Share

Gara-gara Harry

Hari pertama bekerja di ruangan Tuan Griffin akhirnya dimulai juga. Pagi itu jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi, Olivia Milan telah tiba di lantai tempat ruangan Tuan Griffin berada. Meski cukup yakin jika Tuan Griffin belum tiba di sana, Olivia Milan tetap datang tepat waktu. Kedatangan Tuan Griffin adalah sepenuhnya hak Tuan Griffin sementara kewajibannya adalah datang tepat waktu.

Maka, betapa kagetnya Olivia Milan ketika ia keluar dari lift, di sudut lift yang lain yaitu tepat di seberang dia berdiri, ia juga melihat Tuan Griffin sedang menuju ke arah yang sama dengannya. Tak seperti biasanya yang selalu berjalan diiringi pengawal, kali itu Tuan Griffin hanya berdua saja dengan seorang pria yang sepertinya seuasia dengan Tuan Griffin. Olivia buru-buru menundukkan kepalanya ketika pandangannya tak sengaja bertabrakan dengan tatapan tajam Tuan Griffin. Ia takut kalau-kalau hal tersebut dihitung sebagai kesalahan lagi.

Buuug!!!

“Aduuh!”

Kaki Olivia tersandung oleh sebelah kakinya sendiri, menunjukkan betapa gadis itu melangkah dengan kadar kegugupan yang tinggi. Gadis itu pun tersungkur ke lantai dengan posisi bersimpuh, membuatnya merasa sangat malu karena terjatuh dalam posisi yang tak estetik di depan pria-pria tampan.

“Hei, Kau tidak apa, Nona?” seseorang berseru dari seberang, itu adalah suara seorang pria yang berjalan beriringan dengan Tuan Griffin.

Sial dia mendekat ke sini. Ah, memalukan!

Olivia Milan mencengkram lututnya yang tak begitu sakit, ia seolah-olah menunjukkan ekspresi kesakitan hanya karena kebingungan harus berbuat apa dalam situasi yang memalukan seperti itu.

“Dia bisa bangun sendiri, kau mau apa?” terdengar Tuan Griffin mendengus kesal kepada rekannya yang masih bergegas menghampiri sosok Olivia Milan yang tersungkur di lantai.

“Bagaimana jika kakinya terkilir?” seru rekan Tuan Griffin. Dari suaranya, pemuda itu sepertinya merupakan sosok yang ramah dan penyayang.

“Nona, apakah kakimu terkilir?” pemuda itu segera memosisikan dirinya sama rendah dengan Olivia Milan.

“Ehm, saya kira saya baik-baik saja, Tuan.” jawab Olivia Milan seraya menyibakkan juntaian rambutnya ke belakang telinga. Sebuah gerakan refleks yang biasanya dilakukan perempuan ketika mereka gugup dan tersipu.

“Oh, syukurlah. Kau bisa berdiri sendiri?” pemuda itu terdengar sangat jujur ketika ia mengucapkan kalimatnya, menandakan bahwa ia memang bersimpati pada gadis manis di depannya itu. Tak bisa dipungkiri, pria itu menaruh kekaguman pada Olivia Milan dalam sekali pandang. Bukan karena paras Olivia yang cantik, tetapi lebih pada kesederhanaan penampilan Olivia Milan.

Bukankah wanita dengan paras sederhana sudah hampir punah di dunia modern ini? Dari mana bidadari tak bersayap ini berasal?

Ada sebuah lengkungan menawan di bibir pemuda itu, pria itu pun tak sadar jika telah melempar senyuman pada Olivia Milan. Hampir saja Olivia Milan membalas senyum menawan itu, tetapi sedetik sebelum senyum Olivia lepas landas, matanya menangkap sosok yang berdiri beberapa meter dari tempatnya berada. Sosok itu seolah sedang mengeluarkan aura hitam pekat, sorot matanya tajam dan menghujam. Dialah Tuan Griffin, dari aura gelap yang ia pancarkan, jelas Tuan Griffin tak menyukai pemandangan di depan matanya.

Olivia Milan buru-buru berdiri dan membenahi penampilannya. Ia mengucapkan beberapa kali terima kasih pada si pria menawan sambil sesekali mencoba melirik ke arah Tuan Griffin. Olivia melihat, pandangan bengis Tuan Griffin masih cukup tajam. Gadis itu pun menggerutu dalam batin membayangkan bagaimana nasibnya hari itu, berada di dalam satu ruangan dengan orang yang sorot matanya mengerikan.

“Tuan, silakan tuan lanjutkan urusan Tuan. Saya mohon izin untuk ke toilet, permisi.” Olivia Milan membungkuk hormat lalu membalikkan tubuhnya dengan sangat hati-hati. Setelahnya, ia pun bergegas menuju ke toilet meski tak sedang ingin buang air. Setidaknya, berdiam diri di dalam toilet akan membuat perasaan gugupnya memudar.

Sekitar lima menit setelah menenangkan diri di dalam toilet, Olivia Milan melangkahkan kaki keluar dan memantabkan hatinya untuk segera memulai hari baru. Hari di mana ia akan berada dalam satu tempat yang sama dengan Tuan Griffin. Ketika telah sampai di depan ruangan Tuan Griffin, tanpa pikir panjang Olivia langsung membuka pintunya sebab tak ada pengawal yang berjaga.

“Adikku sepertinya sedang kerepotan membagi waktu antara bekerja dan menyelesaikan disertasinya, jadi kukira kau tak akan keberatan jika aku akan menggantikan posisinya sementara, haha bukankah itu terlihat menyenangkan, Rain? Kita terbiasa berkelahi bersama, sekarang aku akan menjadi bawahanmu selama beberapa waktu!”

“Maaf, sepertinya saya mengganggu perbincangan Tuan-tuan, saya akan keluar sekarang,” Olivia Milan lagi-lagi merasa telah berada di dimensi waktu dan tempat yang salah.

“Hei, tunggu. Kau adalah si nona yang terkilir tadi, bukan? Rain, apa dia bekerja di ruanganmu?” pemuda itu meminta Olivia untuk tetap tinggal sembari meminta Rainer Griffin untuk memberi penjelasan.

“Ya. Ini adalah hari pertamanya bekerja di sini!” Rainer Griffin menjawab singkat, ia tahu rekannya itu pasti tertegun keheranan dengan keadaan itu. Selama ini, Rainer Griffin memang terkenal pilih-pilih soal siapa saja perempuan yang boleh berada di sekitarnya. Dari sisi penampilan secara keseluruhan, bahkan seharusnya Olivia Milan tak memenuhi standar paling minimal.

“Hei, Kawan, apakah ini mimpi? Sejak kapan seleramu berubah? Oh, Nona, maaf bukannya aku merendahkanmu ya, tapi temanku ini tak pernah suka dengan perempuan sederhana seperti nona! Sebaliknya, aku sangat menyukai tipe perempuan apa adanya sepertimu!”

“Harry! Diam dan keluar kau dari ruanganku!” Rainer Griffin membentak rekannya yang bernama Harry tersebut. Harry merupakan teman dekat Rainer Griffin sekaligus kakak dari sekretaris pribadi Rainer yaitu Adelyn Scarlet. Adelyn Scarlet sedang sibuk menyelesaikan disertasinya sehingga gadis itu meminta kakaknya untuk menggantikan posisinya sementara waktu.

Rainer Griffin, Adelyn Scarlet, dan Harry memang memiliki kedekatan khusus di luar urusan pekerjaan. Tak heran, meskipun berada di kantor Rainer Griffin, Harry tetap bertingkah santai dan tidak formal. Bahkan, ketika Rainer Griffin membentaknya pun, Harry sama sekali tak terlihat sakit hati karenanya.

“Baiklah, Sobat! Aku akan pulang dulu dan jangan lupa pertimbangkan usulanku barusan. Jadikan aku sekretaris sementara selagi Adelyn mengerjakan disertasinya. Oke?” ucap pemuda itu seraya menyunggingkan senyum maklum dan menepuk-nepuk pundak Rainer Griffin.

“Jangan sentuh aku!” Rainer Griffin memundurkan pundaknya dengan ekspresi tak senang.

Harry makin tersenyum melihat tingkah kasar Rainer Griffin yang hampir tak pernah berubah sejak dulu. Harry pun membalikkan badan dan bergegas meninggalkan ruangan. Ketika ia berpapasan dengan Olivia Milan yang masih mematung di tempatnya, Harry mendekatkan kepalanya ke telinga Olivia.

“Nona, temanku itu memang menyebalkan. Kalau kau tak krasan bekerja di sini, aku bisa memberimu tempat di kantor ayahku,” ucapnya seraya melemparkan senyum menawannya lagi. Olivia mengangguk pelan, bukan sebagai tanda setuju melainkan hanya sebatas basa-basi kesopanan.

Hening beberapa saat setelah Harry meninggalkan ruangan. Baik Olivia maupun Rainer Griffin, tak satu pun dari mereka yang ingin memulai percakapan. Olivia Milan lebih tepatnya, ia tak berani memulai duluan sebab jangankan untuk mengucap sepatah kata, untuk bernapas saja ia melakukannya dengan cukup hati-hati dan pelan-pelan. Wajah Rainer Griffin sungguh-sungguh menyeramkan saat itu.

“Kau ini memang gadis penggoda, ya!” tiba-tiba Rainer Griffin memulai percakapan.

“Maaf, menggoda? Tuan, saya tak mengerti…

“Diam! Aku melihatmu tersenyum dan menyibakkan rambut pada Harry. Kau ingin menggoda temanku, ha?” Rainer Griffin berkata dengan kemarahan yang tertahan. Kemarahan yang sepertinya dilandasi dengan rasa cemburu yang cukup besar, tapi tentu saja, ia tak mau menganggap kemarahannya itu merupakan sebuah kecemburuan.

“Oh, maafkan saya. Maafkan saya yang selalu melakukan kesalahan,” Olivia Milan membungkuk beberapa kali. Percuma saja jika ia melakukan pembelaan, di saat-saat yang seperti itu, pembelaan hanya akan menyulut kemarahan.

“Kau tak boleh menebarkan senyuman kepadanya lagi!” gertak Rainer Griffin refleks, setelah hening beberapa saat, Rainer Griffin menyadari jika ia telah melakukan kesalahan besar. Bukankah itu akan menunjukkan jika ia tertarik pada Olivia Milan? Hal yang sangat memalukan jika sampai ketahuan siapapun!

“Maksudku, aku tak suka ada pegawaiku yang merayu-rayu temanku!” buru-buru Rainer Griffin mengoreksi kalimatnya dan berharap jika Olivia Milan tak sempat menyaksikan dirinya yang salah tingkah. Hari itu, Rainer Griffin sepertinya telah kesal pada tiga orang sekaligus. Kepada Harry yang telah berbaik hati pada Olivia Milan. Marah kepada Olivia Milan yang telah melemparkan senyum sangat manis untuk Harry. Sekaligus, Rainer Griffin juga marah pada dirinya sendiri sebab ia kesal mendapati Olivia Milan memberikan senyuman manis kepada pria lain.

======= 

Halo-halo, author menyapa. Dear readers, tolong beri semangat untuk author dalam melanjutkan cerita ini ya^^ Kalian bisa meninggalkan review bintang FULL ke cerita ini sambil kasih komen. Oh ya, kalau kalian mau nagih up, kalian bisa sapa author di IG @banin.sn atau kanal Yutub: iPus Channel Banin SN. Makasih, luv u...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
FX Hari Winarto
amat jelek cerita yg mengada ada ............................................................
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status