Share

Terancam Bangkrut

Bab3

Esmeralda berlari meninggalkan gedung istana Tones. 

Dia menangis, sakit hati dan dipermalukan di depan orang banyak hari ini, tidak akan dia lupakan, kehancuran hatinya malam ini semakin dalam.

Jeremy yang menunggunya, tidak jauh dari gedung Tones pun terheran.

Melihat suaminya, Esmeralda langsung berlari cepat dan memeluk suaminya dengan erat.

"Apa yang salah denganmu?" tanya Jeremy kebingungan.

Esmeralda terisak, dia tidak tahu bagaimana menjelaskan rasa sakitnya saat ini. "Sayang, tenanglah, oke." Jeremy dengan lembut mengelus punggung istrinya yang gemetar hebat.

Jeremy yakin, Esmeralda pasti mengalami penghinaan lagi. Perasaan Jeremy menjadi bimbang, haruskah ia menerima pemberian kakeknya dan menjadi penguasa?

Atau tetap seperti ini? Menjadi pecundang dimata keluarga istrinya.

Namun, kekuasaan tidaklah sederhana. Banyak orang-orang serakah, berperan di dalamnya. 

Mengingat kematian tragis, kedua orang tuanya, tentu Jeremy tidak mudah, menerima kebaikan sang Kakek begitu saja.

"Mereka menghina pemberianku," isak Esmeralda. 

Jeremy merasa semakin tertampar. Jika saja dia kaya, mungkin bukan emas putih hadiah istrinya.

Bahkan tas edisi terbaru sekalipun, mampu dia berikan. 

Jeremy menatap kartu nama di tangannya. Don Lee, lelaki tua itu, masih belum menemukan kata sepakat dengan Jeremy.

Hingga, Dont Lee memberikan kartu nama itu, agar kelak, jika Jeremy perlu dengannya, maka mudah menghubunginya.

"Maafkan kekuranganku," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya dari belakang.

Esmeralda menatap malam yang kelam. Hatinya perih, kala mengingat hinaan demi hinaan keluarganya.

"Tidak apa-apa, menghina adalah hak mereka," kata Esmeralda. "Yang penting kamu tetap di sisiku, aku sudah bahagia," lanjutnya sambil memegang tangan Jeremy dengan lembut. Jeremy tersenyum, tetapi hatinya gelisah. 

________

Usai sarapan, Esmeralda dan Ayahnya berangkat kerja. Di rumah tua itu, hanya ada Jeremy dan Amelia, sang mertua yang sangat membencinya.

Melihat Jeremy yang duduk, setelah membersihkan dapur, Amelia merasa lebih emosional

"Jeremy, bisakah kamu mencari pekerjaan? Sampai kapan kamu begini, menjadi beban keluarga?" bentak Amelia. 

"Baik Bu, besok saya akan mencari pekerjaan."

"Kau harus melakukannya, dan aku muak, jika kau tinggal di rumah." 

Jeremy terdiam. 

____

Esmeralda pulang dari kerja, dia menangis di dalam kamar, membuat Amelia dan Jeremy bingung.

"Ada apa?" tanya Jeremy.

Esmeralda terisak. "Mereka mengambil posisiku," jawabnya. "Sekarang, aku menjadi bagian cleaning servis."

"Apa?" Amelia terkejut. Bagaimana mungkin, kedua orang tuanya begitu tega, memperlakukan Esmeralda, yang juga merupakan cucunya.

"Jeremy, ini semua gara-gara kamu! Dasar pembawa sial," teriak Amelia frustasi.

"Sudahlah, Bu! Memang nyatanya keluarga Ibu yang tidak suka kepada kita." Esmeralda menjawab dengan marah. 

"Jangan terus menyalahkan suamiku."

Amelia menghela napas, ingin dia berteriak lagi. Namun melihat kondisi Esmeralda saat ini, sepertinya bukan hal yang tepat, Amelia memilih untuk pergi. Jeremy merasa semakin tidak nyaman, dan akhirnya memutuskan untuk menemui Don Lee di Grup Perusahaan Raksasa.

 ____ 

"Ada apa, Pak? Kenapa harus menyembunyikan identitas?" Dont Lee bingung, dengan permintaan Tuannya. Don Lee keberatan, dengan syarat yang diberikan Jeremy kepada Debara, yang merupakan asisten Jeremy.

 "Itu keputusanku! Jika kalian berdua berani mengungkapkan identitasku, maka aku tidak akan ragu untuk melenyapkan kalian berdua."

Don Lee bergidik ngeri. Lelaki tua itu tentu sangat tahu, bahwa Jeremy merupakan seorang yang pandai ilmu bela diri, juga penembak jitu.

Dalam keluarga Mose, Jeremy selalu unggul, dalam halnya karate.

Don Lee dan Debara setuju. Cepat atau lambat, dia pasti akan ketahuan. Tapi sebelum itu terjadi, dia berencana untuk pindah ke luar negeri, setelah dia mengumpulkan banyak uang.

 Jeremy mulai melihat beberapa proposal kerja. Matanya tertuju pada file yang bertuliskan Tones. 

"Debara, apakah perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tones?" 

"Usulan kerja sama, tuan muda, orang yang bertanggung jawab adalah tuan Khan."

 "Tolak!"

Debara sedikit heran, namun dia pun mengikuti saja permintaan tuannya.

Jeremy yang memang memiliki keahlian meretas, kini mulai meretas Tones enterprise. Hatinya marah, kala mengingat istrinya di perlakukan tidak adil.

___

Jeremy tersenyum puas, ketika melihat berita di media, bahwa Tones enterprise, mengalami kerugiaan besar, akibat masuknya peretas yang tidak mudah mereka ketahui pelakunya.

________

"Khan ...." Mike Tones berteriak, melalui sambungan telepon. 

Khan menjawab panggilan dengan gugup.

"Kenapa sampai sistem keamanan kita, bisa dibobol peretas?" teriak Mike Tones.

Khan bingung untuk menjawab, dia yang merupakan bagian penanggung jawab tertinggi perusahaan, malah asik-asikan mabuk-mabukan di sebuah apartemen bersama teman-temannya.

Lelaki itu mengambil kesempatan, saat sang kakek tidak ada di perusahaan. 

Hingga saat peretasan itu terjadi, Khan Tones dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar. Pengaruh alkohol, membuatnya tidak konsentrasi, dalam menangani masalah perusahaannya. 

Sehingga, kerugiaan besar itu, tidak dapat Tones enterprise hindari.

Esmeralda yang mengetahui hal itu pun, hanya terdiam, tidak begitu perduli dengan kondisi perusahaan keluarganya saat ini.

Menjadi di benci dan di beda-bedakan, tentu saja, hal itu membuat hati nuraninya mulai mati.

Khan Tones semakin kebingungan.

"Kakek, ini pasti ulah Esmeralda!" tuduh Khan Tones. 

"Apa hubungannya? Ini murni kelalaian kamu! Sebagai pemimpin perusahaan, seharusnya kamu bisa mengatasi ini. Tapi kenapa? Peretas itu bisa membobol perusahaan kita, dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit." Mike Tones meraung dengan marah.

"Kakek, kemarin aku baru saja menjadikan Esmeralda cleaning service perusahaan. Dan hari ini, tiba-tiba perusahaan kita diretas seseorang. Aku yakin, itu suruhan Esmeralda."

Khan Tones berusaha kuat, mengkambing hitamkan Esmeralda. 

"Siapa yang memberimu hak? Menjadikan Esmeralda cleaning service."

"Kakek, aku hanya mengikuti perintah Nenek."

Mike Tones semakin kesal. Entah mengapa, dia pun merasakan curiga yang sama. 

Khan Tones berhasil mencuci pikiran lelaki tua itu. Entah mengapa, Khan begitu tidak suka dengan Esmeralda, padahal mereka saudara sepupu.

Mike mematikan sambungan teleponnya. Khan Tones bernapas lega, hingga suara terkekeh, mengejutkannya.

Albert Tones tersenyum, sembari menepuk kedua tangannya.

"Luar biasa, tuan Khan. Anda yang lalai, orang yang jadi kambing hitam."

Albert menyindir keteledoran Khan.

"Sudahlah, tutup mulutmu itu."

"Tidak gratis," sahut Albert dengan cepat.

Khan mendengkus. "Sial," pekiknya pelan.

Khan Tones mentransfer sejumlah uang, ke rekening milik Albert, sebagai bayaran tutup mulut.

"Wow, kamu pengertian sekali, aku suka. Terimakasih," kata Albert dengan senyum kepuasan.

"Enyahlah!" seru Khan Tones. 

"Oke, tapi ini laporan kerugian kita hari ini. Jika kita tidak menemukan investor dalam beberapa hari, maka perusahaan ini, terancam bangkrut."

"Ah, sial," pekik Khan kembali. Lelaki itu meremas kuat kepalanya, frustasi.

Perusahaan yang baru berkembang ini, bahkan sejentik jari Jeremy saja, nyaris bangkrut.

"Bagaimana pengajuan kerjasama, dengan Gian Company Group?" tanya Albert.

Khan memijit pelipisnya. "Ditolak."

"Ha? Ditolak? Hancur kalau begini," celetuk Albert. 

"Enyahlah!" kata Khan semakin frustasi.

"Baik, atasi perusahaan dengan baik, atau, mundur dari jabatanmu!" sindir Albert, dengan terkekeh. Kemudian lelaki itu pun keluar, meninggalkan Khan Tones di ruangannya.

____

"Esmeralda, benarkah Khan Tones terancam bangkrut?" selidik Amelia, ketika melihat putrinya itu duduk di sofa reot.

Esmeralda hanya mengangguk.

"Benar apa yang Ibu katakan, Jeremy itu pembawa sial." 

"Bu, mengapa Ibu selalu menyalahkannya? Bisa saja, semua ini karma bagi Tones."

"Esmeralda, jaga mulut kamu! Jangan menyalahkan keluarga Ibu."

"Putri kita tidak salah!" sela James, Ayah Esmeralda. "Keluarga kamu begitu angkuh. Pantas saja, jika sekarang Tuhan menghukum mereka."

Amelia Tones terdiam, hatinya marah.

"Aku ini James Wade. Dan kamu istriku. Seharusnya, nama kamu pun Amelia Wade, begitu juga dengan Esmeralda. Namun karena keangkuhan keluargamu, namaku lenyap, seakan aku tidak memiliki keturunan. Hanya karena apa? Miskin. Aku bangkrut dan kini tidak berguna, apa bedanya aku dengan menantu kita."

James Wade berkata dengan panjang lebar. Muak, selama ini dia terus diam, ketika Jeremy terus dihina dan disalahkan. Namun kali ini, dia muak.

Bukan hanya Jeremy yang mereka benci. Namun Esmeralda, putri semata wayangnya, juga menjadi korban kesombongan keluarga istrinya itu.

Amelia Tones terdiam, tidak berani membuka suara. Apa yang dikatakan suaminya, itu sepenuhnya adalah benar.

"Yang membuat mereka membenci kita, adalah kemiskinan. Bukan karena Jeremy Mose, tapi karena aku, sebagai kepala rumah tangga, aku tidak mampu mensejahterakan kehidupan kalian," kata James Wade dengan suara parau.

Esmeralda berlari memeluk Ayahnya. Dia sangat berterima kasih, masih ada Ayah yang membelanya.

Yang mengerti kehidupannya, yang mengerti dengan pilihannya.

"Sudahlah anakku, Ayah tahu, pilihan kamu yang terbaik." James mengurai pelukan anaknya.

"Jika bukan karena Jeremy, siapa yang akan mau, membawa air dari sungai, untuk kita semua mandi? Ayah? Tentu saja tidak mungkin. Karena, Ayah sudah tidak sekuat dulu."

Amelia mencibir dalam hati, dia semakin mendulang kebencian.

Baginya, Jeremy tetaplah seorang pecundang.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Lollrie
mantap alurnya tapi koin dibatasi
goodnovel comment avatar
steven Boy
seruh lgi harvey york drpd charli
goodnovel comment avatar
steven Boy
novel nya alur kok sebayakn sama. tdk jauh beda.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status