Bab1
Sebuah gubuk tua, menjadi saksi bisu, kebencian dan kemarahan Amelia.
Wanita ini sangat membenci menantunya sendiri, yaitu Jeremy. Bagi Amelia, lelaki ini bukan hanya sekedar miskin. Tapi juga pembawa sial bagi keluarganya.
"Jeremy, siapkan air panas! Aku ingin mandi."
Sudah menjadi kebiasaan wanita itu, berteriak di pagi hari, jika Jeremy lambat menyiapkannya air hangat untuknya mandi.
Jeremy yang sedari tadi sibuk, membawa air dari sungai pun merasa sangat lelah.
"Suamiku, kamu nampaknya begitu lelah, beristirahatlah dahulu," ucap Esmeralda, istri Jeremy, wanita yang begitu sangat mencintainya.
"Tidak apa-apa, aku sudah biasa!" sahut Jeremy. Hanya dengan menatap wajah istrinya saja, Jeremy mampu melupakan rasa sakit hatinya.
"Jeremy, cepetan! Jangan lelet seperti siput," teriak Amelia, yang tiba-tiba datang mendekat.
Jeremy bergegas meletakkan wadah air yang di bawanya dari sungai.
"Ibu, tolong jangan begitu kasar kepadanya." Esmeralda menegur Amelia dengan lembut.
"Kau tidak usah terus membela pecundang ini. Dimana-mana, tugas lelaki itu adalah bekerja. Sedangkan dia? Jadi pecundang."
"Ibu ...." Esmeralda menatap tak suka.
Jeremy memegang tangan istrinya. "Sudah!" ucapnya lembut.
Esmeralda pun membuang napas kasar, dan meninggalkan belakang rumah, untuk masuk kembali ke dalam kamarnya.
Ditatapnya langit-langit kamarnya, hatinya terasa sesak. Semenjak dia menikah dengan Jeremy Mose.
Keluargan besarnya membenci dan membuang mereka. Mike Tones dan Rose Tones menginginkan dia menikahi lelaki pilihan mereka.
Namun Esmeralda menolaknya. Sebab, dia terlanjur menerima pinangan Jeremy Mose saat itu.
Lelaki yang menolongnya, dari sebuah kematian yang menakutkan.
Esmeralda yang saat itu tengah berlibur dengan teman-teman sekampusnya.
Mengalami kecelakaan, yang nyaris merenggut nyawanya. Namun Jeremy lah, orang asing yang mau menolongnya dari kematian.
"Sayang! Kamu bersiap-siap, kita akan ke istana Kakek dan Nenek. Hari ini, perayaan anniversary pernikahan mereka." Amelia berkata di ambang pintu kamar Esmeralda.
"Aku tidak akan datang!" sahutnya dingin.
"Kamu harus datang. Apakah kamu mau, kita benar-benar di buang mereka?" Amelia memaksa anaknya itu.
"Ibu selalu seperti ini." Esmeralda merasakan kesal, namun tidak memiliki keberanian untuk menolak paksaan Ibunya.
Mereka pun sarapan.
"Sayang, kamu beli kado hari ini. Kita akan ke istana Kakek dan Nenek."
Esmeralda berkata pada Jeremy.
"Apa? Kamu berniat membawa pecundang ini? Kamu gila? Kamu mau membuat kita semakin dihina?" teriak Amelia dengan kesal.
Benci, dia sangat membenci menantu lelakinya ini. Kalau bukan karena Jeremy Mose, mungkin mereka masih tinggal di istana Tones yang mewah itu.
Tapi kenyataanya? Mereka terusir dan terbuang.
"Sayang, kamu pergilah dengan Ibu dan Ayah! Biar aku di rumah saja," sahut Jeremy.
Jeremy mengulas senyum, agar Esmeralda tahu, bahwa dia baik-baik saja, meskipun rasanya hatinya selalu sakit dengan ucapan dan makian mertuanya.
"Jeremy tetap ikut, biar ada teman Ayah."
Amelia melongo, suaminya yang biasanya diam, kini malah ikut-ikutan membela Jeremy si pecundang.
Namun dia pun enggan untuk terus bertengkar. Akhirnya dia biarkan saja Jeremy ikut.
____Di istana Tones, ulang tahun pernikahan itu, diadakan dengan sangat mewah dan meriah.
Berbagai kalangan orang penting berdatangan. Sanak saudara Tones pun berkumpul di acara itu.
Esmeralda melangkahkan kaki memasuki gedung, dimana seluruh keluarga, kerabat dan orang-orang berpengaruh di kota Monarki berkumpul.
"Wow, lihat itu, Esmeralda." Khan Tones, yang merupakan sepupu laki-laki Esmeralda, menyapanya dengan tatapan jijik.
Esmeralda tetap melangkah, meskipun seluruh pasang mata menatapnya.
"Kalian tau? Wanita cantik ini adalah sepupuku. Namun sayangnya, dia menikahi seorang pecundang. Lelaki yang tidak berpenghasilan, miris." Khan Tones mengejek dan menghinanya, juga suaminya.
Melihat sosok Jeremy yang juga ternyata ikut, memasuki gedung. Bersama Ayah Esmeralda. Khan Tones tersenyum jahat.
"Wow, cukup percaya diri kalian sekeluarga datang kemari. Ada apa ini? Apakah kalian mau numpang makan enak?" ejek Khan Tones.
Rose, yang merupakan Nenek dari keluarga Tones itu pun merasa malu.
"Siapa yang mengundang lelaki itu?" teriaknya dengan emosi.
Tubuh Esmeralda bergetar hebat, emosinya berada diubun-ubun. Tega-teganya, keluarganya sendiri, menghina dan memperlakukan dia dan suaminya.
"Nenek, aku dan keluarga datang kemari, untuk merayakan hari pernikahan Nenek dan Kakek, bukan untuk di permalukan." Esmeralda berkata dengan nada kecewa.
Rose Tones mendengkus. "Aku tidak perduli, selama kamu membawa lelaki pecundang itu, aku tetap tidak menganggap niatmu datang kemari baik."
Mata Esmeralda berkaca-kaca, sedangkan Amelia Tones, dia layaknya udang berus kali ini. Panas dan rasanya ingin meledak emosinya.
Plakk .... sebuah tamparan keras, mendarat dipipi Jeremy. Semua orang mentertawakannya, termasuk Khan Tones.
"Ibu ...." Esmeralda kecewa, melihat perbuatan Ibunya.
"Keluar kamu pecundang! Kamu hanya membuat malu keluargaku!" teriak Amelia.
Khan Tones tertawa semakin nyaring.
Jeremy mengusap pipinya yang terasa kaku dan sakit.Esmeralda berlari kecil, mendekati suaminya.
"Sakit? Maafkan aku," lirih Esmeralda dengan suara terisak.
Jeremy memegang tangan istrinya, yang mengusap lembut pipinya.
"Tidak apa-apa," katanya dengan tersenyum kecil.
"Nikmati acaranya, aku keluar dulu, menunggumu di depan gerbang saja," ucap Jeremy dengan lembut.
"Tidak, aku ikut."
"Jangan, kamu tetap disini."
"Nggak."
"Esmeralda, biarkan pecundang ini keluar, dia bukan keluarga kita," kata Amelia, dengan menarik tangan Esmeralda.
Sedangkan Ayah Esmeralda, dia hanya bisa terdiam. Lelaki ini sudah sangat begitu paham, bagaimana watak keluarga besar Tones.
Jeremy keluar gedung dengan perasaan marah dan dendam.
Bayangan masa lalunya pun kembali berputar di kepalanya. Semua memang terlihat sama, penguasa selalu saja bersikap seenaknya.
Hingga saat dia melangkahkan kaki, menjauhi gedung istana Tones.
Beberapa laki-laki berpakaian serba hitam mengikuti langkahnya.
"Hajar lelaki itu," teriak seseorang, yang mengarahkan perintah, kepada para lelaki berbaju hitam itu.
Jeremy terkejut, ketika beberapa orang menyerangnya tiba-tiba.
Bab2 Beberapa lelaki berpakain hitam itu, membawa kayu, untuk menghajar Jeremy. Jeremy Mose berusaha terus menghindar, meskipun sebenarnya, dia bisa saja melawannya. "Hentikan!" teriak lelaki berperut buncit, dengan kacamata hitam, juga topi dia kenakan. Penampilannya begitu nyentrik, layaknya seorang kepala preman. "Don Lee," lirih Jeremy. Lelaki berpakaian hitam, yang berjumlah lima orang itu pun berhenti. Ketika melihat dibelakang lelaki tua itu, ada dua orang, yang memegang senjata api di tangannya, dan mengarah ke arah mereka berlima. "Siapa kamu?" teriak lelaki yang tadi memerintahkan, untuk menghajar Jeremy Mose. "Don Lee, pemimpin tertinggi keluarga Mose yang terkenal kejam, dari kota Yuzong." Lelaki yang merupakan pemimpin para lelaki berpakain hitam tadi itu pun terkejut. Siapa yang tidak mengenal Don Lee? Lelaki kejam, tangan kanan Jhon Mose. Apapun bisa dia lakukan,
Bab3 Esmeralda berlari meninggalkan gedung istana Tones. Dia menangis, sakit hati dan dipermalukan di depan orang banyak hari ini, tidak akan dia lupakan, kehancuran hatinya malam ini semakin dalam. Jeremy yang menunggunya, tidak jauh dari gedung Tones pun terheran. Melihat suaminya, Esmeralda langsung berlari cepat dan memeluk suaminya dengan erat. "Apa yang salah denganmu?" tanya Jeremy kebingungan. Esmeralda terisak, dia tidak tahu bagaimana menjelaskan rasa sakitnya saat ini. "Sayang, tenanglah, oke." Jeremy dengan lembut mengelus punggung istrinya yang gemetar hebat. Jeremy yakin, Esmeralda pasti mengalami penghinaan lagi. Perasaan Jeremy menjadi bimbang, haruskah ia menerima pemberian kakeknya dan menjadi penguasa? Atau tetap seperti ini? Menjadi pecundang dimata keluarga istrinya. Namun, kekuasaan tidaklah sederhana. Banyak orang-orang serakah, berperan di dalamnya. Mengingat kematian
Bab4 "Tuan, Tones enterprise dalam keadaan krisis. Mereka merengek memohon bantuan." "Tolak!" sahut Jeremy, sambil menatap layar monitornya. Debara Hwang mengangguk patuh._____Di perusahaan Tones. Mike Tones, memanggil Esmeralda, masuk ke dalam ruangannya. "Aku tidak melakukan itu!" sahut Esmeralda, ketika Mike menuduhnya, melakukan konspirasi jahat. "Jangan berbohong Esmeralda. Kalau kakek sudah tidak sabar lagi, maka Kakek tidak segan-segan, membuat kalian jadi gelandangan." Air mata meluncur bebas, di wajah Esmeralda, mengapa kakeknya nampak selalu begitu membenci dia dan keluarganya. "Kamu harus membantu perusahaan!" tekan Mike Tones. Esmeralda masih terdiam. "Datang ke perusahaan Giant Company Group. Dan, dapatkan kontrak kerjasama dengan mereka. Agar, perusahaan kita, keluar dari masa krisis ini." "Kenapa harus aku? Bukankah ada Khan, Albert. Seorang cleaning service yang hina i
Bab5 Jeremy Mose tersenyum manis kepada istrinya yang kini nampak kesal padanya. "Apa yang kamu lakukan? Sungguh, ini sama sekali tidak lucu, Jeremy." "Ya, apakah aku lagi terlihat sedang melucu?" Jeremy Mose semakin merasa gemas, melihat wajah Esmeralda yang semakin terlihat kesal. "Lalu ini apa? Kenapa kamu ada di sini? Jangan membawaku ke dalam masalah," pinta Esmeralda, kini dengan nada suara lemah. Jeremy Mose mendekati istrinya itu, dan dia meraih telapak tangan istrinya yang terasa mulai kasar. "Maafkan aku, sayang. Aku telah menutupi semuanya darimu," lirih Jeremy Mose. "Kini, aku kembali dengan identitas asliku. Aku tidak akan membiarkan mereka, menghina kamu lagi." "Jeremy, aku tidak mengerti." Wanita di depannya kini semakin kebingungan. "Kakekku seorang pengusaha kerjaan bisnis terbesar di kota Yuzong. Bukan hanya bisnis minyak dan property, tapi dia juga seorang mafia kelas kakap. Ya, pa
Tuan MudaBab6 Mereka berdua akhirnya sepakat, untuk menyimpan identitas asli Jeremy Mose. Jeremy Mose memandangi istrinya lekat, hal itu, membuat Esmeralda sedikit menegang.Lelaki gagah, yang memiliki lesung pipi itu pun membuat degub jantung Esmeralda semakin berpacu kuat. "Kau tau, ini seperti mimpi bagiku, Jeremy." Lelaki itu tersenyum. "Ini babak baru dalam rumah tangga kita, sayang. Aku berjanji, tidak akan membiarkan mereka selamanya merendahkan kita lagi." "Kamu manis sekali, tidak kusangka, aku begitu beruntung memiliki kamu." "Bukan kamu yang beruntung, tapi aku. Aku lelaki miskin yang paling beruntung." "Oh no, itu tidak benar. Kamu bukan lelaki miskin, mereka yang tidak tahu apa-apa tentang kamu." Jeremy Mose tersenyum. "Ingat, jaga rahasia kita. Aku tidak ingin, kehidupan kita yang masih tenang, menjadi terganggu." "Pasti, suamiku." Jeremy Mose merasa lega, karena tidak perlu me
Tuan Muda Part7 Esmeralda berjalan memasuki gedung Tones enterprise. Di dalam ruangan Direktur, Mike Tones dan Khan Tones sedang berbincang. "Kakek yakin, Esmeralda akan berhasil?" tanya Khan Tones dengan gelisah. "Entah, bagaimana pun cara Esmeralda, yang penting kita dapatkan tanda tangan perusahaan besar itu."_______ "Hai Esmeralda, apakah kamu berhasil mendapatkan kontrak kerjasamanya? Setelah pengajuan kami beberapa kali mereka tolak? Aku yakin, kamu pasti juga gagal," ejek Albert Tones, ketika melihat Esmeralda menuju ruangan Mike. Esmeralda hanya tersenyum, sedikitpun tidak ada niatan dia, untuk menanggapi ocehan Albert Tones yang tidak bermanfaat baginya. "Kamu tuli? Bisu? Semenjak menjadi biang kesialan perusahaan?" Albert Tones kembali menyindirnya, sekaligus menghina. Esmeralda menghentikan langkahnya, dia marah dan sangat marah sebenarnya. Melihat tatapan kebencian dari Esmeralda, Albert Tones kembali mengejeknya. "Ih, takut," kekehnya, kemudian menjauh dari Esm
Tuan MudaPart8 Di taman mini, Jeremy Mose dan Esmeralda bertemu dengan Diana Catwalk. "Esmeralda," sapa Diana Catwalk. Esmeralda menoleh. "Wow, Diana." Esemeralda berdiri, dan mereka berpelukan. "Kau dengan siapa?" tanya Diana, sembari mengurai pelukannya. "Jeremy, perkenalkan, dia Diana, teman kampusku dulu. Dan Diana, kenalkan dia suamiku, Jeremy Mose." "Suami?" Diana tercengang dan memindai seluruh penampilan sederhana Jeremy. "Sepertinya yang pernah kudengar tentangnya itu benar." "Apa yang kau dengar?" Esmeralda penasaran. "Apakah dia lelaki pengangguran itu, yang menumpang hidup pada keluargamu?" Esmeralda merasa tidak nyaman, mendengar ucapan temannya itu. "Diana, kami permisi dulu," ucap Esmeralda.Diana hanya terdiam, melihat sikap Esmeralda yang berubah dingin. _______ Esmeralda dan Jeremy sampai di depan rumah kumuh mereka. Amelia menatap dingin kedatangan mereka. Sedangkan James Wade, duduk tenang di samping istrinya. "Esmeralda, apa yang kamu lakukan?" t
Tuan MudaBab9 "Ibu boleh membenci aku, tapi jangan kalian tega menuduh putriku. Biar bagaimana pun, dia tetap cucu kalian, anakku." Amelia berkata dengan mata berkaca-kaca. Tidak dia sangka, bahwa Ibu nya dengan tega, mengatakan hal sehina itu pada putrinya. "Pokoknya kami tidak mau tahu, Esmeralda, harus mengembalikan kestabilan perusahaan, bagaimana pun caranya, ini tanggung jawabnya," tegas Rose Tones. Usai berkata, Rose Tones pun berjalan menuju mobil. Erina Tones, dan Khan pun tidak bersuara, mereka juga kembali masuk ke dalam mobil. Amelia menatap sedih ke arah Esmeralda. Namun, dia tidak mampu berkata-kata. "Begitulah keluarga yang mati-matian kamu bela. Apakah kamu memang senang, jika keluarga ini terus mereka perlakukan tidak adil?" ucap James Wade. Amelia merasakan dadanya kian sesak. "Semua ini karena Jeremy! Lelaki pembawa sial," gumam Amelia Tones. "Salahkan saja terus suamiku, Bu. Jika Ibu terus begini, lebih baik kami keluar dari rumah ini," sahut Esmeralda.