Share

Bab 5

"Bagaimana Luis?" tanya Roy dingin via telepon. Karena mansion begitu besar, malas juga untuk menunggunya datang. Mengingat jarak dari ruang kerjanya dengan ruang hitam lumayan jauh. 

"Sudah diatasi, Boss. Para wanita bayaran Anda sedang memberinya pelajaran. Anda bisa dengar sendiri suara mereka," ujar Luis.

Roy menghela napas beratnya. "Baiklah. Jika sudah selesai, berikan aku rekamannya."

Roy memutus sambungan sepihak. Sebenarnya Roy tidak mau memberi hukuman ringan seperti ini. Apalagi hukuman ini tergolong sangat menguntungkan Adit. Bagaimana tidak? Ini yang dia sukai dan yang ia cari setiap ke Club. 

***

        Gera menggeliat di atas ranjang raksasa yang sangat nyaman. Ia pingsan begitu lama, atau bisa saja ia juga tertidur. Pelan ia membuka kelopak matanya, menyadari ada yang lain, Gera refleks terduduk. 

"Aku dimana?" Gera mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. 

Kepala pelayan menghampirinya, "Nona, Anda sudah bangun rupanya. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?" 

"Tunggu! Aku dimana sekarang?" tanya Gera panik. 

"Kau sedang berada di mansion Tuan kami. Tuan Roy yang membawa Anda kemari, Nona," tutur Ros.

Gera nampak sangat bingung. "Tuan Roy? Aku tidak memiliki teman atau kenalan yang bernama Roy." 

"Boleh aku keluar sekarang? Aku harus pulang. Sampaikan salam terima kasih dariku untuk Tuanmu, tolong," pinta Gera pamit. Sebenarnya dia enggan untuk pergi, karena ia masih ingin tahu siapa itu Roy. 

"Maaf Nona, Anda tidak boleh keluar sebelum Tuan Muda datang kemari dan memberimu izin," jelas Ros membuat Gera terkejut. 

"Lalu aku harus apa, Bibi?" Ditengah kericuhannya mengoceh, tiba-tiba perutnya mual dan memuntahkan isi perutnya ke lantai.

Ros panik bukan main. Begitu juga dengan pelayan lain yang ikut menunggu Gera. "Nona, saya mohon berbaringlah. Jangan sampai Tuan marah besar," ujar satu diantara mereka

        Gera lemas dan dibantu para pelayan untuk berbaring kembali di ranjang. Untuk membuka matanya saja sudah tak ada tenaga. 

Beberapa menit kemudian Gera kembali terbangun dalam keadaan sangat pusing. "Aw! Kenapa begini?" gumam Gera pada diri sendiri. 

"Bibi, boleh kutahu namamu?" tanya Gera dengan mata terpejam. 

"Tentu, Nona. Nama saya Ros. Anda bisa memanggil saya Ros saja. Saya kepala pelayan disini." 

"Big no! Bagaimana bisa aku memanggil namamu saja? Sudah sangat jelas kau lebih tua dariku. Lalu bagaimana bisa aku memanggilmu Ros? Bibi ini aneh," Gera terkikik geli.

"Panggil Ros saja, Nona. Saya takut Tuan Muda marah jika Anda memanggil saya bibi," lirih Bibi Ros panik.

Gera menatap Ros, "biar aku yang melawan Tuanmu, Bibi. Aku yakin dia tidak seseram hantu. Dan tolong, jangan bersikap formal seperti itu. Namaku Gera. Panggil Gera saja. Oke?"

"Ta-tapi Nona...." Ros sangat ragu.

"Tidak menerima penolakan!" tegas Gera yang mau tidak mau harus dituruti. 

        Mereka berbincang-bincang santai tapi dalam keadaan Gera yang berbaring. 

"Gera, Bibi keluar dulu. Jika kau butuh sesuatu, kau bisa meminta pada mereka," Ros menunjuk para pelayan yang ada disana. Gera hanya mengangguk. 

         Setelah kepergian Ros, Gera kembali merenung. Bagaimana bisa dia berada di rumah semewah ini? Dan siapa itu Roy? Bahkan bajunya saja sudah diganti. Semoga saja yang menggantinya adalah para pelayan wanita disini. 

          Mengingat dirinya tadi mual dan muntah, Gera jadi takut sendiri. Apakah dia hamil sekarang? Lalu bagaimana caranya meminta pertanggung jawaban? Sedang Gera saja tidak tahu dimana pria itu dan kemana harus mencarinya.

           Roy memilih untuk menuju ruang hitam terlebih dahulu sebelum mencari Gera. Ia ingin melihat lelaki itu.

"Boss! Kau datang," Luis membungkuk ketika melihat Roy masuk ruangan itu. Hanya orang tertentu yang boleh memasukinya. Dan Luis sendiri diberi kebebasan untuk memasukinya.

          Tatapan dingin Roy semakin tajam dan nyalang kala melihat raga Adit yang berserakan bersama wanita-wanita itu.

"Bagaimana permainannya, ladies?" tanya Roy dingin.

Ketiganya tersenyum nakal melihat Roy. Mengingat Roy siapa, wanita mana yang tidak akan bertekuk lutut. "Dia kalah, Tuan. Tapi kami masih ingin lebih."

"Luis, kenapa lelaki ini pingsan? Apa kau menyerangnya?" tanya Roy berbalik badan menuju Luis.

"Tidak sama sekali, Boss. Dia kewalahan melayani tiga wanita itu. Mereka sama sekali tidak ada habisnya," tutur Luis.

         Roy kembali ke ranjang dan menggoyang tubuh Adit. Namun tidak ada respon darinya. Tak berpikir dua kali, langsung saja Roy menyiram wajah Adit dengan air dingin yang ada di kulkas ruangan hitam.

Adit tersedak air dan tak henti-hentinya batuk. Roy terlalu kasar menyiramnya. Dan memang itulah Roy.

"Siapa yang menyiramku?" pekik Adit sembari mengusap wajahnya kasar.

"Kau sudah bangun rupanya. Aku yang menyirammu," ujar Roy datar.

"Kenapa cepat sekali pingsan? Bukankah kau sudah terbiasa bermain seperti ini di Club?" tanya Roy lagi. Dingin. Tajam.

Adit mendecih. "Wanita-wanitamu terlalu haus, dan aku dibuat lelah walaupun masih ingin lebih."

        Tawa Luis pecah mendengar itu. Sedang Roy masih bersedekap menatap dingin ke arah Adit.

"Tidak tahu diuntung!" umpat Adit pada wanita itu.

"Hey, dude! Kau lebih tidak tahu diuntung. Lebih baik kau ingat baik-baik! Ini peringatan terakhir dariku. Tolong jangan ganggu wanita itu lagi. Jika tidak, video ini akan aku kirim ke atasanmu. Dan kau akan di blacklist!" ancam Roy.

"Kau! Bagaimana bisa kau melakukan itu semua?" Adit tertawa melihat Roy.

"Kenapa tidak? Apa yang aku inginkan, harus aku dapatkan!" jawab Roy penuh penekanan.

"Aku tidak takut!" ujar Adit.

"Jangan berani mengatakan hal kasar pada Boss saya! Lenyap kau jika berani melakukan itu lagi," Giliran Luis yang mengancam Adit.

          Roy berlalu meninggalkan ruangan itu dan berniat akan mencari Gera. Ia sudah tidak sabar melihat wanita itu.

***

         Roy masuk ke ruangan dimana Gera berada. Begitu masuk, Gera tersentak kaget. "Kenapa kau bisa disini?" lirih Gera malu.

"Nona, dia Tuan kami," ujar salah satu pelayan.

"What? Tuan kalian? Pemilik mansion ini?" tanya Gera memperjelas. Dan pelayan itu mengangguk.

"Sudah mengerti?" tanya Roy sombong.

Tanpa pikir panjang, Gera langsung ngegas. "Kau harus tanggung jawab, Tuan! Jika aku hamil, bagaimana?Astaga!" gertak Gera.

"Kau yang memintaku untuk melakukan itu, bodoh! Apa kau lupa bagaimana caramu mengemis padaku?" Roy tidak mau kalah keras. Karena memang sifatnya tidak mau kalah.

        Gera terisak sambil menghentakkan kaki mungilnya. Ia sangat menyesal telah melakukan itu semua. Terlebih, laki-laki yang merenggut kehormatannya adalah orang yang sangat dingin dan kasar.

"Ini semua gara-gara kamu, Adit! Demi apapun aku nggak akan ikhlas," teriaknya dan masih saja terisak.

"Percuma saja kau menyalahkan siapapun. Sudah terjadi. Makanya, jadi cewek jangan ceroboh! Dasar bodoh!" Roy terus saja mengganggu Gera dengan kata-kata menyakitkan darinya.

        Gera menghela napas berat. Sudah tidak ada harapan lagi. Kalau dia hamil, dia harus menjadi seorang single parent. Apakah Gera sanggup melanjutkan hidupnya? Atau akan mengakhiri semua dengan keputusasaan?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
WIWIN LISHARCUNIK
ngeri ngeri sedap
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status