Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan.
Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel.
Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa tersebut sepertinya sangat ramai dan padat penduduk di lihat dari bangunan gerbang masuk desa yang cukup besar. Di beberapa wilayah, sebagaimana yang Shen Shen pelajari di buku sejarah, memberlakukan pengecekan identitas ketika akan memasuki sebuah tempat. Beruntung desa Dozhu tidak memberlakukan aturan tersebut sehingga Zhou Fu dan Shen Shen bisa masuk desa dengan mudah.
“Fu’er, aku tidak biasa mengemis, kau bisa melakukannya untukku bukan?” Shen Shen memelas sambil menarik-narik pundak Zhou Fu, “lagi pula, pakaianmu lebih cocok untuk menjadi pengemis. Bagaimana?”
“Tidak mau! Lebih baik aku menjadi kuli daripada mengemis!” Zhou Fu berjalan mendahului Shen Shen.
Bruuuuggg….
Seorang laki-laki kekar yang sedang mabuk tiba-tiba menabrak tubuh Zhou Fu yang kebetulan sedang berjalan cepat. Meski lebih besar dan lebih kekar, pemabuk itu justru yang tersungkur jatuh ketika bertubrukan dengan Zhou Fu.
“Kau mendorongku ya, dasar bocah kepar*t! Rasakan ini!” pemabuk itu bangkit dan bersiap untuk menyerbu Zhou Fu menggunakan tinjunya yang kekar.
Orang-orang desa yang kebetulan melihat, semuanya berteriak bersamaan, “bocah pengemis!!! Lari sekuat sebisamu! Dia adalah anggota komplotan Taoqi yang berbahaya!” Beberapa orang memilih untuk menutup mata sebab mereka tahu seberapa kuat hantaman pukulan si pemabuk itu.
Wushhh… Wushhh… Wuushhh…
Berkali-kali pukulan si pemabuk itu bisa dihindari oleh Zhou Fu. Zhou Fu bahkan tida menggeser kakinya sedikit pun sementara si pemabuk nampak sangat kewalahan menjotos ke sana dan kemari tapi jotosannya selalu meleset.
“Kepar*t! Aku terlalu banyak minum makanya tinjuku meleset terus. Tunggu sampai kutunjukan jurusku yang sebenarnya!” Pemabuk itu mengambil posisi, ia munder beberapa langkah dan bersiap untuk mengeluarkan sebuah jurus.
Zhou Fu menunduk untuk mengambil seuatu di tanah. Zhou Fu memungut sebutir kerikil, dari beberapa kerikil yang dilihatnya, ia sengaja memilih yang paling kecil. Kerikil itu ia mainkan di tangannya sambil matanya masih mengawasi pergerakan musuh.
“Bocah itu sepertinya lumayan juga,” seorang warga berbisik pada rekannya.
“Ya, baru kali ini aku melihat ada seorang bocah yang tidak gentar melihat tubuh kekar Tang Quwo.”
“Hiyyyaaaaa!!!!!” Pemabuk yang bernama Tang Quwo itu melesatkan tubuhnya ke arah Zhou Fu dengan kecepatan yang lebih cepat daripada lemparan busur panah. Tubuhnya melesat maju tiba-tiba berbalik arah, Tang Quwo melesat mundur dengan dua kakinya bergesekan dengan tanah hingga membuat debu-debu beterbangan. Ia kebingungan mendapati tubuhnya didorong ke belakang oleh sebutir kerikil yang bahkan lebih kecil dari upil di hidungnya.
Bukan hanya Tang Quwo, para penduduk yang kebetulan melihat juga bingung dan sempat mengira jika jurus Tang Quwo sedang mengeluarkan jurus baru.
“Itu bukan jurus baru! Dia pasti dikalahkan oleh bocah itu!” seseorang berkata setelah melihat raut wajah Tang Quwo semakin ciut seiring dengan kemunduran langkahnya yang belum berakhir.
Braaaaakkk!!!
Tang Quwo akhirnya menabrak gerobak daging milik seorang penjual daging cincang. Tang Quwo terengah-engah mengatur napasnya. Kakinya bergetar antara lelah menahan gaya dorong dari kerikil Zhou Fu dan juga ketakutan kalau-kalau Zhou Fu memberi serangan balik. Tang Quwo baru sadar jika ia salah memilih lawan.
Zhou Fu tersenyum kecil. Akhirnya ia berhasil melakukan pengukuran kekuatan musuh. Untuk sejenak ia ingin memuji kakeknya sebab telah memberikan banyak latihan dan ilmu kepadanya.
“Fu’er! Cukup! Sudah kubilang jangan mencolok!” Shen Shen mendekat dan berbisik kepada Zhou Fu.
“Mencolok katamu? Aku bahkan diam saja di sini tidak menggeser satu kaki pun! Mencolok yang bagaimana maksudmu? Dasar perempuan memang aneh!”
Shen Shen menjewer telinga Zhou Fu sambil menyeretnya untuk menjauh dari keramaian. Hou Fu mengaduh tapi itu tak membuat Shen Shen melepaskan jewerannya. Sepanjang berjalan sambil menjewer Zhou Fu, Shen Shen tidak berhenti membungkuk sambil meminta maaf kepada semua orang.
“Maaf… Maafkan kami… Maafkan adikku ini memang sedikit nakal…”
***
Matahari bersinar dengan sangat terik, Shen Shen dan Zhou Fu duduk menyandar sebuah bangunan penginapan untuk berlindung dari ganasnya sengatan matahari siang. Shen Shen yang tadinya diam karena lemas dan kelaparan, kini mengomel tanpa diminta.
“Kuat saja tapi miskin, huh apa untungnya! Manusia itu butuh uang untuk makan dan hidup enak! Apa bagusnya memiliki kekuatan tapi miskin!”
Kalimat tersebut setidaknya sudah didengar oleh telinga Zhou Fu sebanyak sepuluh entah sebelas kali. Karena merasa lelah mendengar omelan, Zhou Fu memutar langkah dan sepertinya ia berjalan memasuki penginapan. Shen Shen semakin kesal karena ditinggal tanpa permisi.
“Huh, mau jadi pembantu di dapur kau di sana?!” Shen Shen menggerutu.
Zhou Fu memasuki penginapan dan ingin mencari seseorang untuk dimintai pertolongan. Tanpa berteriak memanggil, ada seorang lelaki tua yang menghampirinya sambil tergopoh-gopoh,
“Tuan muda… Tuan muda pasti lelah sekali. Mari-mari, saya bantu mencarikan kamar yang cocok untuk tuan muda. Anda ke sini untuk beristirahat bukan?” Lelaki itu memberi isyarat Zhou Fu untuk mengikutinya.
“Ehm… Tapi… Tapi aku tidak memiliki uang sedikit pun,” Zhou Fu menggaruk-garuk kepalanya sebab ia sebenarnya memasuki penginapan untuk menawarkan bantuan tenaga untuk ditukar dengan upah.
“Oh, tentu saja tuan muda tidak memiliki uang. Pasti tuan muda telah mengembara cukup jauh. Ah, apalah arti sebuah uang,” lelaki itu tersenyum dengan sangat ramah. Tentu saja ia menyambut Zhou Fu dengan keramahan yang berlebihan sebab ia memang akan diuntungkan jika Zhou Fu tinggal di sana beberapa saat.
Penginapan milik kakek tua tersebut sangat sering didatangi komplotan bandit yang meminta uang dengan paksa. Dengan keberadaan Zhou Fu di situ tentu akan memberinya manfaat. Ia kebetulan menjadi salah satu saksi pertunjukan Zhou Fu bersama Tang Quwo. Dan pertunjukan tersebut setidaknya sudah tersebar dengan sangat cepat.
Zhou Fu pun berjalan mengikuti si kakek tua. Kakek tersebut memilihkan kamar yang cukup luas untuknya.
“Oh ya, tuan muda silakan membersihkan diri. Kami akan menyiapkan pakaian dan makanan untuk tuan muda, mohon ditunggu,” si kakek membungkuk dan mempersilakan Zhou Fu memasuki ruangan.
Zhou Fu merasa sedang diserbu keberuntungan ia pun sepertinya lupa jika ada Shen Shen yang sedang kepanasan di luar.
“Mau ikut tidak?” Zhou Fu yang sudah berpakaian rapi mendatangi Shen Shen dan menceritakan tentang keberuntungannya beberapa saat lalu, ia pun mengajak Shen Shen untuk beristirahat dan makan di kamarnya. Bukannya senang, Shen Shen justru menunjukkan ekspresi cemberut ketika mendengar kabar baik dari Zhou Fu. Ia hanya memberi anggukan kecil sedang kepalanya menoleh ke kiri dan dua tangannya dilipat di depan dada. Shen Shen sepertinya merasa kesal dan malu karena harus menerima bantuan dari orang yang sudah ia ejek beberapa waktu lalu.“Akan kuhitung berapa biaya bantuan yang kau berikan. Setelah sampai di Caihong, aku akan membayarnya dua kali lipat! Ingat itu!” Shen Shen yang tak mau harga dirinya jatuh, segera menyombongkan diri dengan menganggap bantuan Zhou Fu sebagai sebuah hutang.“Terserah apa katamu, yang jelas ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi sebelumnya makan dan istirahatlah dulu,” Zhou Fu menggeleng-geleng
Diskusi yang dilakukan oleh Zhou Fu dan Shen Shen berlanjut hingga dini hari sebab Shen Shen nyatanya tidak bisa tidur semenit pun. Mereka bersepakat tentang beberapa hal dan saling berdebat tentang beberapa hal yang lain. Akan tetapi, perdebatan Shen Shen dan Zhou Fu menemui jalan buntu ketika Shen Shen mengungkit tentang persediaan uang. Ya, mereka membutuhkan banyak uang sebagai bekal menuju ke Caihong. Sementara pada saat itu, baik Zhou Fu maupun Shen Shen sama-sama tidak memiliki uang sedikit pun. Awalnya perkara tersebut tidak menjadi masalah sebab Shen Shen sudah memikirkan solusinya.Sebelumnya, Shen Shen sudah memberi tahu Zhou Fu tentang beberapa biro perwakilan bangsawan Caihong yang tersebar di kota-kota besar di luar daratan Caihong. Biro perwakilan tersebut didirikan untuk memberi kemudahan bagi bangsawan-bangsawan Caihong yang sedang mengalami kesusahan ketika berada di luar Caihong. Tujuan pertama perjalanan Shen Shen dan Zhou Fu adalah untuk menemukan Biro te
Suara para penonton pecah ketika Zhou Fu meneriakkan janji kemenangannya. Kecongkakan Zhou Fu membuat taruhan yang dilakukan penonton menjadi semakin ramai. Jika yang bertanding adalah Wang Ling, penonton biasanya enggan melakukan taruhan sebab Wang Ling nyatanya sudah menuai kemenangan entah berapa ratus atau berapa ribu kali dalam sepuluh tahun terakhir. Momen menebak siapa pendekar yang akan menjadi pemenang dalam arena biasanya hanya dilakukan penonton pada pertandingan-pertandingan biasa.Tapi tidak dengan hari itu. Kepercayaan diri Zhou Fu yang totalitas membuat beberapa gelintir orang menaruh rasa optimis juga padanya. Meski penonton mulai membuka taruhan, tetap saja suara terbanyak masih ada di pihak Wang Ling.“Paman Wang Ling, di mana dirimu? Apa itu artinya kau sedang ketakutan?” Zhou Fu berteriak ke arah jalan masuk milik lawan. Wajar saja Zhou Fu meneriaki musuhnya yang tak kunjung muncul, sebab nyatanya ia sudah menunggu sekitar sepuluh menit
Satu jam sebelumnya…Para penonton diam membisu dengan tubuh gemetaran tepat ketika Wang Ling terkulai lemas tak berdaya akibat satu pukulan yang diberikan oleh Zhou Fu. Mereka khawatir jika Zhou Fu akan membalas dendam pada mereka karena beberapa saat lalu mereka meremehkan kekuatan Zhou Fu. Jika waktu bisa diputar kembali, mereka ingin berbalik mendukung Zhou Fu sehingga di saat Zhou Fu menang dari Wang Ling, mereka hanya perlu bersorak gembira tanpa merasakan kegentingan yang mencekam.“Tuan muda, mohon jangan beritahukan kepada semua orang jika selama ini aku berbuat curang. Percayalah, akibat kecuranganku tersebut, desa ini tak pernah diganggu oleh rombongan perampok dari luar,” Wang Ling masih mencoba merengek memohon pada Zhou Fu ketika Zhou Fu memberikan uluran tangan kepadanya.Zhou Fu nampak mengamati Wang Ling selama beberapa saat, ia sedang membuat penilaian apakah ucapan yang baru saja dikatakan Wang Ling adalah kej
Shen Shen sibuk menutupi wajahnya dengan helaian-helaian rambutnya yang panjang. Sebisa mungkin ia tak ingin wajahnya tertangkap oleh lima orang yang beberapa saat lalu membahas tentang dirinya dan Yang Zi. Ketika Zhou Fu mengatakan padanya bahwa Zhou Fu akan menghabisi mereka semua, Shen Shen menginjak kaki Zhou Fu sembari menggeleng-gelengkan kepala. “Percaya padaku, kita lebih baik diam saja dan tidak memberi reaksi!” Shen Shen berbicara nyaris tanpa suara. “Sialan, harusnya aku tak perlu izin padamu tadi!” Zhou Fu mencengkeram tangannya kuat-kuat. Geram karena ia gagal berkelahi. Padahal akan sangat menyenangkan jika ia bisa berkelahi. Apa daya, Shen Shen melarangnya dan ia harus menuruti apa kata perempuan tersebut. Sejatinya, Zhou Fu sudah memegang janji pada kakeknya untuk menurut pada Shen Shen jika ia dicegah untuk berkelahi. ‘Janji, bagaimanapun sulitnya ditepati tetap harus ditepati. Dengan demikian, kau akan disebut pria sejati’ begitulah kata-kat
Pria yang mencengkeram pakaian Zhou Fu itu menarik tangannya dan membuat wajahnya hanya berjarak satu kepalan tangan dari wajah Zhou Fu. Pria itu kian menyeringai lebar ketika mendapati tubuh Zhou Fu tak mengeluarkan aura apapun yang menandakan bahwa Zhou Fu adalah remaja biasa tanpa ilmu bela diri sedikit pun.Braaaakkk……Tubuh Zhou Fu dihantamkan ke meja makan hingga membuat punggungnya berbenturan dengan aneka hidangan yang tadinya ia makan bersama Shen Shen. Seluruh hidangan di meja itu pun kini telah berantakan tak berbentuk. Meja makan pun pecah terbelah menjadi dua bagian. Zhou Fu terjatuh ke lantai dengan posisi telentang sedang Shen Shen seperti orang kebingungan dan ketakutan. Tangan Zhou Fu mengepal semakin kuat, tapi sebagian tubuhnya masih menyimpan kesabaran.“Hei perempuan, apakah kau juga ingin mendapat giliran seperti kekasihmu yang lemah ini?” Pria itu maju selangkah mendekati Shen Shen, tangan pria itu menjul
Desa Shuiyang adalah desa yang lebih maju daripada desa Dozhu sebab sepertinya Shuiyang menjadi pusat perekonomian di pulau Jidong. Berbeda dengan Dozhu yang dipadati rumah penduduk, bangunan-bangunan di Shuiyang lebih didominasi oleh penginapan, rumah makan, toko oleh-oleh dan tempat-tempat hiburan.Zhou Fu memilih untuk tidak terburu-buru agar ia bisa sedikit lebih menikmati perjalanan pertamanya di luar pulau terpencil. Segala hal yang ia lihat merupakan sesuatu yang baru dan ia merasa perlu untuk mengenalkan dirinya dengan hal-hal baru yang ditemuinya tersebut. Lagipula, kapal baru akan berangkat malam nanti, sementara hari itu masih baru beranjak senja. Tentu Zhou Fu masih memiliki beberapa jam sebelum kapal berangkat berlayar.Di lain sisi, Shen Shen sedang dimasukkan ke dalam sebuah tempat hiburan oleh tiga pria yang menculiknya. Satu pria membawa Shen Shen masuk sementara dua lainnya seperti berjaga-jaga di luar bangunan. Si pemilik tempat hiburan tampak begitu
“Jika kapal tersebut sudah melaju sekitar satu jam sebelumnya, berapa jauh jarak antara kapal ini dan kapal tersebut?” Zhou Fu bertanya untuk memastikan satu hal.Petugas kapal nampak berpikir beberapa saat lalu menjelaskan beberapa kemungkinan jarak kapal yang dimaksud Zhou Fu. Ia tak bisa memberi satu jawaban pasti karena laju kapal bisa dipengaruhi oleh beberapa hal.“Hem… Dengan jarak seperti itu, kukira aku masih bisa memanfaatkan kekuatanku,” Zhou Fu menjawab penjelasan petugas kapal dengan anggukan kepala pelan sembari dua tangan menyilang di dada. Ia sedang menghitung berapa kecepatan yang ia butuhkan untuk bisa menyusul kapal Shen Shen dengan cara berlari di atas air.Kemampuan berlari di atas air biasanya baru dikuasai oleh pendekar-pendekar yang sudah berusia di atas tiga puluh tahun karena hal tersebut berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menaikkan tingkatan tenaga dalamnya. Zhou Fu termasuk remaja yang beruntun