Pulau Konglong kembali menjadi pulau yang hanya dihuni binatang dan tumbuhan begitu Li Xian dan Zhou Fu melakukan penyeberangan ke pulau lain. Mereka menggunakan perahu rakit darurat yang dibuat dari gelondongan pohon-pohon besar. Sebelum pergi, mereka juga mengaburkan bekas penebangan tersebut.
“Fu’er, ini bukanlah bentuk perahu yang layak untuk digunakan sebagai alat menyebrang lautan. Jika kau tak sedang bersamaku, kau tidak boleh menggunakan perahu rakit seperti ini di laut bebas.”
Zhou Fu tidak memperhatikan ucapan kakeknya, ia sedang berdiri berkacak pinggang sambil memandangi langit yang sudah berhiaskan bintang. Li Xian yakin cucunya sedang menghayal tentang sesuatu. Li Xian sudah hafal jika pandanga Zhou Fu seperti itu, pasti ia sedang menghayal.
Li Xian pun mulai mengatur strategi. Ia tak tahu berapa lama misi dalam gulungan perak itu ditentukan oleh pemangku organisasi. Bisa satu minggu atau bahkan hanya tiga hari saja. Sementara perjalanan menuju pulau terdekat sepertinya akan memakan waktu lebih dari lima hari.
Sementara organisasi rahasia yang menyelidiki keberadaannya, mereka bisa dengan sangat cepat mengitari pulau Konglong sebab mereka memiliki beberapa armada kapal yang cukup maju di zaman tersebut. Li Xian kalah perlengkapan, setidaknya ia harus menang strategi.
***
Zhou Fu menelungkupkan tubuh sambil berpegangan erat-erat pada tali-temali perahu rakit. Li Xian memaksanya untuk menelungkup karena mereka memilih untuk melawan badai angin ketimbang berlayar mengikuti arah angin.
Organisasi rahasia tersebut tentu mengetahui Li Xian tak mungkin memiliki kapal yang kokoh untuk menyebrang. Itu artinya, seseorang yang berpikiran waras akan menghindari arus angina tajam agar tidak terkoyak bersama angina atau pusaran air laut. Dan itulah mengapa Li Xian memilih jalan yang sudah pasti tidak dianggap sebagai jalur pelarian oleh organisasi tersebut.
“Kakek, mengapa rasa airnya asin?”
“Muntahkan airnya! Cepat! Air laut bukan untuk diminum, perutmu akan sakit!”
Li Xian memperingatkan Zhou Fu sambil terus mengerahkan kekuatannya untuk membuat perahu rakitnya bisa bertempur melawan gelombang air laut dan hantaman angin. Posisi Zhou Fu yang menelungkup memang rawan terkena muntahan air laut dengan jumlah yang cukup besar. Tetapi itu lebih baik ketimbang Zhou Fu tetap berdiri, sebab tubuhnya yang masih kecil akan berisiko terbawa angina jika saja ia berdiri.
“Tahan dulu sampai tiga hari seperti itu! Jangan tertidur! Jangan lelah! Harus kuat, setidaknya sampai kita menemukan pulau terdekat.”
Zhou Fu berusaha memuntahkan semua air laut yang terlanjur masuk ke perutnya. Ia terbatuk-batuk beberapa kali sambil terus mengeratkan pegangannya.
“Kalau aku begini terus, siapa yang akan memukul musuh jika ada musuh yang mendekat?”
Zhou Fu menoleh pada kakenya sambil terus menggerak-gerakkan kepalanya untuk menghindari tumpahan air. Sesekali mulutnya kemasukan air laut, sesekali hidungnya yang terkena air laut. Kedua-duanya tidak ada yang menyenangkan.
“Sebelum kau memukul musuh, kau sudah terbang berkelebat terbawa angin. Lalu tubuhmu akan jatuh ke laut dan ikan-ikan besar akan saling berebut memotong tubuhmu dengan gigi-gigi mereka!”
Zhou Fu terdiam. Ia membayangkan apa yang barusan kekeknya ceritakan.
“Oh, baiklah. Lebih baik aku begini saja!”
***
Hari ke tiga terombang-ambing di tengah lautan…
Untuk pertama kali dalam hidup, Zhou Fu meminum air urin. Bukan urin miliknya, tetapi milik kakek Li Xian. Urin milik Zhou Fu telah tercecer bercampur dengan air laut sebab ia tak tahu jika itu berharga.
“Kakek, sekarang sepertinya aku mengantuk, huaaah…
“Tidak boleh! Begitu kau tidur, kau akar hanyut bersama gelombang air! Tahan, aku sudah melihat daratan di depan sana!”
Li Xian melihat ada gundukan tanah jauh di depannya. Mungkin jarak menuju ke gundukan tanah tersebut adalah setengah hari. Li Xian berharap itu bukanlah gundukan tanah melainkan pulau kecil. Ia bersama cucunya membutuhkan istirahat yang cukup dan makanan yang bagus untuk memulihkan kondisi tubuh mereka.
Li Xian sendiri sudah hampir kehilangan separuh ketahanan fisiknya sebab ia menjadi pengendali tunggal dalam perjalanan di tengah laut itu. Tanpa dibantu dengan kekuatannya, tentu perahu rakit yang mereka gunakan akan hancur berkeping-keping ketika dihantam gelombang besar.
“Kita sudah dekat!!!” Li Xian berteriak bersemangat.
Zhou Fu yang tadinya lemas dan mengantuk, mendadak langsung mendongakkan lehernya. Matanya yang hampir-hampir tak mau terbuka, ia paksa sekuat sebisanya untuk membuka.
“Kakek, apakah aku sudah boleh bangun?”
“Belum! Sebentar lagi!”
“Berapa lama?”
“Tidak lama, mungkin hanya satu atau dua jam. Yang penting jangan tidur!”
“Huaaah!!!”
“Jangan tidur!”
“Baiklaah….”
Perkiraan Li Xian tidak meleset, tepat satu jam setelahnya, mereka sudah berada cukup dekat dengan gundukan tanah yang ternyata sebuah pulau kecil. Li Xian berharap jika pulau tersebut juga steril dari keberadaan manusia sebagaimana pulau Konglong.
***
Namanya adalah organisasi Shangjin, organisasi independen yang tidak tunduk pada pemerintahan manapun, sekte, maupun kelompok-kelompok tertentu. Tidak diketahui secara pasti apa tujuan organisasi tersebut didirikan, yang jelas, beberapa kasus bersejarah baik di daratan Caihong, Shamo, dan Bingdao ternyata berkaitan erat dengan organisasi tersebut.
Li Xian memiliki beberapa dugaan, tetapi ia tak ingin terburu-buru menyimpulkan. Lagipula, bukan hanya organisasi Shangjin yang memburunya. Shangjin hanyalah salah satu dari sekian pihak yang menginginkan Li Xian. Bukan untuk dibunuh, tetapi untuk diinterogasi tentang suatu hal yang masih menjadi tanda tanya besar.
Li Xian sendiri, jika dilihat dari sepak terjangnya di masa muda, ia bukanlah pendekar yang memiliki reputasi bagus dalam hal kebaikan. Sederhananya, ia memiliki rekam jejak yang menunjukkan bahwa ia bukanlah pendekar yang seratus persen baik. Tetapi masa lalu Li Xian jelas berbeda dengan keadaan sekarang. Li Xian yang sekarang adalah pendekar tua yang memegang komitmennya melebihi apapun. Komitmen tersebut berkaitan dengan tumbuh kembang seorang anak kecil yang ia beri nama Zhou Fu.
“Fu’er, bangun! Kalau tidak mau bangun, baiklah kuhanyutkan saja tubuhmu ke lautan!”
Zhou Fu mengucek-ucek matanya yang merah menahan kantuk. Ia melihat pepohonan rindang dan matanya pun berbinar-binar.
“Kakek! Ayo kita berburu serigala!”
Wajah Li Xian mendadak sedikit lesu. Ia menoleh ke belakang ke arah hutan rimba di pulau tersebut, lalu menoleh lagi kepada Zhou Fu.
“Sayangnya, aku tak merasakan hawa kehidupan binatang di pulau ini. Rasanya sedikit janggal, entah apa yang terjadi di pulau ini tetapi jika tebakanku tak meleset, tidak ada binatang di sini!”
Li Xian bergumam pelan seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri sebab Zhou Fu pasti tidak paham pada ucapannya barusan. Ia sendiri heran, aura yang terpancar dari pulau itu terasa sangat dingin di kulitnya. Biasanya itu menandakan tidak adanya kehidupan baik manusia maupun binatang.
Pulau itu bernama pulau Youhi.
Sudah menjadi hal yang normal ketika seseorang pertama kali menginjakkan kaki ke sebuah pulau kecil, yang pertama kali terdengar adalah gemuruh dari beragam binatang rimba. Tetapi tidak demikian dengan hutan Youhi. Pemandangan hutan Youhi memang tampak normal sebagaimana pulau-pulau pada umumnya, tetapi perasaan Li Xian mengatakan jika ada yang tidak beres dengan pulau tersebut.“Fu’er, kau istirahat dulu di sini, kakek ingin memastikan sesuatu!”“Baiklah. Jika ada bahaya, Kakek jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku.” Zhou Fu memberi usul dengan ekspresi yang serius, sepertinya dia memang sudah merasa menjadi pahlawan sejak ia berhasil menaklukan musuh tempo hari hanya dengan satu pukulan.Li Xian berjalan dengan hati-hati, ia penasaran apa yang membuat hutan tersebut menjadi sunyi. Langkah Li Xian terhenti ketika ia mendapati ada sebuah batu besar yang sepertinya sengaja diletakkan di bibi hutan dan cukup dekat dengan lokasi pan
Li Xian tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Zhou Fu yang sepertinya tersinggung ketika Li Xian menyebut soal pertolongan Dewa.“Baiklah-baik, kakek menunggumu terus-menerus dua hari ini. Kakek sepertinya takut jika ada bahaya dan kakek sendirian,” tutur Li Xian sekadar untuk membuat Zhou Fu merasa berguna keberadaannya.“Jangan khawatir, Kek. Aku sudah di sini bersama kakek. Bahaya yang kemarin itu, sepertinya menyenangkan juga kalau datang lagi.”Li Xian dengan refleks memukul kepala Zhou Fu sebab bencana seperti dua hari silam itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan candaan. Binatang seberat 1 ton saja akan bisa tersapu dengan mudah lalu tenggelam di dasar lautan jika dihantam tsunami seganas itu.“Jaga mulutmu, bocah!”***Tak hanya tsunami berkekuatan dahsyat, ternyata pulau Youhi juga memiliki beberapa gunung berapi yang aktif. Sesekali, pulau tersebut banjir air, dalam waktu yang lain, pulau ter
Kesalahpahaman antara Zhou Fu dan perempuan yang baru ia temui pada akhirnya harus terhenti ketika Zhou Fu mendengar suara langkah kaki mendekat. Suara itu adalah suara pergerakan beberapa orang yang cukup gesit dan lincah. Didengar dari laju pergerakannya, Zhou Fu yakin jika kecepatan langkah tersebut melebihi singa jantan yang kelaparan. “Itu dia nona Shen Shen! Jangan biarkan nona Shen Shen lolos!” Tiga orang pendekar laki-laki menyergap Zhou Fu dan perempuan yang ternyata bernama Shen Shen. Shen Shen bersembunyi di balik tubuh Zhou Fu dan memohon agar Zhou Fu bersedia menolongnya. “Tenang, akan kuhadapi mereka semua!” Insting Zhou Fu memang mengatakan jika Shen Shen memang sedang membutuhkan pertolongan. Zhou Fu pun mengambil sikap siap untuk memberi serangan pada tiga pendekar yang kini berdiri tak jauh darinya. “Minggir kau, Bocah! Jika tidak aku akan membelah tubuhmu menjadi dua bagian!” salah seorang dari tiga pendekar itu mena
Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong.Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun.“Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong.
Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan.Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel.Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa t
“Mau ikut tidak?” Zhou Fu yang sudah berpakaian rapi mendatangi Shen Shen dan menceritakan tentang keberuntungannya beberapa saat lalu, ia pun mengajak Shen Shen untuk beristirahat dan makan di kamarnya. Bukannya senang, Shen Shen justru menunjukkan ekspresi cemberut ketika mendengar kabar baik dari Zhou Fu. Ia hanya memberi anggukan kecil sedang kepalanya menoleh ke kiri dan dua tangannya dilipat di depan dada. Shen Shen sepertinya merasa kesal dan malu karena harus menerima bantuan dari orang yang sudah ia ejek beberapa waktu lalu.“Akan kuhitung berapa biaya bantuan yang kau berikan. Setelah sampai di Caihong, aku akan membayarnya dua kali lipat! Ingat itu!” Shen Shen yang tak mau harga dirinya jatuh, segera menyombongkan diri dengan menganggap bantuan Zhou Fu sebagai sebuah hutang.“Terserah apa katamu, yang jelas ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi sebelumnya makan dan istirahatlah dulu,” Zhou Fu menggeleng-geleng
Diskusi yang dilakukan oleh Zhou Fu dan Shen Shen berlanjut hingga dini hari sebab Shen Shen nyatanya tidak bisa tidur semenit pun. Mereka bersepakat tentang beberapa hal dan saling berdebat tentang beberapa hal yang lain. Akan tetapi, perdebatan Shen Shen dan Zhou Fu menemui jalan buntu ketika Shen Shen mengungkit tentang persediaan uang. Ya, mereka membutuhkan banyak uang sebagai bekal menuju ke Caihong. Sementara pada saat itu, baik Zhou Fu maupun Shen Shen sama-sama tidak memiliki uang sedikit pun. Awalnya perkara tersebut tidak menjadi masalah sebab Shen Shen sudah memikirkan solusinya.Sebelumnya, Shen Shen sudah memberi tahu Zhou Fu tentang beberapa biro perwakilan bangsawan Caihong yang tersebar di kota-kota besar di luar daratan Caihong. Biro perwakilan tersebut didirikan untuk memberi kemudahan bagi bangsawan-bangsawan Caihong yang sedang mengalami kesusahan ketika berada di luar Caihong. Tujuan pertama perjalanan Shen Shen dan Zhou Fu adalah untuk menemukan Biro te
Suara para penonton pecah ketika Zhou Fu meneriakkan janji kemenangannya. Kecongkakan Zhou Fu membuat taruhan yang dilakukan penonton menjadi semakin ramai. Jika yang bertanding adalah Wang Ling, penonton biasanya enggan melakukan taruhan sebab Wang Ling nyatanya sudah menuai kemenangan entah berapa ratus atau berapa ribu kali dalam sepuluh tahun terakhir. Momen menebak siapa pendekar yang akan menjadi pemenang dalam arena biasanya hanya dilakukan penonton pada pertandingan-pertandingan biasa.Tapi tidak dengan hari itu. Kepercayaan diri Zhou Fu yang totalitas membuat beberapa gelintir orang menaruh rasa optimis juga padanya. Meski penonton mulai membuka taruhan, tetap saja suara terbanyak masih ada di pihak Wang Ling.“Paman Wang Ling, di mana dirimu? Apa itu artinya kau sedang ketakutan?” Zhou Fu berteriak ke arah jalan masuk milik lawan. Wajar saja Zhou Fu meneriaki musuhnya yang tak kunjung muncul, sebab nyatanya ia sudah menunggu sekitar sepuluh menit