Kakek Zhou Fu bernama Li Xian. Dari segi fisik, Li Xian sama sekali tak memiliki kemiripan dengan Zhou Fu, Li Xian memiliki perawakan yang pendek dan bertulang kecil sementara Zhou Fu, meski masih berusia enam tahun, orang bisa melihat jika Zhou Fu merupakan keturunan dari orang tua yang berperawakan kekar. Li Xian sejatinya memang bukanlah kakek kandung Zhou Fu, tetapi ia selalu menganggap jika Zhou Fu adalah cucu kandungnya sendiri.
Seperti pada malam itu, Li Xian mendekap tubuh Zhou Fu yang tidur meringkuk di dalam goa beralaskan tanah yang dingin. Sesekali Li Xian mengelus-elus kepala bocah itu seolah Zhou Fu masih bayi. Ketika Zhou Fu tertidur, Li Xian selalu melihat wajah seorang anak-anak yang kelelahan. Tubuh Zhou Fu dipenuhi dengan luka gores, luka gigitan binatang buas, luka benturan, dan beragam cidera-cidera lain yang sebenarnya cukup mengerikan untuk dialami oleh anak seusia Zhou Fu.
Ketika Li Xian selalu memendam iba pada cucu kecilnya, Zhou Fu justru tumbuh menjadi anak kecil yang mati rasa. Maksudnya, ia tak mengenal apa yang orang sebut sebagai belas kasihan, ia tak mengenal kesedihan, tak mengenal kebahagiaan. Yang ia rasakan adalah, gelisah dan khawatir jika ia gagal menjalankan tugas dari kakek, bersemangat ketika ia berhasil memenuhi misi dari kakeknya. Jika pada suatu hari Zhou Fu mengalami luka baik itu ringan atau serius, ia tak pernah menangis sebab sepertinya ia tak tahu fungsi dan cara menangis. Yang ia lakukan ketika kesakitan adalah, merasa tak nyaman dan ingin segera lepas dari rasa sakit yang ia alami.
Malam sudah semakin larut ketika Li Xian melihat cucunya sudah cukup nyenyak tidurnya. Di saat yang seperti itulah, Li Xian biasa melakukan penyembuhan pada luka-luka di tubuh Zhou Fu. Li Xian duduk bersila menghadap punggung Zhou Fu yang tidur meringkuk. Matanya terpejam sambil merapal beberapa mantera yang mungkin ia maksudkan untuk memberi kesembuhan pada cucunya. Dua telapak tangannya bergerak seolah menyapu udara yang ada di sekujur tubuh Zhou Fu. Hal tersebut selalu ia lakukan agar Zhou Fu kembali bangun dalam keadaan yang fit di pagi harinya, tentu saja, tanpa pernah memberi tahu Zhou Fu agar anak itu tidak terlalu mengandalkan penyembuhan instan setiap kali terluka.
Setelah Li Xian merasa penyembuhan yang ia lakukan selesai, Li Xian beranjak bangun untuk mengamati gajah buruan Zhou Fu yang sudah tak berkepala. Ia tersenyum melihat sederet jebakan yang dibuat Zhou Fu demi membuat gajah itu terperangkap. Ada stalagtit besar berukuran panjang kurang lebih lima meter yang menancap kuat ke punggung gajah hingga membuat gajah itu kehilangan nyawa.
Tiba-tiba, Li Xian mengerutkan kening selama beberapa saat. Ia melihat tanda aneh di sisi kanan perut gajah buruan Zhou Fu. Di sana, ada bekas merah berbentuk kepalan tangan yang ternyata tanda tersebut juga ada di sisi perut gajah, tetapi dalam bentuk yang berbeda. Jika di sisi kanan perut tampak ada sebuah pukulan tangan dari luar, di sisi kiri perut gajah justru menandakan jika bagian tersebut seolah telah mendapat pukulan dari dalam.
“Apakah itu artinya?”
Li Xian mengamati lebih detail tanda merah tersebut. Pengamatannya berlangsung selama kurang lebih sepuluh menit sebelum akhirnya ia menunjukkan ekspresi yang sangat gembira bercampur bangga. Itu adalah jurus pukulan bayangan, sebuah jurus yang tingkat kerumitannya sering membuat beberapa pendekar menyerah untuk mempelajarinya. Pukulan bayangan adalah jurus yang bisa melukai tubuh beberapa lawan sekaligus karena jurus tersebut memiliki panjang gelombang rusak yang cukup panjang.
Sebenarnya, sudah ada beberapa jurus yang berhasil dikuasai Zhou Fu dengan sangat baik di usianya yang masih belia. Tetapi Li Xian cukup heran dan kagum sebab cucu kecilnya sudah berhasil menguasai jurus yang tergolong rumit penguasaannya. Li Xian pun memotong tubuh gajah tersebut dengan gading milik si gajah itu. Benar saja, ada semburat biru yang membentang dari awal hingga ke ujung pukulan yang diberikan Zhou Fu. Li Xian tak peduli apakah pukulan itu digunakan Zhou Fu untuk membunuh mangsanya, ataukah hanya iseng dipukulkan akibat geram ia tak segera datang menolong.
“Apapun alasannya, kau telah cukup berhasil cucuku,” senyum Li Xian merekah selagi tangannya mengaduk-aduk organ dalam gajah demi mengamati seberapa kuat pukulan itu melukai targetnya.
***
Zhou Fu bangun ketika ia merasa tanah yang tempati untuk meringkuk tiba-tiba terasa bergetar hebat. Matanya membelalak ketika melihat stalagtit berukuran besar yang menggantung di atas goa tiba-tiba satu demi satu runtuh ke bawah. Ia yang belum sepenuhnya sadar terpaksa harus memaksa tubuhnya siaga dalam keadaan.
“Sialan! Kakek bahkan tak memberiku waktu untuk bangun siang!” Zhou Fu bangkit dan berlari keluar dari goa sambil sesekali menghalau stalagtit raksasa yang hendak menghantam tubuhnya. Zhou Fu yakin kakeknya sedang berulah di atas goa, mengeluarkan jurus-jurus tertentu demi membuat nyawanya terancam. Hal tersebut tak sekali dua kali dilakukan oleh Li Xian. Ketika Zhou Fu berusia lima tahun, Li Xian bahkan berani melemparkan cucunya tersebut ke sekumpulan serigala yang haus mangsa.
“Ha ha ha… Ayo bangun anak malas! Dasar Kau pemalas, aku saja sewaktu kecil hanya tidur tak lebih dari dua jam semalam! Dasar kau anak malas!” Terdengar gelak suara tawa dari atas goa, dari suaranya itu, Zhou Fu yakin jika kakeknya sedang sangat menikmati kesibukannya yang bertarung melawan rasa kantuk sambil menghalau bongkahan batu runcing yang bisa meremukkan tubuhnya sewaktu-waktu.
“Jika aku besar nanti, awas kau! Akan kulempar kau ke kawanan singa buas ketika sedang tertidur! Atau, akan kupendam kau di tanah yang dipenuhi ular berbisa! Ingat itu!” ucap Zhou Fu ketika sudah berhasil keluar dari goa. Ia terengah-engah karena memaksa tubuhnya yang masih mengantuk untuk waspada. Ia mendongak ke atas sambil mengacungkan jari telunjuk. Ya, Zhou Fu memang sangat tidak senang jika tidurnya diganggu. Menurutnya, tidur adalah salah satu hal yang sangat menyenangkan. Sebab, nyatanya memang demikian, selama mata Zhou Fu tidak terpejam, ia selalu dibebani dengan tugas-tugas yang berat oleh kakeknya.
Dari atas goa, Li Xian setengah berlari di udara lalu menghampiri Zhou Fu yang sepertinya memendam amarah. Begitu ia tiba tepat di hadapan Zhou Fu, ia mendapati Zhou Fu langsung menghadiahinya dengan pukulan, dari gerakannya, Li Xian tahu jika Zhou Fu hendak mengganjarnya dengan jurus pukulan bayangan. Li Xian tersenyum dan membiarkan perutnya dihantam pukulan berat dari Zhou Fu. Dengan kualitas tubuh Li Xian yang sudah tak diragukan lagi, ia yakin jika pukulan cucunya hanya akan seperti gigitan nyamuk.
“Pukulan seribu bayangan!”
Buuuug!!!
Begitu pukulan tersebut mendarat di perutnya, ia merasakan gelombang kejut yang lumayan menyakitkan. Tulang punggungnya seperti dihantam bongkahan baja.
Duaaaar!!!
Ada sebuah batu di sisi depan goa yang turut terbelah ketika Zhou Fu melancarkan serangannya.
Sial*an, tak kusangka pukulannya akan sekeras ini!
Li Xian membatin, tapi justru kalimat lain yang keluar dari mulutnya,
“Pukulan macam apa itu, bayi rusa pun hanya akan merasa gatal jika dipukul seperti itu!”
Zhou Fu merasa kesal, dan ya, ia hampir selalu kesal sebab serangan apapun yang ia berikan kepada kakeknya hampir tak pernah membuat kakeknya mengaduh. Mengubah mimik wajah pun tidak. Jika sudah demikian, Zhou Fu akan menghukum dirinya dengan berlatih tiga atau empat kali lebih lama dan lebih berat.Ia tak peduli tentang kerasnya dunia sebagaimana yang diceritakan sang kakek. Ia berlatih keras demi sebuah pencapaian untuk membuat kakeknya merasakan sakit karena serangannya. Dengan demikian, ia bisa dengan bangga memamerkan kekuatannya pada sang kakek.Andai saja Zhou Fu hidup di masyarakat secara umum, mungkin orang-orang justru takut sebab ia adalah anak yang terlalu kuat pada usianya. Setidaknya, Li Xian menyadari hal tersebut tapi enggan mengatakannya. Bahkan, sepanjang hidup Li Xian yang sudah menyentuh angka 155 tahun, baru kali ini Li Xian mendapati seorang anak yang mampu ditempa latihan dengan begitu kerasnya.Waktu itu, ketika Zhou Fu mendapati kakeknya
“Benar ‘kan, apa kataku, kakek langsung tersenyum! Apakah kesedihan kakek sudah hilang?” mata Zhou Fu berbinar-binar mendapati kakek Li Xian yang tadinya terlihat suntuk menjadi lebih ceria.“Ya, anggap saja demikian. Ngomong-ngomong kakek merasa hari ini sedang tak enak badan. Bisakah kau meracikkan ramuan untukku?” Li Xian berpura-pura memijit-mijit pelipisnya sementara Zhou Fu langsung bangkit dari duduknya untuk memeriksa kepala kakeknya.“Mana, mana yang sakit, Kek? Kumohon jangan mati dulu, aku tidak mau sendirian di sini!”Zhou Fu memberikan respon yang cukup berlebih pada sebuah kepura-puraan Li Xian. Hal tersebut dikarenakan Li Xian berhasil memberi pelajaran tentang arti sebuah kematian kepada Zhou Fu. Di mana, kematian adalah sebuah perpisahan besar yang membuat seseorang tidak lagi bisa diajak bercengkrama.“Mungkin aku akan mati segera, kecuali…“Kecuali apa, Kek? Ka
“Sudah-sudah, ayo kita pulang ke gubuk. Sudah hampir sepekan kita meninggalkan gubuk, berdoa saja semoga rumah kita tidak dirusak binatang buas.”Zhou Fu bangkit berdiri mengikuti Li Xian yang sudah terlebih dahulu berdiri. Cucu dan kakek itu kini berjalan beriringan membelah rerumputan hijau yang masih perawan. Maksudnya, tak terjamah kawanan manusia. Entah bagaimana, alam akan menjadi sangat menawan ketika mereka tidak bertemu dengan manusia. Setidaknya binatang lebih tahu diri dan bisa memperlakukan alam dengan lebih baik daripada manusia.Alasan mengapa pulau Konglong merupakan pulau yang tidak terjamah manusia adalah karena lokasinya yang berjauhan dengan dengan pulau-pulau lain. Seribu pulau yang tersebar di sepanjang sisi depan daratan Caihong memiliki karakteristik yang sama yaitu saling berdekatan dan hanya dibatasi oleh selat-selat kecil. Sementara itu, pulau Konglong menjadi salah satu dari sedikit pulau yang terisolir. Berdiri di tengah hamparan
Pulau Konglong kembali menjadi pulau yang hanya dihuni binatang dan tumbuhan begitu Li Xian dan Zhou Fu melakukan penyeberangan ke pulau lain. Mereka menggunakan perahu rakit darurat yang dibuat dari gelondongan pohon-pohon besar. Sebelum pergi, mereka juga mengaburkan bekas penebangan tersebut.“Fu’er, ini bukanlah bentuk perahu yang layak untuk digunakan sebagai alat menyebrang lautan. Jika kau tak sedang bersamaku, kau tidak boleh menggunakan perahu rakit seperti ini di laut bebas.”Zhou Fu tidak memperhatikan ucapan kakeknya, ia sedang berdiri berkacak pinggang sambil memandangi langit yang sudah berhiaskan bintang. Li Xian yakin cucunya sedang menghayal tentang sesuatu. Li Xian sudah hafal jika pandanga Zhou Fu seperti itu, pasti ia sedang menghayal.Li Xian pun mulai mengatur strategi. Ia tak tahu berapa lama misi dalam gulungan perak itu ditentukan oleh pemangku organisasi. Bisa satu minggu atau bahkan hanya tiga hari saja. Sementara per
Sudah menjadi hal yang normal ketika seseorang pertama kali menginjakkan kaki ke sebuah pulau kecil, yang pertama kali terdengar adalah gemuruh dari beragam binatang rimba. Tetapi tidak demikian dengan hutan Youhi. Pemandangan hutan Youhi memang tampak normal sebagaimana pulau-pulau pada umumnya, tetapi perasaan Li Xian mengatakan jika ada yang tidak beres dengan pulau tersebut.“Fu’er, kau istirahat dulu di sini, kakek ingin memastikan sesuatu!”“Baiklah. Jika ada bahaya, Kakek jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku.” Zhou Fu memberi usul dengan ekspresi yang serius, sepertinya dia memang sudah merasa menjadi pahlawan sejak ia berhasil menaklukan musuh tempo hari hanya dengan satu pukulan.Li Xian berjalan dengan hati-hati, ia penasaran apa yang membuat hutan tersebut menjadi sunyi. Langkah Li Xian terhenti ketika ia mendapati ada sebuah batu besar yang sepertinya sengaja diletakkan di bibi hutan dan cukup dekat dengan lokasi pan
Li Xian tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Zhou Fu yang sepertinya tersinggung ketika Li Xian menyebut soal pertolongan Dewa.“Baiklah-baik, kakek menunggumu terus-menerus dua hari ini. Kakek sepertinya takut jika ada bahaya dan kakek sendirian,” tutur Li Xian sekadar untuk membuat Zhou Fu merasa berguna keberadaannya.“Jangan khawatir, Kek. Aku sudah di sini bersama kakek. Bahaya yang kemarin itu, sepertinya menyenangkan juga kalau datang lagi.”Li Xian dengan refleks memukul kepala Zhou Fu sebab bencana seperti dua hari silam itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan candaan. Binatang seberat 1 ton saja akan bisa tersapu dengan mudah lalu tenggelam di dasar lautan jika dihantam tsunami seganas itu.“Jaga mulutmu, bocah!”***Tak hanya tsunami berkekuatan dahsyat, ternyata pulau Youhi juga memiliki beberapa gunung berapi yang aktif. Sesekali, pulau tersebut banjir air, dalam waktu yang lain, pulau ter
Kesalahpahaman antara Zhou Fu dan perempuan yang baru ia temui pada akhirnya harus terhenti ketika Zhou Fu mendengar suara langkah kaki mendekat. Suara itu adalah suara pergerakan beberapa orang yang cukup gesit dan lincah. Didengar dari laju pergerakannya, Zhou Fu yakin jika kecepatan langkah tersebut melebihi singa jantan yang kelaparan. “Itu dia nona Shen Shen! Jangan biarkan nona Shen Shen lolos!” Tiga orang pendekar laki-laki menyergap Zhou Fu dan perempuan yang ternyata bernama Shen Shen. Shen Shen bersembunyi di balik tubuh Zhou Fu dan memohon agar Zhou Fu bersedia menolongnya. “Tenang, akan kuhadapi mereka semua!” Insting Zhou Fu memang mengatakan jika Shen Shen memang sedang membutuhkan pertolongan. Zhou Fu pun mengambil sikap siap untuk memberi serangan pada tiga pendekar yang kini berdiri tak jauh darinya. “Minggir kau, Bocah! Jika tidak aku akan membelah tubuhmu menjadi dua bagian!” salah seorang dari tiga pendekar itu mena
Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong.Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun.“Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong.