penuh keterkejutan, “Maksudmu, Prasetyo Sagara? Pemilik Firma Sagara? Dia ada di Jakarta?”

Sinar mengangguk. “Mas Bin, kenal sama Pras?” bertanya balik untuk lebih memastikan. Setelah pergi dengan memupuk amarah yang meluap-luap keluar dari kantor Pras. Sinar memesan taxi, pergi untuk menemui Bintang, sang suami yang tidak jadi ia gugat cerai.

"Ya."

“Emang, harusnya dia di mana kalau gak di Jakarta?”

“Singapur,” tukas Bintang. “Dia juga punya firma hukum di sana, dan biasanya, dia cuma beberapa bulan sekali baru pulang ke Jakarta, itupun pas weekend, cuma satu atau dua hari.”

Sinar sudah menceritakan semua tentang perbuatan yang dilakukan Pras kepada Bintang. Praslah yang telah menyerahkan semua dokumen tentang penyelewengan APBD ke pihak berwenang. Dan, Sinar juga mengadu, kalau Pras akan membuat mereka bercerai segera mungkin.

Bintang meraih tangan Sinar yang duduk di sebelahnya. Mengusap punggung tangan wanita yang saat ini tengah mengandung anaknya dengan lembut. “Urusan Pras, biar aku yang selesaikan. Aku akan temui dia malam ini.”

“Mas Bin kenal baik dengan dia?” Sinar penasaran, bagaimana hubungan suaminya itu dengan Pras. Apa hanya sebatas urusan kerja, layaknya reporter dan nara sumbernya, atau lebih dari itu. “Dia itu mengerikan dan sepertinya gak peduli sama sekali dengan pendapat orang.”

“Dia teman SMA, bisa dibilang rival sebenarnya. Dan kami pisah setelah lulus, dia lanjut kuliah ke Singapur dan aku tetap di Jakarta.” terang Bintang. “Jangan terlalu dipikirkan, yang terpenting sekarang itu, yang di sini.” tangan Bintang jatuh, tepat di atas perut Sinar yang masih rata. Ia sudah tidak sabar, untuk menunggu kelahiran bayi hasil buah cintanya dengan wanita yang dicintainya.

Jatuh cinta pada pandangan pertama. Itulah yang dirasakan Bintang saat bertemu dengan gadis itu tiga tahun yang lalu di Balai Kota. Kala itu, Sinar tengah keluar gedung balai kota bersama sang ayah untuk makan siang bersama. Kedua ayah dan anak itu terlihat sedang mendebatkan sesuatu sembari terus berjalan menuju kafetaria yang ada di sana.

Kemudian, tidak ada kesulitan, saat Bintang mencari tahu semua perihal tentang Sinar. Karena Prabu, merupakan salah satu nara sumber yang sering diwawancarai oleh Bintang, ketika masih menjadi reporter dahulu kala.

Dari situlah, Bintang mulai mendekati Sinar, dengan menelepon dan juga kerap mendatangi kantor gadis itu, untuk sekedar mengajaknya makan siang. Lantas gayungpun bersambut, Sinar juga memiliki rasa yang sama dengannya.

Namun, ada satu masalah yang menghalangi hubungan mereka kala itu. Bintang sudah memiliki istri dan seorang anak laki-laki.

Lantas, dengan mengatasnamakan sebuah rasa yang disebut cinta. Bintang menceraikan sang istri yang sedari awal tidak pernah ia cintai. Bintang menikah dengan Daya karena sebuah keterpaksaan, untuk memenuhi permintaan terakhir dari mendiang kakaknya sebelum meninggal karena kecelakaan. Daya merupakan istri dari kakak kandung Bintang, yang baru dinikahi selama dua bulan.

“Tapi, Mas … Pras juga bilang, kalau dia akan pastikan kita bercerai.”

“Dia bilang begitu?”

Sinar mengangguk.

“Kenapa?”

Gelengan kepala Sinar yang pelan itu, membuat Bintang mengambil ponsel dari saku kemeja seragamnya. Pria itu menelepon seorang reporter senior, yang ia letakkan pada desk politik.

“Ar, aku dengar, Prasetyo Sagara ada di Jakarta, apa itu ada kaitannya dengan pencalonan Pak Raja untuk maju di pemilihan gebernur mendatang?”

“Ya, Pak.” jawab Arvan, sang reporter senior yang dihubungi Bintang, tanpa ragu. “Saya sempat ketemu dan wawancara sedikit sama Pak Pras. Katanya, beliau akan menetap di Jakarta untuk jadi kuasa hukum serta tangan kanan Pak Raja sampai proses pencalonan selesai.”

“Kenapa berita mentahnya belum aku terima sampai sekarang?” tanya Bintang sedikit kesal. “Bagaimana kalau media lain sudah memberitakannya terlebih dahulu? Apa kamu mau Pak Abdi -Pemred Network- murka kalau kita kecolongan berita penting?”

Terdengar helaan berat diujung sana. “Bukan begitu Pak Bintang, hari ini saya ada wawancara eksklusif dengan Pak Pras, jadi saya rasa—”

“Ada wawancara eksklusif dengan Pras, tapi aku baru diberi tahu sekarang, Ar?” Bintang menunduk dan memijat pangkal hidungnya untuk berpikir sejenak. “Jam berapa, Ar?” tanyanya kemudian.

“Jam 7, Pak. sekalian makan malam di lounge Big Season.” jawab Ar.

“Wawancara eksklusif tapi di lounge hotel? Apa gak terlalu mencolok? Kita stasiun televisi yang harus bawa kamera, bukan dari media cetak, yang hanya butuh hape untuk wawancara.” pungkas Bintang. “Tolong konfirmasi sekali lagi, dan kabari aku segera.”

“Baik, Pak.”

Setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Arvan, Bintang menggenggam jemari Sinar dengan erat. Menatap istri tercintanya itu lamat-lamat. “Aku pulang telat nanti malam, ada yang mau aku bicarakan dengan Pras.”

Sinar mengangguk, kemudian meraih wajah suaminya. Mendaratkan satu kecupan ringan pada bibir Bintang. “Aku ke rumah bunda dulu, beliau pasti syok karena ayah tersandung kasus hukum.”

“Hati-hati, begitu sampai rumah, langsung kabari aku.”

Sebelum benar-benar pergi, Bintang mendaratkan pagutan yang begitu dalam di bibir istrinya. Menyesap semua rasa yang mampu membuat semua panca inderanya selalu meregang tenang.

"I love you, sweetheart."

"I love you, too."

--

Pras meletakkan botol air mineral, yang baru saja diteguknya dengan wajah datar. Melihat Bintang yang menarik kursi bersebrangan dengannya lalu duduk di sana. Sesi wawancara eksklusifnya telah usai lima menit yang lalu, namun Pras masih ingin duduk santai sejenak untuk melepas penat.

Pras memilih meja yang terletak di pojok. Ada 4 buah meja lainnya, yang sengaja ia reservasi agar wawancaranya tidak terlalu terganggu pengunjung lain. Tapi tetap saja, semuanya terlihat mencolok karena wawancara tersebut dilakukan di tempat umum.

“Kamu mengancam istriku, Pras?” Bintang tidak ingin berbasa-basi, karena ia tahu benar Pras bukan orang yang suka bertele-tele. “Sampai ayah mertuaku kamu jebloskan ke penjara.”

Pras tenang menatap datar, tanpa menunjukkan emosi apapun di wajahnya.

“Aku baru tahu kalau kamu sudah bercerai dengan Daya.”

“Jangan mengalihkan masalah, Pras.”

“Tapi, aku gak menyalahkanmu, kalau kamu lebih memilih Sinar. Karena dia benar-benar—”

“Jaga bicaramu, Pras.” Bintang tidak suka, saat Pras membicarakan istrinya dengan penuh minat seperti itu.

Pras membenarkan posisi duduknya agar semakin nyaman. “Besok, asistenku akan mengirimkan dokumen ke kantormu, tanda tanganilah dengan sukarela.”

“Dokumen?”

“Surat perceraianmu dengan Sinar.” ungkap Pras santai dan tanpa beban sedikitpun.

Bintang tertawa sinis untuk menanggapi Pras. Pria di depannya kini, dari dulu tidak pernah berubah. Tetap angkuh, penuh percaya diri dengan segala ambisi yang selalu di luar nalar.

“Kami batal bercerai, Pras, dan memilih rujuk setelah adanya mediasi.” terang Bintang dengan penuh percaya diri. “Lagipula, Sinar sekarang sedang mengndung anakku, jadi, jauhkan semua pikiran kotormu itu.”

“Aku simpulkan, Sinar mau diajak rujuk karena dia tengah hamil. Tapi apa dia tahu …” Pras sengaja menggantung kalimatnya, kemudian bersandar sembari mengusap dagunya sekilas. “Kalau … selama satu bulan lebih kalian berpisah, kamu sering mengunjungi rumah mantan istrimu dan tidur di sana.”

Kepercayaan diri Bintang jatuh terpuruk begitu saja, saat melihat seringai licik tersungging begitu nyata di wajah Pras. Bintang lupa, kalau Pras adalah orang yang akan benar-benar mematangkan semua rencananya terlebih dahulu, sebelum mengeksekusinya.

Pras pasti sudah menyelidiki semua hal tentang Bintang, sebelumnya. Hingga pria itu yakin, pasti akan mendapatkan apa yang dikehendakinya.

“Jangan mengancamku, Pras.”

“Ah! Aku juga dengar, kalau kamu mempunyai perusahaan trading house yang bergerak di bidang ekspor, impor dan distribusi. Bagaimana … kalau ada barang lartas* yang tiba-tiba ditemukan di dalam peti kemas yang mengatasnamakan perusahaanmu itu?”

“PRAS!”

“Besok, tunggu asistenku beserta berkas yang harus kamu tandatangani jam 10 pagi, di kantormu.”

--

*Barang lartas : Barang yang dilarang atau dibatasi pemasukan dan pengeluarannya.

Komen (13)
goodnovel comment avatar
Dimpi
maksa banged sih nih orang... emang boleh segitu maksanya sama bini orang lagi hamil pula ......
goodnovel comment avatar
Arini Dwi
suka crtanya
goodnovel comment avatar
Syifa azzahra Azza
ini aku baca untuk yang kedua kalinya.... aku ngefens sama frasetyo sagara di cerita ini.. makanya sampai baca lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status