Share

KEKECEWAAN ANAK-ANAK

Hari berikutnya Linda menelpon Aira lagi. Wanita itu benar-benar tidak menyangka Aira nekat pergi ke pernikahan suaminya. 

    "Kamu tahu dari mana, Lin, aku pergi ke sana?"

    "Ya dari keponakanku lah. Dia ada di sana pas kamu bikin semua tamu undangan melongo. Lalu saat kamu pergi, ibu mertua suamimu katanya sampai pingsan."

    "Oya? Kasihan juga ya sebenarnya. Tapi aku nggak terima dibohongi seperti ini, Lin."

    "Selamat Ra, kamu menang kok. Suamimu langsung diusir dari rumah mertuanya setelah itu. Tapi ..."

    "Tapi apa, Lin?"

    "Istri mudanya mengikutinya. Dia bersikukuh tetap ingin bersama suamimu katanya."

    "Ooh, cinta sejati rupanya?" kata Aira sarkas. 

    "Nggak tau deh. Katanya sih karena dia terlanjur hamil."

    "Ooh, jadi begitu. Oke, Lin, terima kasih ya infonya. Sebenarnya yang kulakukan kemarin belum seberapa. Aku hanya ingin memperjuangkan anak-anakku, Lin. Maaf jika harus ada beberapa orang yang tersakiti karena tindakanku. Itu bukan mauku."

    "Nggak apa-apa menurutku sih, Ra. Masih untung Kamu nggak bar bar. Menurutku kamu sih sudah betul. Aku mendukungmu. Lelaki kalau dibiarkan seperti itu ya keenakan. Nabur benih dimana-mana, lalu meninggalkan yang sudah menemaninya dari kere. Memang harus diberi pelajaran lelaki model begitu, Ra."

    "Thanks, Lin. Aku masih menunggunya datang ke rumah. Dia berhutang penjelasan pada anak-anak."

    "Oke, semoga masalahmu segera selesai ya, Ra."

    "Makasih, Lin."

.

.

.

    "Buk, ayah datang," 

    Baru saja Aira ingin meletakkan teleponnya di atas nakas, Adnan masuk ke kamarnya. 

    "Oya? Sama siapa, Mas?"

    "Sendirian, Buk."

    Aira pun mengangguk. Rupanya Dhani tidak punya nyali untuk membawa istri mudanya ke depan anak-anaknya. 

    "Mas Alif sama adek dimana?" tanya Aira pada anak keduanya itu.

    "Ada di kamarnya, Buk." 

    "Tolong panggilin ya, Mas?" 

Usai mengangguk, Adnan pun bergegas menuruti perintah ibunya. Sementara Aira keluar dari kamar untuk menemui suaminya. 

    "Dek," sapa Dhani saat Aira muncul di ruang tamu. Wajah lelaki itu nampak kuyu dan tak bersemangat. 

    "Duduk, Mas! Aku baru menyuruh anak-anak ke sini. Tunggulah sebentar," kata Aira tenang.

    "Dek, bisakah kita simpan saja ini untuk kita sendiri? Tidak perlu melibatkan anak-anak?" pinta Dhani.

    "Sudah terlanjur, Mas. Alif sudah tau semuanya. Dan asal kamu tau, mereka semua sudah besar. Mereka sudah paham soal beginian. Jadi untuk apa di tutup tutupi? Kalau kamu memang ayah yang gentle, bicaralah dengan mereka."

    Aira baru saja menyesaikan kalimatnya saat ketiga anaknya datang. Shofia yang melihat ayahnya ada di ruang tamu, segera menghambur dalam pelukannya. Dia memang si bungsu yang paling belum mengerti apa yang terjadi.

    "Ayah katanya nggak pulang? Kok ini pulang?" celoteh gadis remaja itu sambil bergelayut manja di pangkuan sang ayah. Nampak raut wajah Dhani berubah pias mengamati tingkah putri kecilnya yang begitu disayanginya itu. 'Bagaimana jika Shofie tahu apa yang telah dilakukannya? Apakah dia akan tetap menghormatinya sebagai ayah?' tanyanya dalam hati.

    "Shofi, duduk dulu Nak. Ayah mau bicara sesuatu sama kalian. Ayo sini, Mas Alif, Mas Adnan," kata Aira meminta anak anaknya untuk duduk.

    Ketiga anak itu segera duduk. Dan dengan antusias,  Shofia dan Adnan yang belum mengetahui apa yang terjadi nampak tak sabar ingin mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh ayah mereka. 

    Sementara itu, wajah Dhani sangat tegang. Apalagi istri dan anak sulungnya, Alif, sedang menatapnya tajam dari tempat duduk mereka masing-masing. 

    Lalu perlahan lelaki itu pun mulai mengocehkan gombalan-gombalan pada anak--anaknya. Bagaimana dia mencintai mereka, bagaimana perjuangannya untuk membesarkan mereka. Mungkin dia butuh mengumpulkan simpati dari anak-anaknya dulu sebelum akhirnya dia mengatakan tentang pernikahan keduanya. 

    Namun nyatanya senjatanya itu tidak mempan. Saat kemudian dia mulai menceritakan tentang istri barunya, wajah Shofia dan Adnan sontak berubah marah pada sang ayah.

    Mendengar pengakuan ayahnya, Adnan mendadak menggeser tempat duduknya menjauhi Dhani. Dan Shofi, diluar dugaan, berteriak mendekat ke ayahnya sambil memukuli dada sang ayah berkali-kali.

    "Ayah jahat! Kenapa ayah begitu? Ayah tidak kasihan sama ibu!" 

    Dhani berusaha menghentikan sang anak dengan mencekal pergelangan tangannya, namun Shofi ternyata lebih kuat. Sekali lagi dia memukul ayahnya, lalu berlari pergi menuju ke kamarnya sambil terisak. 

    Alif yang melihat adiknya menangis, langsung bangkit mengejarnya. Sementara Aira yang masih bertahan di tempat duduknya menatap suaminya dengan senyum tersungging di bibirnya. 

    "Puas mas sekarang kamu? Sudah menghancurkan impianku dan anak-anak hanya demi kesenanganmu sesaat?" katanya penuh nada sindiran.

    "Dek, Kamu salah paham. Aku sama sekali tidak merencanakan semua ini. Ini terjadi tiba-tiba saja. Aku tidak ..."

    "Kamu tidak perlu menjelaskan apapun padaku, Mas. Yang penting sekarang anak-anakmu sudah tau. Dan Kamu harus menerima jika akhirnya mereka membencimu. Itu salahmu sendiri." 

    "Dan satu lagi. Aku ingin kita bercerai."

    "Apa?! Nggak, Dek. Sampai kapanpun aku nggak akan menceraikan Kamu. Nggak, Nggak akan!" Dhani berkata dengan lantang. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
irwin rogate
lelaki brengsek. anak ditingalin
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
uhh dasar serakah mau 22 nya.kalo aira ngak di kshbtau linda mungkin dhani senang2 dan semangat istri dan anak2 nya tdk tau.rasain lu dhan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status