Share

Ke Obsgyn

"Dokternya saya perjalanan ya!" Bima menelepon Dokter Hendratmo, untung dia orang dalam, jadi bisa sedikit meminta waktu makan siang Dokter Hen untuk sekedar memeriksa sang isteri.

"Oke, langsung ke ruangan saya ya, Bim! Saya tunggu!" balas suara itu ramah.

"Baik terima kasih banyak, Dokter!" Bima melepas headset bluetooth-nya, meletakkan benda itu di dashboard mobilnya.

Melinda hanya menghela nafas panjang, jujur ia khawatir dan takut. Ia takut hasil pemeriksaannya tidak baik, ia takut bahwa dia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa dia tidak bisa hamil, tidak bisa memberikan keturunan untuk suaminya ini.

"Hei Sayang, kenapa melamun?" tanya Bima sambil tersenyum, ia tahu pasti pikiran Melinda kemana-mana kan?

"Aku takut!" jawabnya simpul.

"Apa yang kamu takutkan?" benarkan? Sudah tepat dugaan Bima bahwa istrinya itu ketakutan.

"Hasilnya," desis Melinda lirih.

"Sudahlah, jangan khawatirkan apapun, mengerti?" tangan Bima terulur mengelus kepala Melinda, membuat Melinda kemudian menghela nafas panjang.

"Boleh tanya?" desis Melinda kemudian.

"Apa yang ingin kamu tanyakan?" Bima menoleh, menatap sang isteri lekat-lekat.

"Seumpama nanti ternyata hasil pemeriksaan ku tidak baik, apa yang kamu lakukan?"

Bisa sedikit tercengang mendengar pertanyaan itu, jujur ia belum siap mendapat pernyataan itu, ia tidak bisa menjawab. Apa yang kemudian akan dia jawab?

"Tidak baik dalam arti apa dulu? Apanya yang tidak baik?" guman Bima balik bertanya, betul kan apa yang ia tanyakan ini?

"Ya semisal kemudian ternyata aku nggak bisa ngasih kamu keturunan, apa yang akan kamu lakukan?"

"Masih ada IVF sayang, jangan khawatir," Bima sebenarnya tidak yakin mengatakan ini, jujur ini hanya untuk menghibur isterinya saja.

"Apa itu Sayang?" tanya Melinda tidak mengerti.

Bima menghela nafas panjang, "In Vitro Fertilization atau bahasa awamnya itu bayi tabung."

"Ba-bayi tabung?" tampak Melinda tergagap.

"Iya, selama ini itu kan solusi satu-satunya untuk yang kesulitan punya keturunan Sayang, sudahlah jangan pikirkan apapun!" Bima membelokkan mobilnya masuk halaman rumah sakit, memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus untuk dokter, lalu bergegas melepas seat belt-nya.

"Ayo turun Sayang!"

Melinda menghela nafas panjang, ia melepas seat belt-nya dan melangkah turun, mengukuti langkah suaminya. Jantungnya berdegup kencang, ketakutan itu mencengkram kuat hatinya. Apakah benar dia baik-baik saja? Kalau ternyata ada masalah? Bagaimana? Haruskah dia hamil dengan cara yang tidak alami seperti itu?

Melinda masih memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk itu ketika kemudian Bima menarik tangannya dengan lembut. Ia membawa Melinda melangkah ke poli rawat jalan, menuju ruang praktek Dokter Hendratmo yang sudah penuh sesak pasien di depannya itu.

Bima yang masih memakai snelli-nya itu langsung mengetuk pintu praktek Dokter Hendratmo, beberapa pasien yang duduk di kursi tunggu nampak mengerutkan keningnya, untuk apa dokter ini masuk dengan membawa seorang wanita?

"Oh mari, Dok. Sudah ditunggu Dokter Hen!" sapa perawatan yang mengasisteni Dokter Hendratmo dengan begitu ramah.

Bima langsung membawa isterinya duduk, bertepatan dengan masuknya Bima ke dalam, sosok itu datang bersama sang Ibu, duduk di salah satu kursi yang masih kosong.

"Vina, pakai masker mu! Kamu sedang tidak sehat, imun mu lemah nanti malah nularin ke yang lain atau malah ketularan penyakit lain di sini!" Ani menyodorkan masker medis itu pada sang Puteri.

"Iya-iya, Ma. Mana sini Vina pakai!" Vina bergegas memakai maskernya, lalu kembali asyik bermain game di ponselnya.

"Sekali-kali baca buku perawatan bayi gitu kenapa sih, Vin? Kok malah main game terus?" guman Ani gemas.

"Kan mama sudah pinter rawat bayi!" jawab Vina enteng.

"Ah terserahlah," Ani tidak mau banyak berdebat lagi, kini ia ikut asyik dengan ponselnya.

Tak beberapa lama, pintu ruangan Dokter Hen terbuka, keluar sosok ganteng tinggi tegap dengan jas dokter itu bersama seorang wanita dengan setelan jas warna biru.

Ani tampak tertegun menatap sosok itu, astaga dokter sekarang kenapa cakep-cakep begini sih? Ah ... seandainya laki-laki itu yang menjadi menantunya, pasti ia akan sangat bahagia bukan Vina bersanding dengan laki-laki ganteng dan keren macam itu, mana dia dokter lagi!

Namun mau bagaimana lagi, ia melirik Vina yang sedang duduk di sampingnya. Anak gadis satu-satunya ini malah mengalami hal mengenakan yang membuat dia harus hamil diluar nikah. Tanpa dia tahu siapa laki-laki yang menjadi pelakunya. Miris bukan?

Jadi kalau dia berharap laki-laki seperti dokter tampan itu menjadi menantunya, rasanya mustahil! Mana ada dokter tampan dan masih muda mau menikahi gadis yang hamil diluar nikah?

"Nyonya Levina," panggil perawat itu dari depan pintu.

Sontak Bima menoleh, entah apa yang membuat Bima menoleh ketika nama itu disebut oleh perawat, ia sendiri tidak tahu. Secara refleks ia menoleh, dan gadis dengan perut membukit itu melangkah masuk di temani sang ibu. Bima tidak bisa melihat wajahnya karena gadis itu memakai masker medis, namun kenapa Bima begitu penasaran dengan gadis itu?

"Sayang, ada apa?" tanya Melinda dengan air mata yang belum mau susut itu.

"Nggak, nggak apa-apa, yuk Sayang!" guman Bima lalu menarik kembali tangan sang isteri, membawanya keluar dari poli rawat jalan.

Melinda menghela nafas panjang, benar kan hasilnya tidak begitu baik? Kenapa ia tidak sadar? Kenapa selama ini dia tidak sadar kalau ternyata ada yang tidak baik dengan dirinya? Ada yang tidak baik dengan organ reproduksinya?

Melinda melangkah masuk kedalam mobil, memakai seat belt-nya dan menumpahkan air matanya di dalam mobil. Bima yang mnydusul masuk hanya menghela nafas panjang, ia kemudian meraih sang isteri dalam pelukannya. Air mata Melinda makin tumpah, dadanya benar-benar sesak luar biasa! Ketakutannya terwujud! Semuanya sudah di depan mata.

"Sudahlah, jangan nangis lagi, oke? All Will be fine, Darling!"

"Bagaimana aku nggak nangis? Aku bakal kehilangan satu indung telur aku, aku bakal sulit kasih kamu keturunan!" pekik Melinda dengan suara parau.

"Cuma sulit, bukan tidak bisa kan? Kalau kita imbangi sama doa dan usaha, pasti kita bisa kok. Ingat, sulit itu bukan berarti tidak bisa, paham?" guman Bima mencoba menyemangati Melinda, walaupun ia sendiri sama hancurnya.

"Bagaimana nanti tanggapan mama-papa, Mas?" renggek Melinda pedih, bisa-bisa mereka menyuruh Bima menceraikan Melinda bukan?

"Hanya kita yang tahu! Aku janji hanya kita yang tahu!" guman Bima lirih, matanya menatap Melinda yang masih terisak itu.

"Tapi aku harus operasi, bagaimana mungkin kita menyembunyikan semua ini, Mas?" tanya Melinda putus asa.

"Akan aku atur, pokoknya hanya kita yang tahu, percaya aku!" Bima meyakinkan Melinda.

Melinda mengangguk kemudian kembali menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan Bima. Hidupnya hancur, rasanya ia seperti tidak berguna!

'Ovariumnya terpaksa harus diangkat, yang sebelah kiri. Itu satu-satunya cara agar kista itu tidak membesar.'

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Suwandoko
apalah ni aplikasi...dikit² minta koin..hadeeehh..rentenir
goodnovel comment avatar
Lie Miang
karma buat Bima istri ga bisa hamil
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Feelingnya ibunya Vina bener ya pas liat Bima. Gatau aja dia yg nge hamilin anaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status