Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong.
Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun.
“Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong.
Waktu itu, Zhou Fu dan Shen Shen masih bersama-sama mengarungi laut. Zhou Fu tak membiarkan Shen Shen tidur atau beristirahat sebab ia haus akan informasi dunia luar.
“Ceritanya sangat panjang, yang jelas, aku dikirim keluar untuk menghadiri sebuah perkumpulan pelajar bangsawan dari seluruh negeri. Aku mempelajari ilmu sejarah di sekolah, dan karena nilaiku cukup memuaskan, sekolah memberiku hadiah berupa perjalanan keliling ke daratan Shamo, Bingdao, dan beberapa negeri kecil yang lain,” Shen Shen berhenti sejenak untuk mengambil napas, dua tangannya mengambil air laut untuk ia pakai membasuh muka.
“Ah… Kepalaku pusing sekali jika mengingat kejadian itu!” Lanjut Shen Shen sebelum akhirnya ia mengulang lagi membasuh mukanya, Zhou Fu diam untuk menunggu jawaban lengkap dari Shen Shen.
“Malam itu, setelah kereta kudaku keluar dari wilayah Caihong, beberapa pengawal mengira aku telah terlelap di dalam kereta. Tanpa sengaja, aku mendengar mereka bercakap-cakap tentang rencana pembunuhanku di suatu wilayah yang namanya asing bagiku. Mereka bilang, tempat tersebut berada cukup jauh dengan Caihong sehingga mereka tak perlu khawatir jika ketahuan prajurit Caihong.”
“Lalu kau kabur setelahnya?”
“Tidak! Lebih tepatnya, tidak bisa karena penjagaan mereka sangat ketat dan aku tak memiliki ilmu bela diri sedikit pun. Saat itulah aku sangat menyesal. Adikku benar, meski kelak perempuan akan dilindungi laki-laki, tetapi tak ada salahnya perempuan juga bisa melindungi dirinya sendiri.”
“Lalu, bagaimana kau bisa kabur?”
“Perjalananku sangat panjang, setidaknya aku sudah meninggalkan Caihong lebih dari dua bulan, dalam dua bulan itu telah menyusahkan banyak orang. Kau tahu, ketika kereta kudaku melewati sebuah pemukiman yang ramai, aku berteriak sekencang mungkin untuk minta tolong dan saat itulah keributan terjadi. Aku kabur ketika keributan mencapai puncaknya.”
“Segampang itu?”
“Tentu saja tidak! Aku cantik, dan itu membuat pelarianku sedikit lebih mudah. Kau tahu, ketika perempuan yang cantik akan selalu beruntung karena kecantikan mereka bisa berguna dalam segala kondisi.”
Tentu Zhou Fu tak memahami kalimat terakhir Shen Shen, tapi itu bukan masalah. Yang penting Zhou Fu mendapat informasi-informasi yang sekiranya bermanfaat baginya.
“Baiklah, kita sudah sampai, ayo kuantarkan kepada kakek dan mari kita berpamitan!”
Zhou Fu melompat ke darat dan meminta Shen Shen menyusulnya. Shen Shen mengikuti Zhou Fu sambil kepalanya terus melihat ke berbagai arah, ia sedang sedikit khawatir sebab Zhou mengatakan jika tempat tersebut sering mengalami bencana yang cukup hebat.
***
Kakek Li Xian sedang bermeditasi ketika Zhou Fu tiba dengan membawa Shen Shen. Shen Shen memasuki gubuk milik Zhou Fu yang terbilang cukup sempit dan sederhana. Li Xian yang mendengar kedatangan cucunya, menghentikan sejenak kegiatannya dan ia pun membuka mata,
“Ada apa ini, mengapa buruanmu kali ini berbeda?” Li Xian melotot sebab Zhou Fu tidak membawa binatang buruan melainkan perempuan dewasa yang cantik jelita.
“Maafkan saya sudah mengganggu kakek, perkenalkan nama saya Shen Yang dari Caihong,” Shen Shen membungkuk memberi salam dan penghormatan kepada kakek Li Xian. Ketika Shen Shen menunduk, mata Li Xian langsung tertuju pada ikat rambut berwarna keperakan yang dikenakan oleh Shen Shen.
“Kau… Mengapa kau bisa memiliki ikat rambut seperti itu? Apakah itu artinya?” Li Xian bertanya.
“Kakek mengenali ikat rambut ini? Ah, semenjak aku keluar dari Caihong, kakek adalah orang pertama yang menanyakan perihal ikat rambut ini! Apakah itu artinya, kakek pernah tinggal di dalam tembok raksasa?” giliran Shen Shen bertanya serius.
Zhou Fu melihat dua orang di hadapannya kini saling memandang dengan tidak percaya. Ia berpikir jika perbincangan menyoal ikat rambut masih akan menjadi panjang, maka dari itu Zhou Fu menyela dan berpamitan untuk menyiapkan makanan.
“Siapa tadi namamu? Shen Yang? Bagaimana bisa bangsawan kelas dua bisa terdampar sejauh ini? Di mana para pengawalmu?” Li Xian melanjutkan bertanya tanpa peduli dengan pertanyaan Shen Shen sebelumnya.
“Soal itu, nanti aku yang akan menceritakan, yang jelas kami ke sini untuk berpamitan, Kek. Aku akan mengantar Shen Shen pulang, anggap saja sebagai liburan pertamaku, bagaimana?” Zhou Fu menyahut selagi ia mempersiapkan makanan.
“Kau mau mengantar nona ini, atau ingin kabur dariku, Bocah?”
“Dua-duanya. Aku sudah cukup besar untuk berjalan-jalan, apalagi yang perlu ditakutkan?”
Li Xian merenung sejenak sebelum akhirnya ia mengangguk perlahan. Li Xian pun meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan Shen Shen.
***
Pagi-pagi sekali, pulau Youhi masih bisu sebagaimana biasanya. Tak ada suara binatang, tak ada burung berkicau, hanya desir ombak dan semilir angin yang terdengar di telinga. Shen Shen mengguncang-guncang tubuh Zhou Fu untuk membangunkan remaja itu dari tidur lelapnya.
“Fu’er, bangun! Ayo kita mulai perjalanan kita ke Caihong!”
Mendengar kata Caihong, Zhou Fu yang sebelumnya terpejam langsung bangun tergeragap. Ia bangun lalu melakukan perenggangan tubuh dengan wajah berseri-seri. Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba juga. Zhou Fu tak bisa menyembunyikan kegembiraannya pada dunia, sorot matanya berbinar dan garis wajahnya sumringah.
Berbeda dengan Zhou Fu, Li Xian justru menunjukkan ekspresi yang berlawanan. Li Xian sepertinya memilih untuk tidak tidur semalaman, entah tidak ingin tidur atau tidak bisa tidur. Wajar saja, itu adalah kali pertama baginya akan berpisah dengan cucu yang selama 14 tahun terakhir menemani siang dan malam harinya. Cucu yang ia besarkan seperti anak kandung sendiri, dan hari itu ia akan ditinggal pergi, entah lama entah sebentar Li Xian tidak bisa memastikan.
“Kakek, mengapa kau tampak bersedih ketika aku sedang sangat bersemangat?” Zhou Fu merangkul tubuh kakeknya dan menepuk-nepuk pundaknya. Meski sering bertengkar dan bertarung hingga mengacaukan pulau Youhi, Zhou Fu paham jika kakeknya menyayangi dirinya lebih besar dari Li Xian menyayangi dirinya sendiri.
“Berjanjilah untuk segera kembali, atau, berjanjilah untuk mengunjungi kakek jika kau sudah menemukan rumah barumu!” Li Xian turut membalas rangkulan Zhou Fu, “Oh ya, nona Shen Yang, kuharap kau akan mengingat semua yang aku katakan. Jika tidak, kau tahu sendiri apa akibatnya.”
Shen Shen terkaget sebentar, lalu mengangguk pelan, “baik, Kakek. Saya akan mengingat pesan kakek dan memastikan semuanya berjalan sesuai harapan kakek.”
Setelah ritual berpamitan selesai, Zhou Fu dan Shen Shen meninggalkan Li Xian yang berdiri mematung memandangi kepergian cucu kecilnya. Li Xian berharap, Zhou Fu tidak terburu-buru membuat masalah dengan orang-orang dari dalam tembok raksasa.
Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan.Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel.Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa t
“Mau ikut tidak?” Zhou Fu yang sudah berpakaian rapi mendatangi Shen Shen dan menceritakan tentang keberuntungannya beberapa saat lalu, ia pun mengajak Shen Shen untuk beristirahat dan makan di kamarnya. Bukannya senang, Shen Shen justru menunjukkan ekspresi cemberut ketika mendengar kabar baik dari Zhou Fu. Ia hanya memberi anggukan kecil sedang kepalanya menoleh ke kiri dan dua tangannya dilipat di depan dada. Shen Shen sepertinya merasa kesal dan malu karena harus menerima bantuan dari orang yang sudah ia ejek beberapa waktu lalu.“Akan kuhitung berapa biaya bantuan yang kau berikan. Setelah sampai di Caihong, aku akan membayarnya dua kali lipat! Ingat itu!” Shen Shen yang tak mau harga dirinya jatuh, segera menyombongkan diri dengan menganggap bantuan Zhou Fu sebagai sebuah hutang.“Terserah apa katamu, yang jelas ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi sebelumnya makan dan istirahatlah dulu,” Zhou Fu menggeleng-geleng
Diskusi yang dilakukan oleh Zhou Fu dan Shen Shen berlanjut hingga dini hari sebab Shen Shen nyatanya tidak bisa tidur semenit pun. Mereka bersepakat tentang beberapa hal dan saling berdebat tentang beberapa hal yang lain. Akan tetapi, perdebatan Shen Shen dan Zhou Fu menemui jalan buntu ketika Shen Shen mengungkit tentang persediaan uang. Ya, mereka membutuhkan banyak uang sebagai bekal menuju ke Caihong. Sementara pada saat itu, baik Zhou Fu maupun Shen Shen sama-sama tidak memiliki uang sedikit pun. Awalnya perkara tersebut tidak menjadi masalah sebab Shen Shen sudah memikirkan solusinya.Sebelumnya, Shen Shen sudah memberi tahu Zhou Fu tentang beberapa biro perwakilan bangsawan Caihong yang tersebar di kota-kota besar di luar daratan Caihong. Biro perwakilan tersebut didirikan untuk memberi kemudahan bagi bangsawan-bangsawan Caihong yang sedang mengalami kesusahan ketika berada di luar Caihong. Tujuan pertama perjalanan Shen Shen dan Zhou Fu adalah untuk menemukan Biro te
Suara para penonton pecah ketika Zhou Fu meneriakkan janji kemenangannya. Kecongkakan Zhou Fu membuat taruhan yang dilakukan penonton menjadi semakin ramai. Jika yang bertanding adalah Wang Ling, penonton biasanya enggan melakukan taruhan sebab Wang Ling nyatanya sudah menuai kemenangan entah berapa ratus atau berapa ribu kali dalam sepuluh tahun terakhir. Momen menebak siapa pendekar yang akan menjadi pemenang dalam arena biasanya hanya dilakukan penonton pada pertandingan-pertandingan biasa.Tapi tidak dengan hari itu. Kepercayaan diri Zhou Fu yang totalitas membuat beberapa gelintir orang menaruh rasa optimis juga padanya. Meski penonton mulai membuka taruhan, tetap saja suara terbanyak masih ada di pihak Wang Ling.“Paman Wang Ling, di mana dirimu? Apa itu artinya kau sedang ketakutan?” Zhou Fu berteriak ke arah jalan masuk milik lawan. Wajar saja Zhou Fu meneriaki musuhnya yang tak kunjung muncul, sebab nyatanya ia sudah menunggu sekitar sepuluh menit
Satu jam sebelumnya…Para penonton diam membisu dengan tubuh gemetaran tepat ketika Wang Ling terkulai lemas tak berdaya akibat satu pukulan yang diberikan oleh Zhou Fu. Mereka khawatir jika Zhou Fu akan membalas dendam pada mereka karena beberapa saat lalu mereka meremehkan kekuatan Zhou Fu. Jika waktu bisa diputar kembali, mereka ingin berbalik mendukung Zhou Fu sehingga di saat Zhou Fu menang dari Wang Ling, mereka hanya perlu bersorak gembira tanpa merasakan kegentingan yang mencekam.“Tuan muda, mohon jangan beritahukan kepada semua orang jika selama ini aku berbuat curang. Percayalah, akibat kecuranganku tersebut, desa ini tak pernah diganggu oleh rombongan perampok dari luar,” Wang Ling masih mencoba merengek memohon pada Zhou Fu ketika Zhou Fu memberikan uluran tangan kepadanya.Zhou Fu nampak mengamati Wang Ling selama beberapa saat, ia sedang membuat penilaian apakah ucapan yang baru saja dikatakan Wang Ling adalah kej
Shen Shen sibuk menutupi wajahnya dengan helaian-helaian rambutnya yang panjang. Sebisa mungkin ia tak ingin wajahnya tertangkap oleh lima orang yang beberapa saat lalu membahas tentang dirinya dan Yang Zi. Ketika Zhou Fu mengatakan padanya bahwa Zhou Fu akan menghabisi mereka semua, Shen Shen menginjak kaki Zhou Fu sembari menggeleng-gelengkan kepala. “Percaya padaku, kita lebih baik diam saja dan tidak memberi reaksi!” Shen Shen berbicara nyaris tanpa suara. “Sialan, harusnya aku tak perlu izin padamu tadi!” Zhou Fu mencengkeram tangannya kuat-kuat. Geram karena ia gagal berkelahi. Padahal akan sangat menyenangkan jika ia bisa berkelahi. Apa daya, Shen Shen melarangnya dan ia harus menuruti apa kata perempuan tersebut. Sejatinya, Zhou Fu sudah memegang janji pada kakeknya untuk menurut pada Shen Shen jika ia dicegah untuk berkelahi. ‘Janji, bagaimanapun sulitnya ditepati tetap harus ditepati. Dengan demikian, kau akan disebut pria sejati’ begitulah kata-kat
Pria yang mencengkeram pakaian Zhou Fu itu menarik tangannya dan membuat wajahnya hanya berjarak satu kepalan tangan dari wajah Zhou Fu. Pria itu kian menyeringai lebar ketika mendapati tubuh Zhou Fu tak mengeluarkan aura apapun yang menandakan bahwa Zhou Fu adalah remaja biasa tanpa ilmu bela diri sedikit pun.Braaaakkk……Tubuh Zhou Fu dihantamkan ke meja makan hingga membuat punggungnya berbenturan dengan aneka hidangan yang tadinya ia makan bersama Shen Shen. Seluruh hidangan di meja itu pun kini telah berantakan tak berbentuk. Meja makan pun pecah terbelah menjadi dua bagian. Zhou Fu terjatuh ke lantai dengan posisi telentang sedang Shen Shen seperti orang kebingungan dan ketakutan. Tangan Zhou Fu mengepal semakin kuat, tapi sebagian tubuhnya masih menyimpan kesabaran.“Hei perempuan, apakah kau juga ingin mendapat giliran seperti kekasihmu yang lemah ini?” Pria itu maju selangkah mendekati Shen Shen, tangan pria itu menjul
Desa Shuiyang adalah desa yang lebih maju daripada desa Dozhu sebab sepertinya Shuiyang menjadi pusat perekonomian di pulau Jidong. Berbeda dengan Dozhu yang dipadati rumah penduduk, bangunan-bangunan di Shuiyang lebih didominasi oleh penginapan, rumah makan, toko oleh-oleh dan tempat-tempat hiburan.Zhou Fu memilih untuk tidak terburu-buru agar ia bisa sedikit lebih menikmati perjalanan pertamanya di luar pulau terpencil. Segala hal yang ia lihat merupakan sesuatu yang baru dan ia merasa perlu untuk mengenalkan dirinya dengan hal-hal baru yang ditemuinya tersebut. Lagipula, kapal baru akan berangkat malam nanti, sementara hari itu masih baru beranjak senja. Tentu Zhou Fu masih memiliki beberapa jam sebelum kapal berangkat berlayar.Di lain sisi, Shen Shen sedang dimasukkan ke dalam sebuah tempat hiburan oleh tiga pria yang menculiknya. Satu pria membawa Shen Shen masuk sementara dua lainnya seperti berjaga-jaga di luar bangunan. Si pemilik tempat hiburan tampak begitu