Suara gemercik air mengalir masih terdengar deras dari kamar mandi yang pintunya tertutup rapat itu. Hari sudah melewati fajar, jarum jam menunjuk angka tujuh, sementara satu onggok tubuh kecil wanita yang berbalut selimut disana seakan tidak punya niatan untuk membuka mata.
Theo sudah selesai dengan ritual mandinya, jelas kalau ia sudah terlambat untuk berangkat ke kantor tetapi meski begitu, Theo dengan santai berpakaian, sesekali melirik istrinya yang masih terlelap tentram tanpa usik kendati Theo bolak-balik diruang tidur mereka.
Rampung berpakaian Theo mulai melangkahkan kaki mendekati ranjang, duduk ditepian kasur.
Matanya memandangi bagaimana cara oksigen dihirup dengan ritme tenang oleh Jane, melihat cantik dari wajah istrinya yang entah kapan luntur itu.
Theo tidak berniat untuk membangunkan Jane sama sekali. Ia cukup tau diri. Setelah semalam dan subuh tadi Jane memenuhi keinginan batinnya, Theo tentunya tidak tega kalau harus membuat Jane d
--Suara detik jarum jam mengisi kekosongan dalam hampanya ruang hening yang diputari dinding berwarna putih itu. Ruang yang besar dan berisi satu ranjang lengkap dengan sofa dan meja disana. Ada satu wanita yang tengah berbaring dengan mata menutup diatas brangkar itu, memakai pakaian berwarna biru khas pasien rumah sakit sementara pada tangan kanannya terdapat selang menjuntai yang terhubung dengan satu kantong infus menggantung. Jane bergerak kecil, wajahnya yang cantik megerut tipis kala merasa pilu disetiap sendi tubuh. Bahkan untuk melakukan gerakan kecil saja Jane harus menahan pegal. Wanita dua puluh delapan tahun itu akhirnya membuka mata, menatap segenap putih langit-langit ruangan, sebelum kemudian menggerakan kepala sedikit, Jane sadar betul ia sedang berada dimana jadi tak perlu lagi drama seperti aku dimana, aku siapa. Dan Jane tidak menemukan siapapun kecuali presesi adik perempuannya yang tengah duduk disana. Serin yang semu
7 tahun kemudian.- “What the hell!” Umpatan itu terdengar dari mulut anak laki-laki yang tengah duduk dikursi penumpang mobil, mengudara jelas saat hening tengah melanda, ponsel lipat baru pemberian kakeknya yang sedang ia gunakan untuk bermain games tiba-tiba saja berbunyi mengacaukan permainannya. Menampilkan notifikasi panggilan. Theo yang duduk di kursi kemudi menoleh, matanya menyorot sang putra sulung berusia tujuh tahun yang baru saja mengumpat di depan hidungnya. “Siapa yang ngajarin kamu kata itu?” tanya Theo. Anak laki-laki yang memiliki wajah perpaduan apik dari ayah dan ibunya itu menoleh, memerkan raut muka acuh. “Sam sering dengar mommy bilang begitu.” Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kata orang begitu. Dan Theo sudah membuktikannya sendiri. Bagaimana Samuel memiliki sifat acuh yang diturunkan darinya namun juga memiliki sisi nakal Jane yang sulit diatur. “Dad,” panggil bocah tampan itu, mata
Setiap orang punya titik balik dalam kehidupan mereka.Bagi Jane, titik balik kehidupanya telah datang dan barusaja dialaminya sekarang.Waktu desir angin dingin yang berasal dari air conditioner berhasil menyapu kulitnya tanpa halangan, dan suhu bantal yang menopang kepalanya dirasa terlalu hangat untuk ukuran bantal normal. Oke, ini bukan pertama kalinya Jane tidur telanjang jadi ia tidak mempermasalahkan itu.Hanya saja, bantal kepalanya terlalu keras, juga tekstur dan aromanya musk seperti aroma pria-pria dewasa, hangat, dan juga naik turun seperti ia tidur di atas orang bernapas.Eits!Tunggu dulu.Bukannya tadi dia masih minum-minum di bar Glorry Night?Maka detik itu Jane sadar apa yang terjadi pada dirinya.Menyampingkan kepala yang berdenyut-denyut Jane membuka mata cepat d
'Perhatian para penumpang pesawat Permata Airlines dengan nomor penerbangan RM613 tujuan Malaysia dipersilakan segera memasuki pesawat melalui pintu A12'Samar-samar telinga gadis berjemari lentik yang tengah sibuk membenahi beberapa totbag menangkap pengumuman itu.Sembari melepas pita berwarna hitam bercorak merah yang mencekik leher gadis berusia dua puluh delapan tahun itu melangkah keluar ruang istirahat. Setidaknya Jane bisa sedikit tenang karena telah mengganti siletto tujuh centi yang dipakainya selama penerbangan dengan slipper Dior yang dibelinya satu bulan lalu.Oh iya, tenang, Pengumuman tadi bukan untuknya.Secara ia barusaja turun ke bumi setelah hampir enam jam terbang dari Thailand. Ia salah satu pramugari senior Permata Airlines, sekaligus model utama yang dipilih maskapainya.Rasanya menyenangkan, melayani o
——— Helaan nafas tak beraturan menjadi pengisi suara dalam ruangan berukuran enam kali lima meter itu, diatas treadmil yang disetel dengan kecepatan sedang Jane melajukan tungkai kakinya. Airpods putih menyumpal telinga, sedangkan matanya memeta halaman rumah yang kadang ada beberapa orang melintas. Sebenarnya daripada olahraga diruang tamu rumahnya begini, Jane lebih suka berlari diluar. Ruang terbuka. Karena selain mendapat udara segar yang sehat, matanya juga dimanjakan oleh beberapa bujangan yang sedang jogging juga. Tetapi berkat para ibu-ibu komplek yang protes padanya dengan alasan 'pakaian yang dipakai mbak Jane terlalu merisaukan' Jane jadi malas memutari komplek perumahannya. Padahal tidak ada yang salah dengan laging panjang dan croptie, kan? Jane mau pakai gamis kaftan pun akan terlihat seksi. Bukan salahnya karena punya body
"Ares sayang, baby," Jane menggapai Ares yang tengah duduk manis di kereta bayi. Setelah memastikan kalau Ares memakai diapers barulah Jane berani membawa bayi itu kegendongannya. "Iya sayang, Onty juga bakal kangen kamu kok, jangan nangis ya, nanti mau oleh-oleh apa? Hm? Iron man? Oh BT21?" Percakapan sepihak itu hanya dibalas tatapan lugu Ares, sedangkan Jane mulai mengecup rakus pipi ares yang mirip roti kukus. Maria yang melihat pemandangan itu cuma berdecak sebentar sebelum melanjutkan kegiatannya menyiram bunga-bunga di halaman rumah. Jane memang selalu begitu kalau hendak berangkat bertugas. Untung anaknya anteng mau diuwel-uwel kayak apa juga. Dan dilihat dari sini, Jane sudah terlihat pantas jadi ibu, membuat Maria gencar menjodoh-jodohkan kendati dirinya juga memilih setia single. "Jangan ilerin baju onty ya ganteng, please." Kata Jane cemas ketika Ares mul
'jangan ngadi-ngadi, lo tau apa kalimat terkenal dinegara kita ini kan? Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan!'Dari sambungan telepon antar negara itu celoteh nyolot tetap dilayangkan Maria. Setelah mendengar dengan pesan singkat dari Jane yang berbunyi: Theo laki bangsat, awas lo kalo tetep jodoh-jodohin gue.Sedangkan Jane? Semua yang dikatakannya nyata. Dia tidak sedang mengarang. Jadi bersamaan jemari lentiknya membenahi tatanan rambut dan gaun tipis berwarna merah yang menantang dengan potongan dada rendah itu Jane cuma memutar mata."Mata gue gak buta, burem aja nggak! Jadi gak perlu meragukan fitnah atau nggak, gue saksinya!"Jane mengimpit ponsel diantara pundak dan telinga, dia mencuci tangan.'mata bisa dipercaya kalo kuping lo juga bisa dengar penjelasannya. Kalo enggak? M
"Eh eh, apa lu, hah!? Jangan dekat-dekat. Lilili! Ini hik gue mao dicaplok buaya hik tolongin!" Pekikan histeris bernada sumbang dan tak jelas itu tiba-tiba diserukan. "Turunin gue! Biar gue diculik Massimo dan bikin gue jatuh cinta." Supir mobil suv yang sedari tadi hening fokus menyetir juga sekilas melirik kearah wanita bergaun merah yang tengah mengais-ngais jendela mobil dengan tenaga secuil. Mengigau. Karena mabuk. Rambut panjang lurusnya kian kusut, pipi sang gadis merona sempurna, efek alkohol, Jane merengek kecil. Kepalanya berputar dan seluruh isi perutnya bergejolak, apalagi tenggorokannya terasa panas. Tentu saja, lagian siapa yang tidak akan kobam begitu? Setelah benar-benar memberi kecupan untuk permintaan main-main yang diberikan Theo, pramugari jelita itu kembali meneguk dua gelas arak keras. D