Part 5
Airi dibawa ke rumah sakit terdekat. Lelaki yang menabraknya adalah Putra Mahendra. Hati menatap iba pada gadis yang berbaring lemah. Putra menghubungi papinya yang berada di Singapura.Putra menceritakan peristiwa kecelakaan yang membuat seorang wanita terluka parah. Rio--papi Putra akan segera membantu anaknya dalam kasus kecelakaan tersebut. Rio sangat mencemaskan anak sulungnya yang berada jauh darinya.
Seorang perawat keluar dari ruang IGD, Putra menghampirinya.
"Bagaimana keadaannya, Sus?""Maaf, Bapak siapanya wanita itu?"
"Saya pelaku penabrakan," ucap Putra jujur.
"Maaf Pak, bisa Bapak mencari keluarganya untuk segera datang. Wanita itu butuh darah yang banyak," ungkap perawat berbaju putih tersebut.
Putra mengambil tas milik Airi di dalam mobilnya. Dalam gawai Airi kontak yang tertera tidak terlalu banyak hanya ada empat kontak saja.
Putra menghubungi seseorang dengan nama kontak Suamiku surgaku berkali-kali namun nomor tersebut tak dapat di hubungi. Ia tak berputus asa terus menghubungi suami Airi.
Tak dapat jawaban mencoba menghubungi semua nomor yang ada di gawai Airi, tak ada satu orang pun mengangkat panggilan tersebut. Lelaki itu menemukan kartu nama bertulisan Panti Asuhan Khadizah. Lelaki itu menghubungi panti asuha tersebut.
Putra mengucapkan salam dan memberitahukan kabar Airi. Wanita yang berbicara di seberang telepon menjerit histeris. Mereka berkata akan segera datang.
"Akhirnya ada juga yang bisa dihubungi."
Seorang lelaki paruh baya berjalan dengan cepat, ia adalah papa mertua Airi--Pak Joko. Lelaki itu mendapat kabar kecelakaan menantunya dari ibu panti dengan mengunakan nomor yang lain. Saat itu Pak Joko sedang berada di kantor.
Pak Joko menanda tangani semua pengobatan dan operasi yang akan dilakukan Airi.
"Maaf Pak, kami kehabisan darah dengan golongan A+ bisa Bapak hubungi kerabat keluarganya," ucap perawat tersebut.
"Maaf Sus, pasien seorang anak yatim piatu," ungkap Pak Joko.
"Sus, golongan darah saya A+," ucap Putra yang baru tiba dari Musholla.
"Pak Putra, Anda ...." potongnya. Putra tersenyum kepada lelaki itu.
Putra mendonorkan darahnya sebanyak dua kantung. Pak Joko menemani Ceo Perusahaan tempatnya bekerja.
"Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk menantu saya," ungkap Joko dengan hati yang tak enak. Siapa yang tak kenal dengan Putra Mahendra pemilik sebagian perusahaan di Jakarta.
Berbagai perusahaan berdiri dengan berbagai bidang. Lelaki dengan perawakan gagah, tampan, dan kaya raya menjadi incaran para wanita. Namun, tak ada nama wanita di hatinya.
Saat ini lelaki itu berumur dua puluh delapan tahun. Tak berpikir untuk mendekati wanita atau berpacaran.
Ririn menghampiri suaminya yang sedang menunggu di ruang tunggu operasi.
"Papa, bagaimana keadaan gadis miskin itu? Apa sudah mati?" tanya Istrinya tanpa mempedulikan orang lain."Sst, Mama. Datang-datang berkata seperti itu. Airi itu menantu kita." bela Pak Joko. Airi masih memiliki orang yang sayang kepadanya yaitu Pak Joko. Papa mertuanya sangat menyayangi Ai seperti putrinya.
"Biarkan saja dia mati!" sungutnya.
Putra mendengarkan percakapan mereka. Lelaki itu merasa bertanggung jawab. Wajahnya menunduk, tapi pendengarannya tajam.
"Mama lebih baik pulang saja, beritahu Faisal."
"Faisal tidak dapat dihubungi. Airi saja yang bod*h menyeberang jalan tak lihat-lihat. Rasakan akibatnya."
"Pa, bagaimana biaya rumah sakit Airi. Mama gak mau nombokin, loh!""Mama, jangan keras-keras bicaranya. Malu tahu!" sungutnya kesal.
"Ih, Papa ini. Ngapain malu emangnya maling." Ririn mengeluarkan kipas tangannya dan mengibas wajahnya.
"Untuk pengobatan rumah sakit. Biar saya saja yang urus. Karena saya yang telah menabrak menantu Anda," ucap Putra. Bagaikan bendera merah berkibar di langit biru, Ririn tak mau rugi.
"Bapak benar sekali. Anda harus bertanggung jawab sepenuhnya. Kita ke sini pakai ongkos, yang jaga juga butuh makan. Bisa sekalian di tanggungkan." Ririn tersenyum penuh harap.
"Baiklah, saya akan menganti rugi semuanya dan menanggung pengeluaran kalian selama di rumah sakit." Putra tak masalah dengan uang yang terpenting adalah tanggung jawab.
Putra mengeluarkan uang di dalam dompetnya. Memberikan kepada Ririn tanpa menghitungnya terlebih dahulu.
"Tidak usah, Pak. Maaf atas kelakuan istri saya."
"Papa, apa-apaan sih. Rezeki nomplok ini," bisik Ririn menyiku suaminya.
Pak Joko hanya menahan emosinya karena ia adalah tipe suami takut istri.
Dilain tempat dan waktu.
Faisal sedang menyendiri di pinggir pantai. Langit berubah gelap, matahari sudah terbenam, tatapan lelaki itu kosong. Banyak kenangan manis di pantai ini. Tempat ini tempat terindah bagi Faisal dan Airi.
Faisal menatap pergelangan tangannya jam menunjukkan pukul tujuh malam. Ia bangkit dari duduknya. Seharian hanya duduk di pinggir pantai.
Faisal masuk ke rumah setelah mengucapkan salam. Biasanya, Airi akan menyambutnya dan menyungguhkan teh hangat. Dengan langkah gontai menuju kamar atas. Menatap pintu kamar istri pertamanya. Membuka handel pintu tersebut.
"Abang, sudah pulang." Bella membuka pintu kamarnya dan manarik tubuh Faisal ke dalam kamarnya. Faisal hanya menghela napas. Bagaikan kerbau dicocok hidungnya. Faisal melakukan apa saja yang Bella inginkan.
Bella merayu lelaki itu dengan berbagai cara. Ia mahir melakukan hal tersebut. Semua tubuh Faisal dijangkaunya. Tanda merah memenuhi dada bidang Faisal.
Tak berapa lama desahan mengema di dalam kamar. Hawa panas menyelimuti mereka. Tubuh mereka menyatu lembur.
Faisal terlelap setelah pertempurannya dengan Bella. Tanpa memikirkan Airi yang sedang berjuang melawan maut. Ketika bersama Bella nama Airi akan hilang dalam sekejap.
Azan Subuh berkumandang, biasanya suara lantunan ayat suci Al-Quraan terdengar merdu. Faisal memimpikan Airi yang menundukkan kepala dan terisak. Faisal hanya menatap dari kejauhan. Hanya mimpi.
Faisal membuka matanya, seperti merasakan sesuatu yang hilang." Biasanya Airi sedang mengaji. Apa dia sedang datang bulan."
Faisal bangkit dari tidurnya membersihkan diri dan menjalankan kewajibannya. Lelaki itu memilih berjamaah di Musholla dekat dengan rumahnya.
Faisal menelusuri ke sepenjuru rumah, ia tak menemukan sosok wanita yang biasanya sibuk di dapur.
"Ke mana Airi? Tidak biasanya jam segini belum bangun." Faisal melangkahkan kaki ke kamar Airi--istri pertamanya.
"Ai ...," panggilnya. "Di mana dia? Apa dia belum pulang?""Ai! Airi!"Suara Faisal membuat Bella terbangun dan menghampiri suaminya.
"Abang, cari siapa?" ucap Bella basa-basi. "Di mana Airi?" tanya Faisal."Paling ke panti asuhan," jawab Bella berbohong. Wanita itu tahu kalau Airi mengalami kecelakaan.
"Tidak mungkin, dia pasti pamit sama Abang."
"Kemarin pagi sudah pamit, ayo Bang, kita siap-siap hari ini Abang janji mau ajak aku jalan-jalan ke Bandung."
"Minggu depan saja, Abang cape," ungkapnya.
"Alasannya begitu terus. Kapan perginya?" sindir Bella.
"Baiklah, kita pergi hari ini. Kamu siap-siap mumpung masih pagi."
Faisal mencari gawainya, ia tak menemukannya di atas nakas."Semalam ada di sini ke mana, ya?"
Di dalam kamar mandi, Bella menghapus semua 30 panggilan tak terjawab dan beberapa pesan yang masuk. Ia tak ingin diganggu. Selama menikah, Faisal tak pernah mengajaknya jalan-jalan karena statusnya sebagai istri kedua.
"Aku tak mau berbagi, dasar jal**g! Biarkan saja ia di rumah sakit. Sudah waktunya menunjukkan pada dunia bahwa aku istri bang Faisal juga." Ia menon aktifkan gawai Faisal.
Mereka telah siap berangkat untuk rekreasi. Bella berdandan cantik dan sexy. Tubuhnya selalu menempel pada Faisal.
Mereka terlihat bahagia dan Airi akan merana.
Part 6 Faisal dan Bella telah sampai di tujuan. Mereka bergandengan tangan dengan mesra. Selama menikah, Bella tak pernah diajak jalan-jalan oleh Faisal. "Bang, abis ini kita keliling penginapan, ya," ajak Bella. Ia ingin melihat pemandangan hotel mewah yang dikelilingi pantai. "Baiklah, kita istirahat sebentar dulu. Abang belum memberitahu Airi kalau kita pergi menginap," "Paling mama sudah memberi tahu. Masa iya, Airi enggak paham," sungutnya kesal. "Abang takut, dia nyariin. Oh iya, kamu lihat handphone Abang, gak?" Wajah Bella berubah pucat, senyumnya kaku." Mana, ya. Aku gak tahu. Abang meletakkannya dimana?" "Entahlah, Abang lupa." Bella tak mau, Faisal menghubungi Airi. Acaranya akan gagal kalau Faisal mengetahui keadaan Airi. Di lain tempat Airi sedang diambang kematian. Hidup atau mati. Airi membuka mata perlahan, setelah operasi ia tak sadarkan diri selama satu h
Bab 7 Faisal berlari menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang anggrek lantai tiga. Melihat seorang lelaki berkemeja kotak-kotak biru duduk depan ruang tersebut memainkan gawainya. Lelaki itu menoleh ke arah Faisal, dahinya mengernyit heran, ia adalah Putra. Tanpa mengucapkan salam Faisal masuk ke ruang Airi. Tubuh yang terbaring lemah, perban dibagian kepala, dan jarum infus menempel di pergelangan tangan. Airi membuka mata mendengar namanya dipanggil. Menengok ke arah suara yang sangat ia rindukan. Hatinya sakit dan kecewa, mengingat foto yang telah dikirim oleh Bella. Tatapan dingin terlihat di wajah Airi. Tak ada senyum dan sapaan yang lembut di bibirnya. Faisal melangkahkan kakinya selebar mungkin dan memeluk tubuh istri pertamanya yang terbaring lemah, tak ada balasan dari Airi. Faisal merasa bersalah, Airi membutuhkan dirinya, tetapi ia malah bersenang-senang dengan Bella. "Mau apa Abang kemari?" ucap Airi datar. Suaranya menusuk ke dalam hati
Part 8Harum parfum mahal tercium di ruangan TV. Ririn yang sedang menonton drama korea menoleh ke belakang."Bel, kamu mau ke mana? Mama kira kamu tidur," ucap mama berbasa basi.Bella berjalan bak seorang ratu. Baju dress berwarna biru muda tanpa lengan menghiasi tubuhnya. Tangannya tak lupa memakai jam tangan bermerk dan cincin berlian di jari manisnya.Ririn terperangah dengan penampilan Bella yang memukau. Penampilannya seperti anak konglomerat padahal Faisal tak sekaya itu."Aku suntuk di rumah mau shooping aja," ungkapnya datar namun, terlihat sombong dan angkuh. Bella memainkan jari jemarinya memamerkan kuku panjangnya yang berwarna biru muda."Shooping ke mana?" tanya Ririn antusias. Ia berharap sesuatu kepada mantu kesayangannya. Shooping adalah hobinya semasa dulu."Mall Taman Anggrek, mau main jauh sekalian," ujarnya. Bella sedikit menekan kalimat tersebut.&nb
Part 9"Ceraikan aku, Bang!" ucap Airi dengan tenang. Suaranya tak bergetar sedikit pun."Tidak! Abang tidak bisa," tolak Faisal. Wajahnya terkejut mendengar ucapan istrinya. Airi memakai hijab putih menatap tajam Faisal."Kamu tak ingin menceraikanku, makapilih salah satu dari kami. Itu jalan pilihannya. Aku tak mau dimadu dan tak mengizinkannya." Ucapan Airi membuat kepala Putra menjadi pening."Maaf, Abang tak bisa. Aku akan bersikap adil. Abang janji. Percayalah!" Faisal memohon kepada wanita yang telah terluka hatinya."Tidak! Kalau Abang tak memilih, aku yang akan mundur." Airi terlihat tegar. Raut wajahnya tak bersedih. Ia sudah yakin dengan keputusannya."Tapi, Abang tak bisa meninggalkan salah satunya." Ucapan Faisal membuat Airi geram."Serakah kamu, Bang!" maki Airi. Wanita mana yang mau dimadu tanpa izin."Abang tak bisa meninggalkan kalian. Aba
Part 10Dengan elegan Airi turun dari mobil barunya. Faisal terpana melihat sikap istri pertama. Ia merasa jatuh cinta pada gadis itu. Airi sekarang berbeda dengan yang dulu.Airi mulai merawat wajah dan tubuhnya. Ia ingin menikmati hidup sebelum semuanya berakhir. Faisal semakin terbuai oleh paras wajah cantik Airi. Ia tidak lemah dan cengeng seperti dulu."Mulai hari ini, jangan panggil aku Airi kalau aku tak bisa melakukan semuanya," ucapnya kepada mereka yang berdiri di depan.Airi mengandeng lengan Faisal dengan mesra tatapan mereka saling beradu. Ririn dan Bella hanya memandangnya sinis."Dasar udik, sombong!" maki Bella setelah mereka sudah berada dalam rumah."Awas kamu!" Bella menendang mobil baru milik Airi."Aw, sakit Ma!" ringisnya. Memegang jari kakinya yang masih mengenakan sepatu high heel."Kamu benda mati dilawan," kelakar mertuanya. Bella melirik ke arah
Part 11Pak Joko merasa malu melihat sikap Ririn yang tak berakhlak. Perkataan dan sikapnya harus di ruqiah. Tak punya sisi kebaikkan yang ada hanya memaki dan menghina."Dasar kamu pelakor rumah tangga orang. Mertua kamu garap juga," teriak Ririn tanpa peduli sekitar cafe."Cukup! Jaga mulutmu! Kamu jangan membuat fitnah Ma. Airi bukan pelakor. Kami hanya berbicara tidak melakukan zina."Ririn kesal dan cemburu ia tak terima dengan kejadian ini. Segera pergi angkat kaki dan mengadukan semuanya pada anaknya."Lihat saja kamu akan menyesal!" ancam Ririn."Maaf Pak Putra, sikap istri saya yang kurang ajar," permohonan maaf pak Joko."Tidak apa-apa Pak Joko, saya maklumin kok.""Airi, apa kamu baik-baik saja?""Iya, terima kasih Pak." Airi hanya menundukkan kepala.Putra berpamitan k
Part 12GoodnovelAiri dan Putra saling bersenda gurau. Mereka berkeliling komplek perumahan. Airi berjalan kaki mengunakan alas sandal jepit merek burung terbang. Putra meminta Airi untuk menemaninya jogging."Ayo lari! Masa jalan kaki. Apa berat badan kamu bertambah sepuluh kilo?" ejek Putra. Ia menertawakan Airi yang bernapas naik turun. Sudah lama Airi tak olah raga. Badannya terasa berat."Pak, saya pake sendal susah untuk lari dan gamis ini bikin ribet. Mana ada jogging pakai baju begini." Airi mengerucutkan bibirnya. Putra memaksanya untuk ikut."Ada kok. Kamu yang pakai." Putra tertawa dan berlari meninggalkan Airi. Wanita itu hendak mengejarnya.Airi tak sanggup lagi untuk berlari. Ia duduk di atas batu pinggir jalan yang biasa digunakan untuk pejalan kaki. Napasnya terputus-putus. Keringat membasahi tubuh.Mengibas-ngibaskan tangan menghasilkan angin yang sejuk. T
Part 13GoodnovelBanyak para tetangga, pejabat, artis, dan pengusaha-pengusaha yang bekerja sama dengan perusahaan milik pak Rio. Datang untuk mengantar beliau ke tempat pembaringan terakhir. Hampir setengah rumah beliau penuh.Para pelayan sibuk melakukan acara pemakaman. Airi membantu mereka menyiapkan perlengkapan dan melayani para penyelawat."Non, Airi. Duduk saja di sana. Biar pelayan yang melakukannya.""Tidak, apa-apa Bu. Saya bisa," ungkap Airi. Ia mengambil nampan yang berisi air mineral."Terima kasih sudah bantuin kita," ungkapnya. Ia meninggalkan Airi dan melanjutkan pekerjaannya.Proses pemakamam telah tiba. Pak Rio sudah dimandikan, dikafani dan di salatkan. Lokasi pemakaman tak jauh dari kediaman mereka.Putra memeluk bingkai foto dengan berjalan lunglai. Matanya terlihat sembab. Airi hanya menatap di