Share

Bab 3

"Maafkan a-aku!" Gera gugup. Lelaki yang ia tabrak itu kini sudah berjongkok dan meneliti wajahnya. 

"Kau! Bagaimana kau bisa disini?" tanya Roy yang juga sangat terkejut dengan kondisi tubuh Gera. 

        Mendengar isak tangis Gera, Roy yakin ada sesuatu yang tak beres. Tanpa menunggu jawaban dari Gera, Roy langsung membopong tubuh Gera. 

"Mau kau bawa kemana aku?" Gera meronta di atas punggung Roy. Namun Roy hanya diam saja. Khawatir dan takut berkecamuk dalam pikirannya.

        Roy membawa Gera kesebuah ruangan kosong. Melihat Gera yang tak henti-hentinya mengelus tubuhnya sendiri membuat Roy berpikir aneh. 

"Kau mau macam-macam juga padaku?" tuduh Gera curiga pada Roy. 

"Jangan berpikir negatif, Nona! Bagaimana mungkin aku membiarkanmu keluar menggunakan pakaian seperti itu? Dasar bodoh!" sergah Roy membela diri. 

"Lalu, berbaliklah! Jangan menatap tubuhku seperti itu!" seru Gera kembali menutup tubuhnya. 

"Panas! Tolong bantu aku!" gerutu Gera. Ia sudah sangat kewalahan dengan respon tubuhnya. Dengan gerakan aneh ia mengelus setiap inci tubuhnya. Logikanya memang bertentangan dengan apa yang ia lakukan, namun entah apa yang sudah menguasainya sekarang. 

"Hei! Bagaimana cara meredakan efek obat berdosis tinggi, Tuan?" Gera bertanya pada Roy. 

'Bagaimana bisa dia seperti itu? Sungguh, wanita itu selalu membuatku salah tingkah.' Batin Roy kesal.

"Ayo! Beritahu padaku, bagaimana cara menghentikan efek obat berdosis tinggi?" tanya Gera sekali lagi. 

Roy tersentak, ia baru sadar kenapa Gera sampai bertingkah aneh seperti itu. "Wait, kau bilang apa, obat berdosis tinggi?"  tanya Roy meyakinkan diri. 

        Gera mengangguk. Kini ia semakin gelisah. Rupanya memang benar, dosis yang Adit berikan memang tinggi. 

"Bagaimana bisa? Jangan bilang, lelaki itu lagi yang mau mengganggumu. Lelaki yang dirumahmu tadi malam?" tanya Roy.

"Bagaimana kau tahu? Jangan bilang, kau yang menolongku?" teriak Gera histeris. 

Roy hanya mengangguk. "Hanya ada satu cara," tutur Roy simpel.

"Bagaimana? Ayo cepatlah! Aku sudah tidak tahan," pekik Gera. Kini ia sudah bisa merasakan bagian bawahnya terasa aneh.

"Kita harus melakukannya," singkat, padat, jelas! Gera tersentak mendengar jawaban Roy. 

"Apa? Tidak adakah cara lain?" Roy menggeleng. 

"Aku bisa membantumu, Nona!" ujar Roy menyeringai. 

"Dasar Tuan aneh! Dalam mimpimu!" teriak Gera semakin menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. 

"Baiklah. Matilah dengan rasa aneh itu!" jawab Roy enteng lalu berlalu meninggalkan Gera. 

"Tunggu! Aku mohon bantulah aku, Tuan!"  Gera memohon pada Roy. 

"Jangan! Nanti kau menyesal," tolak Roy halus.

Gera menggeleng kasar. "Tidak akan! Asal kau mau mengobatiku. Aku sudah sangat tidak tahan." 

       Bukan Roy, melainkan Gera yang memohon terus menerus tanpa henti.

"Ayo! Obati aku," suruh Gera ketika melihat Roy hanya terpaku menatap Gera. 

        Dalam hati, Gera menangis bahkan menjerit melihat dirinya kini berubah dan tak memiliki harga diri. Sekeras apapun batinnya melawan, namun tidak bisa mengalahkan raganya yang sudah sangat ingin diberi sesuatu. Ini semua gara-gara Adit.

"Aku sangat tak tahan," pekik Gera frustasi. 

        Melihat Roy yang masih diam tertegun, membuat Gera yang sudah tak tahan akhirnya bertindak. Dengan tergesa-gesa dan tanpa malu ia menghampiri dan menarik Roy. 'Sudah putus urat maluku,' batin Gera. 

"Wow, bagaimana kau bisa diam!" Ingin sekali Gera memelintir mulutnya sendiri karena sudah berbicara lancang seperti itu. 

        Melihat kelakuan Gera yang seperti itu, membuat seringai nakal Roy muncul. "Akan kuhabisi kau malam ini," bisik Roy membuat Gera semakin tak tahan. 

Roy berpikir, tidak ada salahnya memberikan Gera hal yang dia inginkan malam ini, sebab ia juga sudah mendambakan Gera. Dengan tingkah berlebihan Gera yang seperti ini, membuat Roy berpikir bahwa Gera memang gadis nakal. 

"As your wish, baby," jawab Roy. 

"Ma-maafkan aku. Aku kira kau-" napas Roy tercekat. Ia merasa sangat bersalah saat Gera memekik keras bahkan menangis.

"Tidak apa-apa. Lanjutkan pengobatanku. Lakukan pelan-pelan," pinta Gera memohon. Ia sendiri juga bingung. Rasanya ingin sekali menyudahi perbuatan tidak senonoh ini, namun keinginannya mengalahkan egonya. Ia masih ingin itu semua.

        Mereka berdua kelelahan. Rasa ingin Gera juga sudah mereda. Dan sekarang, air matanya sudah menggenang. Tinggal menunggu tangisnya pecah.

Disisi lain....

"Luis, aku akan memberimu tugas." Ujar Roy menelpon Luis.

"Katakan saja, Boss!"

"Cari tahu tentang wanita ini, dan juga lelaki yang mengganggunya. Aku akan menunggu hasilnya sampai besok pagi," Roy memutuskan sambungan sepihak. 

        Gera kini sudah terlelap. Ia sangat kelelahan. Bahkan, jejak air mata masih terlihat di pipi cantiknya. Roy tersenyum tipis. 

"Aku tidak yakin, apakah aku bisa meninggalkanmu jika sudah seperti ini?"

        Gera meracau pelan ketika terbangun setelah seharian tidur. Tubuhnya terasa remuk. Dan bagian intinya terasa sangat menyakitkan.

        Seolah tersadar dengan yang terjadi sebelumnya, ia langsung mengedarkan pandangan ke segala arah. Mungkin Tuan itu yang sudah membawaku pulang, batin Gera dengan air mata yang sudah mengalir. Ia sungguh menyesal. 

         Ia merebahkan lagi tubuhnya. Rasa sakit di sekujur tubuh membuat Gera malas melakukan apapun. Padahal, seharusnya hari ini ia harus pergi melamar pekerjaan.

***

"Bagaimana Luis?" tanya Roy sembari duduk santai di ruang kerjanya. Luis baru saja masuk dan sudah disuguhi pertanyaan. 

"Sudah, Boss! Ini berkas-berkasnya," jawab Luis tegas dan langsung memberikan dua bilah map.

"Dan ya, saya sempat menanyakan wanita itu pada tetangga di sekitar rumahnya, Boss," ujar Luis sebelum beranjak.

Roy menatap Luis penuh tanya. "Lalu apa yang kau dapat, Luis?" 

"Kata mereka, wanita itu saat ini sedang mencari pekerjaan. Mereka juga mengatakan bahwa dia hidup sendiri dan baru saja lulus," tutur Luis.

Roy nampak berpikir, "Aku rasa, aku memiliki sebuah ide," Roy memberikan isyarat agar Luis mendekat.

"Baik, Boss! Akan saya lakukan siang ini juga." Jawab Luis setelah Roy membisikkannya sesuatu.

        Setelah kepergian Luis, Roy tersenyum sendiri. Ia membayangkan wanita cerobohnya itu. Membayangkan rasa dari wanita itu. Membayangkan tingkah kekanakan, tangisnya, dan yaa... semua hal yang bersangkutan dengan wanita ceroboh itu. 

"Astaga! Dia membuatku salah tingkah hanya karena membayangkannya saja," lirih Roy geram dengan pikirannya yang selalu saja tertuju pada Gera.

***

         Luis datang lagi ke rumah Gera. Dengan penampilan yang tidak terkesan formal seperti biasanya. Hanya saja ia mengenakan kostum serba hitam. Dan membuat orang sekitar berpikir, dia bukanlah orang sembarangan. 

        Baru saja mau membuka pintu mobil, langkah Luis terhenti saat melihat seorang laki-laki yang melangkah terburu-buru menuju rumah Gera. 

"Wait! Lelaki itu rupanya tidak asing," Luis memaksa otaknya mengingat siapa lelaki itu. 

Seperti mendapat pencerahan, Luis langsung melotot ketika mengingat siapa orang itu.

"Wah! Orang ini benar-benar cari masalah." 

Dengan langkah hati-hati Luis mengintai pria itu.

"Gila kamu Adit! Pergi!" Gera menjerit dan Luis mendengarnya. 

"Kalau saja kamu tidak berulah kemarin, aku sudah bisa mendapatkanmu! Dasar wanita kotor! Sekarang tidak akan ada yang menghalangiku lagi. Diamlah! Dan nikmati permainan yang akan aku mainkan!" Luis yang mendengar itu sangat emosi. Tanpa menunggu lama, ia menendang pintu Gera dengan keras.

"Kau tidak ada kapoknya!" Luis menyeret Adit penuh emosi. 

"Tidakkah kau dengar perintah Tuanku? Dasar bodoh!" Luis tak henti-hentinya menggerutu sembari menahan tubuh Adit. 

"Jangan ikut campur! Kau siapa?" Seru Adit tak mau kalah.

Luis menghentikan aksinya dan menatap nyalang pada Adit. "Aku? Aku orang yang akan mengakhiri hidupmu!" Luis lagi-lagi mengamuk. 

        Sementara di ujung ruangan, Gera terisak sambil memeluk lututnya. Ia ingin menghentikan, namun kakinya gemetar dan tak mampu berdiri.

"Tuan, siapapun kau, aku mohon hentikan. Dia bisa lenyap kalau terus saja kau serang," teriak Gera sekeras yang ia mampu.

Luis menurut, lalu menatap Gera. "Nona, pria ini tidak akan berhenti mengganggumu. Lebih baik saya melenyapkannya saja." Luis kembali mengangkat tangannya.

"Stop! Aku mohon hentikan. Tolong," lirih suara Gera karena kehabisan tenaga. Luis melihat Adit. Pria itu sudah terkulai lemas karena aksi Luis yang bertubi-tubi.

      Luis memutuskan untuk menelpon Tuannya. Mengabari hal ini. 

"Boss, tolong dengarkan saya," ujar Luis dengan napas terengah-engah.

"Bicaralah Luis!" Perintah Roy dingin.

        Luis menghela napas panjang. Menceritakan seluruh kronologi cerita. Ia harap-harap cemas. Apakah Roy akan memaafkannya karena sudah membiarkan wanita itu menangis hingga lemas dan tidak melenyapkan pria ini? 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hetti Nafiza
Roy pemuja rahasia Gea.......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status