Nasib baik masih belum bersedia menghampiri Olivia Milan. Perempuan muda berusia dua puluh dua tahun itu kini harus mengalami kesialan entah ke berapa kalinya setelah ia memecahkan arca antik di kantor tempat dia bekerja. Sialnya lagi, itu adalah hari pertamanya masuk kerja. Tak heran jika ia langsung mendapat caci makian dari atasannya karena insiden tersebut.
“Dasar gadis sialan! Kau baru saja menggali kuburanmu sendiri!” bentak atasan Olivia Milan dengan ekspresi seperti orang kesetanan.
Terlihat, Olivia menundukkan kepala dengan bibir tak berhenti mengucap maaf. Ia memang keliru sebab telah terlambat datang di hari pertamanya masuk kerja, karena itulah ia terburu-buru dan tanpa sengaja menyenggol sebuah patung antik yang berada tak jauh dari lift kantor.
“Maafkan saya, Nyonya Zuri. Saya, saya terburu-buru karena...,” Olivia menghela napas sesaat, mengambil jeda untuk membuat pembelaan.
“Hari ini adalah tepat satu bulan kematian suami saya. Sebelum ke kantor, saya pergi ke pemakaman untuk berpamitan. Maafkan saya, seharusnya saya tak perlu melakukannya,” ucap Olivia lirih tanpa berani mengangkat wajahnya sedikit pun. Andai ia tak berpamitan ke kuburan, ia tak perlu berlari terburu-buru hingga menyenggol arca antik dan membuatnya hancur seketika.
“Apa? Berpamitan ke kuburan? Anniversary 30 hari kematian? Oh, kau kira alasan konyolmu itu akan membuatku bersimpati?” hardik Nyonya Zuri, wajahnya semakin memerah karena marah. Semua orang yang melakukan kesalahan memang pandai membuat kebohongan, setidaknya, itulah yang ada di pikiran Nyonya Zuri.
Plaaaak!!!!
Tak hanya marah-marah, nyatanya Nyonya Zuri juga melayangkan sebuah tamparan keras ke pipi Olivia. Ia merasa Olivia sudah keterlaluan sebab melakukan kebohongan demi mencari simpati.
“Aduuh!” Olivia menjerit lirih. Meski tamparan itu terasa amat panas di pipinya, ia tak berani menjerit dengan keras sebab nyatanya ada banyak pegawai lain yang sedang menonton insiden pagi itu. Itu sudah cukup memalukan, jika ia menjerit lebih keras, semua orang satu kantor bisa-bisa menonton dirinya yang dicaci maki Nyonya Zuri.
Sialnya lagi, tak lama berselang, tiba-tiba pintu lift terbuka dan empat orang berjas hitam tampak keluar dari lift. Empat orang itu lantas berbaris ke depan memberi jalan seorang pemuda tampan yang berjalan perlahan keluar dari lift. Pemuda itu adalah Rainer Griffin, CEO dari perusahaan tempat Olivia bekerja.
“Sial, ada Tuan Griffin di sini!” Nyonya Zuri mengumpat tanpa suara, ia lantas mengambil posisi membungkuk seraya memberi isyarat pada Olivia Milan untuk mengikuti gerakannya. Nyonya Zuri tak berhenti berkomat-kamit, berdoa agar Rainer Griffin tak menyadari kericuhan yang terjadi tepat di balik punggung para pengawalnya.
“Semoga ia tak melihat. Semoga ia tak melihat.” Nyonya Zuri terus berkomat-kamit.
Melihat perubahan drastis pada wajah nyonya Zuri, Olivia segera menebak jika orang yang sedang keluar dari lift pastilah sangat berkuasa. Ia pun turut berdoa di dalam hati supaya kekacauan yang telah ia lakukan tak disadari oleh orang berkuasa itu.
Sayangnya, sepertinya doa Nyonya Zuri dan Olivia Milan sedang tidak dikabulkan Tuhan. Terdengar oleh telinga mereka, langkah kaki orang yang keluar dari dalam lift itu terhenti sejenak setelah kakinya menginjak remah arca yang dijatuhkan Olivia. Dari posisi membungkuk, Olivia melihat sebentuk tangan kekar kini sedang mengambil remah arca yang terinjak kaki orang tersebut. Olivia yakin pasti pemilik tubuh itu tinggi dan semampai dan juga kekar, ia menggelengkan kepala pasrah ketika membayangkan bagaimana rasanya jika tangan berotot itu menampar pipinya.
“Kekacauan apa ini?” Rainer Griffin berhenti melangkah tepat ketika kakinya menginjak pecahan arca antik yang telah dirusakkan oleh Olivia. Pria itu lantas menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu bertemulah dia dengan pemandangan remah-remah arca yang berserakan di lantai. Tak jauh dari sana, terdapat dua perempuan yang membungkuk dengan tubuh gemetar.
“Kau yang harus bertanggung jawab!” Nyonya Zuri melirik pada Olivia dan memerintahkan gadis itu untuk menerima segala konsekuensi dari perbuatannya.
Wajah Olivia menjadi semakin pucat, tubuhnya gemetar, bibirnya bergetar-getar seperti kebingungan menyusun kata-kata. Ia mulai mendongakkan tubuhnya sedikit tapi masih dengan kepala menunduk.
“T-Tuu-Tuan Muda. Sa-Saya yang bertanggung jawab. Saya yang memecahkannya. Silakan hukum saya, saya bersedia.” ucap Olivia gemetaran, ia bahkan tak berani memandang wajah seseorang yang ia mintai maaf itu. Yang Olivia tahu, pria itu bertubuh tegap, tinggi, dan sepertinya orang itu adalah orang yang sangat berkuasa.
Olivia Milan berada dalam bahaya besar. Rainer Griffin sedang sangat buruk suasana hatinya waktu itu. Pria itu bahkan tak bisa mengontrol emosinya karena sesuatu yang sangat buruk sedang berkecamuk di pikirannya. Dengan amarah yang membuncah, pria itu mendekati Olivia Milan yang masih gemetaran, langkahnya diikuti juga oleh dua orang pengawal di belakangnya.
Begitu Rainer Griffin telah berada di depan Olivia Milan, pria itu membanting remah arca yang ada di tangannya. Karena kekuatannya sangat besar, remah arca itu menghantam lantai lalu terpelanting mengenai betis Olivia Milan yang mulus. Gadis itu kesakitan tapi tak berani mengaduh.
"Pengawal, aku benci dengan manusia yang melakukan kesalahan. Apa hukuman terbaik untuk manusia bodoh seperti ini?" Rainer Griffin menudingkan jari telunjuknya tepat ke arah kepala Olivia yang menunduk.
"Kami akan memberi pelajaran pada perempuan ini, Tuan," ucap salah satu pengawal seraya memajukan lanngkahnya ke depan.
Sementara itu, Olivia Milan terlihat menggigil kedinginan. Ia ingin menangis sekeras mungkin tapi mulutnya seperti terkunci rapat. Ia ingin kabur dari tempat itu tapi itu adalah hal yang mustahil, semua memang murni kesalahannya dan itu artinya, ia berhak mendapatkan hukuman.
"Perempuan sialan, sini kau!" salah seorang pengawal menjambak rambut Olivia Milan, mencengkeramnya kuat-kuat menggunakan tangan kiri, lalu tangan kanan pengawal itu menghantamkan tamparan yang cukup keras ke pipi Olivia Milan. Membuat gadis itu langsung tersungkur ke lantai.
"Aaaaah!" Olivia Milan tak mampu menahan bibirnya untuk tak menjerit, nyatanya rasa perih dan ngilu menjalar ke seluruh kulit di wajahnya. Kepalanya pun mulai terasa pening dan berat.
"Atas nama keadilan, tampar pipi bagian kanannya, sekarang!" Rainer Griffin memerintahkan satu pengawalnya lagi untuk memberi tamparan ke dua pada Olivia Milan. Pria itu benar-benar dalam keadaan tak bisa berpikir dengan waras, efek obat yang telah ia telan sepertinya telah membuat pria itu tak sadar jika seseorang yang dihajar oleh pengawalnya adalah perempuan mungil yang lemah.
Sementara itu, rasa pening masih menyesaki kepala Olivia Milan, ia yakin jika ia mendapatkan tamparan kedua, maka bisa dipastikan ia akan kehilangan kesadaran saat itu juga. Apa daya, ia toh tak bisa berbuat apa-apa. ketika satu pengawal Rainer Griffin maju dan menjambak rambut Olivia Milan untuk membuat gadis itu berdiri, Rainer Griffin melihat wajah Olivia Milan dengan cukup jelas.
Mendadak,tubuh Rainer Griffin terasa seperti tersambar petir. Jantungnya berdegup cukup kencang dan rasa pusing mulai menyesaki kepalanya. Rainer Griffin sedikit merinding ketika melihat wajah Olivia Milan. Pikiran sadarnya perlahan mulai hidup. Itu bukanlah wajah yang asing baginya. Sebelumnya, Rainer Griffin tak begitu bisa melihat wajah Olivia sebab gadis itu selalu tertunduk. Maka, kagetlah dia ketika melihat wajah gadis itu.
"Berhenti!" Rainer Griffin tiba-tiba berteriak. Pengawal yang sedang bersiap untuk menampar Olivia itu pun terkaget dan langsung melepaskan cengkraman di rambut Olivia.
“Kau? Siapa? Siapa dirimu?” tanya Rainer Griffin dengan ekspresi yang susah dimengerti artinya. Seperti orang kebingungan, marah, curiga, dan kaget yang melebur menjadi satu. Bagaimanapun, wajah perempuan di depannya itu sudah cukup dikenal oleh Rainer Griffin. Tepat setelah Rainer Griffin menjalani sebuah operasi besar pada tubuhnya, ia mulai mengalami gangguan aneh yaitu kerap didatangi sosok satu perempuan dalam mimpinya.
Anehnya, wajah perempuan dalam mimpinya itu sama persis dengan wajah perempuan yang baru saja ditampar pengawalnya itu. Rainer Griffin menggeleng-gelengkan kepala demi mengumpulkan kesadarannya, ia memejamkan matanya beberapa kali lalu mengamati wajah Olivia Milan lagi. Tetap saja, wajah itu adalah wajah yang sama dengan sosok perempuan yang ada di mimpinya.
“Sss-Saya, Saya karyawan baru di perusahaan ini, Tuan. Maafkan kebodohan saya, saya bersedia bertanggung jawab!” Olivia Milan menggigit bibirnya, ia tak tahu apa dosa besar yang telah ia lakukan hingga selalu dihampiri dengan kesialan.
“Tuan, saya akan membereskannya, saya akan mengeluarkannya saat ini juga dan menuntutnya untuk membayar ganti rugi!” Nyonya Zuri memberanikan diri untuk menimpali. Perempuan itu sepertinya khawatir jika ia akan mendapatkan jatah tamparan kalau saja ia tak turut menunjukkan kemarahannya pada Olivia Milan.
Hening sejenak, sebab Rainer Griffin memang sedang merasa ada yang aneh dengan dirinya. Pasca operasi satu bulan yang lalu itu, tidur malamnya selalu didatangi oleh sosok perempuan, dan kini perempuan itu ada di hadapannya!
“Ah, tidak. Jangan pecat dia! Suruh dia ke ruanganku nanti pukul satu siang!” ucap Rainer Griffin segera, sepertinya ia mulai penasaran dengan fenomena aneh yang baru saja ia alami. Dalam benaknya, ia ingin memastikan apakah fenomena mimpinya tersebut benar-benar memiliki maksud tersembunyi atau hanya merupakan bunga tidur yang tak berarti. Untuk memastikan itu semua, paling tidak Rainer Griffin harus bertemu lagi dengan perempuan itu.
“Bbb-Baik. Baik, Tuan!” Jawab nyonya Zuri ketakutan karena takut telah salah bicara sebelumnya. Nyonya Zuri sebenarnya merasa sangat kaget melihat perubahan ekspresi yang terjadi di wajah Tuan Muda Rainer Griffin. Jelas-jelas Tuan Griffin awalnya menunjukkan kemarahan yang kuat, tetapi tiba-tiba gurat-gurat kemarahan di wajahnya memudar dan tergantikan dengan gurat kebingungan yang susah dijelaskan.
“Baiklah, pukul satu siang. Ingat itu!” ucap Rainer Griffin seraya menudingkan telunjuknya ke arah Olivia Milan yang masih lemas.
‘Sial! Mengapa aku ingin memandangi wajahnya lagi? Siapa dia? Bagaimana bisa wajahnya nyaris sama dengan perempuan itu?’ Rainer Griffin membatin keheranan, setidaknya, hal tersebut masih menjadi misteri besar di kepalanya.
Tepat pukul satu siang, Olivia Milan tengah berdiri mematung di depan pintu ruangan Rainer Griffin. Ia telah berada di sana bahkan sejak setengah jam sebelumnya sebab ia terlalu khawatir kalau-kalau ia akan datang terlambat. Sebelumnya, Olivia juga telah diberi tahu oleh seorang security jika Rainer Griffin adalah CEO di perusahaan tersebut. Ketika mengetahui fakta itu, Olivia yakin jika tak akan ada seorang pun yang bisa menolongnya jika Rainer Griffin memberinya perlakuan yang lebih buruk dari yang pertama. Pintu ruangan Rainer Griffin tiba-tiba terbuka dari dalam. Seorang perempuan yang berparas cantik dan berbaju elegan muncul dari dalam ruangan. Gadis itu memicingkan matanya beberapa saat ketika mendapati ada sosok perempuan aneh di depan pintu ruangan. "Demi Tuhan, mengapa ada gembel di tempat ini?" gadis itu memekik dan menunjukkan ekspresi seperti mau muntah kepada Olivia Milan. Gadis itu merasa aneh ada se
Sepulang dari kantor tempatnya bekerja, Olivia Milan tak langsung menuju ke rumah. Ia memilih untuk mampir ke pemakaman lagi, hendak menemui suaminya yang kini telah tinggal di dalam tanah. Sebagaimana hari-hari sebelumnya, Olivia memang kerap mengadu kisah kesehariannya pada Varen. Dengan bercerita pada kuburan Varen, Olivia seolah merasakan ada sedikit beban yang akan terangkat dari pundaknya. “Sayang, sedang apa dirimu hari ini? Apakah di sana indah? Apakah kau sedang menungguku dengan gelisah?” tanya Olivia seraya menempelkan telinganya ke nisan Varen Omkara, seolah ia ingin mendengar jawaban dari Varen atas pertanyaannya. Tentu saja kuburan itu tak memberi jawaban, meski demikian Olivia terus mengoceh tanpa berhenti. Menceritakan ragam kesialannya hari ini, dan tak lupa juga Olivia menceritakan tentang Tuan Rainer Griffin yang aneh. “Sayang, besok Tuan Griffin memintaku untuk ke ruangannya lagi pukul sembilan. Doakan istrimu ini, ya! Semoga aku tak menda
“Keluar Kau dari ruanganku! Aku muak melihat wajahmu!” Demi menutupi ketertarikan yang mulai muncul di hatinya, Rainer Griffin justru membentak-bentak Olivia Milan seraya menuding ke arah gadis tersebut untuk segera meninggalkan ruangannya. Itu adalah ke dua kalinya Olivia Milan menyaksikan dirinya diusir dengan cukup kasar oleh Tuan Griffin. "B-baik, Tuan Griffin. Saya akan pergi." Olivia kembali dibuat bingung oleh Tuan Griffin. Lelaki itu hampir selalu menunjukkan perubahan ekspresi yang sangat ekstrem. Ia lantas membungkuk sebentar sebelum menghambur ke luar ruangan dan lenyap dari pandangan. Jika ia tak segera pergi, ia khawatir kalau-kalau Tuan Griffin akan meminta pengawalnya untuk menganiayanya lagi. Sementara itu, Rainer Griffin terlihat cukup marah, ia melemparkan berkas-berkas di mejanya hingga membuat dokumen-dokumen penting itu berserakan di lantai. Setelahnya, ia bangkit berdiri seraya melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher hing
Pagi-pagi sekali, Olivia bertandang ke kuburan Varen Omkara. Memberikan sebuah buket bunga di atas kuburan tersebut, lalu berceloteh panjang lebar seperti seorang anak TK yang sedang diminta menceritakan pengalaman liburannya di Kebun Binatang. Celotehan Olivia Milan terhenti ketika gadis tersebut menyadari jika jam tangan di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Sudah saatnya ia pergi ke kantor, dan memulai hari baru dengan bekerja di dalam ruangan Tuan Griffin. Olivia Milan menebak-nebak tentang tugas apa yang akan ia emban ketika ia bekerja di ruangan Tuan Griffin. Apakah Tuan Griffin akan menjadikannya seorang sekretaris pribadi? Untuk sejenak Olivia Milan memikirkan kemungkinan tersebut tetapi buru-buru ia singkirkan jauh-jauh pikiran itu. Ia tentu sadar diri jika kecakapannya jauh memenuhi syarat untuk bisa menjadi seorang sekretaris pribadi. Setengah jam berselang, Olivia telah sampai di kantornya yang bernama Green Prop
Hari pertama bekerja di ruangan Tuan Griffin akhirnya dimulai juga. Pagi itu jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi, Olivia Milan telah tiba di lantai tempat ruangan Tuan Griffin berada. Meski cukup yakin jika Tuan Griffin belum tiba di sana, Olivia Milan tetap datang tepat waktu. Kedatangan Tuan Griffin adalah sepenuhnya hak Tuan Griffin sementara kewajibannya adalah datang tepat waktu. Maka, betapa kagetnya Olivia Milan ketika ia keluar dari lift, di sudut lift yang lain yaitu tepat di seberang dia berdiri, ia juga melihat Tuan Griffin sedang menuju ke arah yang sama dengannya. Tak seperti biasanya yang selalu berjalan diiringi pengawal, kali itu Tuan Griffin hanya berdua saja dengan seorang pria yang sepertinya seuasia dengan Tuan Griffin. Olivia buru-buru menundukkan kepalanya ketika pandangannya tak sengaja bertabrakan dengan tatapan tajam Tuan Griffin. Ia takut kalau-kalau hal tersebut dihitung sebagai kesalahan lagi. Buuug!!! “Aduuh!” Kaki O
Saat itu, Olivia Milan seperti melihat pemandangan yang cukup ganjil di depan matanya. Bagaimana bisa seorang manusia waras dengan sengaja menumpahkan minuman kopi kemasan ke permukaan sofa putih bersih miliknya sendiri. Manusia itu tak lain tak bukan adalah Tuan Rainer Griffin. Setelah marah-marah dan menuding Olivia Milan menggoda Harry, Rainer Griffin lantas mengambil minuman dari dalam lemari pendingin di ruangannya. Lalu, tanpa ragu pria itu menumpahkan isi minuman berwarna hitam tersebut ke permukaan sofa. Ajaibnya lagi, setelah minuman pekat itu tumpah ruah ke permukaan sofa, Rainer Griffin kembali marah-marah dan meminta Olivia Milan untuk membersihkan sofa tersebut. Andai Olivia menceritakan apa yang baru saja ia lihat kepada seseorang, Olivia yakin siapapun tak akan mempercayai ceritanya. Seorang CEO muda yang dibangga-banggakan banyak orang, mana mungkin melakukan hal-hal absurd macam itu. Maka dari itu, sekuat apapun Olivia ingin bercerita tentang pemand
Melihat pundak Olivia Milan yang masih bergetar-getar karena menangis, Rainer Griffin hampir tak bisa menahan rasa terbakar di dadanya. Kemarahannya meluap-luap karena tak terima gadis manis itu mendapat perlakuan buruk dari entah siapa. Rainer Griffin pun akhirnya menyambar sebuah ponsel yang tergeletak di atas meja, ia berniat menghubungi seseorang yang bisa menunjukkan siapa pelaku yang telah berbuat semena-mena pada Olivia Milan. “Halo, Sean, aku butuh rekaman CCTV di sekitar ruangan Cleaning Service selama setengah jam terakhir! Kirimkan padaku segera!” “Baik, Tuan Muda. Akan saya kirimkan secepat mungkin!” terdengar, seseorang di seberang itu langsung mengiyakan perintah dari Rainer Griffin tanpa banyak bertanya, menandakan jika orang tersebut memang ditugaskan untuk menjalankan perintah-perintah yang diberikan oleh Rainer Griffin. Tak lama berselang, sebuah video masuk ke ponsel pintar Rainer Griffin. Pria itu membuka isi video yang tela
Dalam hitungan detik, Olivia Milan telah menyambar kotak merah di atas meja. Buru-buru ia membukanya dan mendapati di dalam kotak merah tersebut ada atasan blouse berwarna mustard dengan bahan yang super lembut dan sedikit berkilau. Gadis itu hampir memekik karena saking gembiranya mendapat hadiah sebagus itu. Beruntung, ia segera ingat jika ia sedang berada di dalam kandang singa jantan. Jika ia membuat singa jantan itu terganggu, habislah riwayatnya. “Tuan Griffin, ehm, saya mohon izin keluar dulu untuk berganti pakaian. Saya janji tidak akan lama. Setelahnya, saya akan segera membersihkan sofa Tuan Griffin.” “Mengapa kau tak berganti pakaian di kamar mandiku saja?” Rainer Griffin menjawab dengan nada datar. “Begitu? Saya boleh meminjam kamar mandi Tuan Griffin lagi?” Olivia bertanya ragu-ragu. “Apa kau bodoh? Mengapa kau selalu tak mengerti ucapanku? Ah, ya, kau bahkan bisa berganti pakaian di sini! Siapa yang peduli!” jawab Rainer Griffin