Share

Tiga Perkara

"Maaf jika hanya dengan kata-kata aku memberi dorongan, tanpa aksi yang nyata."

***

"La," panggil Syifa teman sebangkunya yang baru datang.

"Hmm," gumam Nahla tanpa menoleh karena asik membaca novel.

"Lo ...." Nahla meletakan novel ke atas meja, ia melirik Syifa. "Apa?"

"Nggak bersahabat banget," celetuk Syifa meletakan tasnya di atas meja.

"Emang iya." Nahla menghela napas gusar.

"Ya-ya udah ketebak," dengkus Syifa meletakkan kepalanya di atas tasnya.

"Btw, nanti ijinin gue ya," ujar Nahla mengeluarkan buku berwarna hitam dari tasnya.

"Masih pagi?" tanya Syifa menghela napas, bolos lagi ini anak.

"Malas," gumam Nahla bangkit dan meninggalkan Syifa.

Nahla memilih pergi ke perpustakaan dan tidak lupa membawa buku berwana hitam tersebut.

Suasa perpustakaan yang sepi membuat Nahla menghela napas lega setidaknya ia bebas dari semua yang membuat dirinya risih.

Ia memilih duduk di pojokan dekat dengan rak buku sejarah. Nahla meletakan buku yang ia bawa dan tak lupa mengeluarkan pulpen serta kunci buku dari saku almamaternya.

MENELAN KEKECEWAAN

Apa kabar dengan hati ini? Apa kau baik?

Nahla tersenyum miring membaca tulisannya barusan.

"Nahla!" Seketika Nahla langsung menutup bukunya karena terkejut.

"Gilang."

Gilang menatap Nahla tajam kemudian melirik jam tangannya. "Bolos lagi?" tanyanya membuat Nahla diam.

"Masuk!" suruhnya tapi Nahla tidak bergeming. "La!" Gilang menghela napas, berurusan dengan kepala batu memang susah ya.

"Hari ini saja," gumam Nahla tanpa menoleh ke arah Gilang.

Gilang mendengkus kesal dan dia memilih mengambil asal buku yang ada di rak sebelahnya.

"Kepala batu," gerutu Gilang duduk di hadapan Nahla.

Mereka sama-sama diam hingga netra Gilang teralihkan kebuku berwarna hitam yang ada di hadapannya.

"Kenapa?" tanya Nahla menatap Gilang yang tengah menatap buku miliknya.

"Tumben aja," celetuknya mengalihkan pandangan ke buku yang dia pegang.

Nahla mengetok-ngetok meja dengan jari telunjuknya. "Berisik," gumam Gilang tanpa menoleh.

Nahla melirik Gilang sekilas, dan ia bangkit mencari tempet duduk lain.

Gilang menghela napas, menapa lagi dengan anak itu.

***

"Buku gue?" tanyanya menyadari ada yang hilang.

Kebiasaan buruknya terlalu ceroboh meletakan suatu barang dab tidak tau lagi dimana ia meletakannya.

"Sekolah." Nahla berdecak kesal, sekarang sudah menunjukan pukul lima sore mana buka lagi sekolah ataupun perpustakaan.

"Kak Nahla kenapa?" tanya Anin menghapirinya.

"Gak apa-apa, kamu udah makan?" tanya Nahla balik membuat gadis kecil itu mengangguk.

"Udah kok," jawab Anin memainkan boneka tedy bearnya.

"Kak, tadi Mama marah-marah," adu Anin.

"Marah?" Nahla menatap Anin serius.

"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya lagi. Gadis itu menggeleng membuat Nahla menghela napas lega.

"Tadi bibi nyuruh Anin di kamar aja nggk bolehin ke luar," ujarnya. Nahla mengangguk singkat dan menyuruh Anin tetap di kamar karena ia ingin mencari mamanya.

Nahla mencari di kamar, dapur, ruang tamu, ia tidak menemukan mamanya sama sekali hingga suara gaduh mengalihkannya ke taman belakang.

"Mah." Nahla menghela napas lega setidaknya mamanya baik-baik  saja, tapi ada pecahan pot bungan persis di samping mamanya duduk.

Ilen melirik Nahla tanpa berbicara. "Mama baik?" tanya Nahla mendekat. Sekarang ia makin takut apa kemungkinan yang  terjadi dengan mamanya, apa mentalnya terganggu karena kejadian itu?

"Sakit," lirihnya mencengkram dadanya.

"Ada Nahla," tuturnya memegang tangan Ilen.

"Maaf," lirihnya lagi menangis.

"Nahla ada buat Mama, Mama tidak sendirian," ujarnya membuat wanita paruh baya itu mengangguk singkat.

"Terima kasih," gumamnya. Nahla membawa Ilen ke kamarnya supaya wanita itu segera istirahat atau sekedar menenangkan dirinya.

"Mama istirahat, ingat pesan Nahla," pesannya.

Setelah mamanya terlelap ia memilih meninggalkan sendirian. Nahla memilih pergi ke dapur sekedar mengisi perutnya yang sudah minta diisi jatah dari pagi.

Nahla duduk di depam meja bar ditemani semangkuk mie kuah serta segelas air putih.

"Non, kenapa tidak bilang ke Bibi kalau mau dimasakin," ujar Bi In yang barusan datang.

"Eh, Bibi. Makam Bi, nggak usah Nahla keburu laper," kekehnya menyantap makanannya dengan lahap.

Bi In memilih duduk di hadapan Nahla. "Non, makannya mie terus ya?" tanyanya membuat Nahla meletakan garbu dan sendok kemangkunya kembali.

"Lagi pengen aja Bi," ujar Nahla tersenyum singkat.

"Lagi pengen atau dah demen," canda Bi In membuat Nahla tertawa kecil.

"Tau aja," kekeh Nahla melanjutkan makannya. Bi In hanya tersenyum menanggapi majikannya itu dan pamit pergi ke belakang.

"Kakak," sapa Anin menghampiri Nahla yang masih makan.

"Hmm, Anin mau makan?" tanya Nahla, gadis kecil itu menggeleng sambil memangku boneka tedy bearnya.

Anin naik ke bangku yang ada di sebelahnya. "Kakak, Anin pengen ketemu nenek," ujarnya menatap Nahla.

"Nenek?" tanyanya bingung.

"Nenek Bunda," ujar Anin memohon kepada Anin.

"Nenek Tini?" tanya Nahla memastikan.

"Iya," jawab Anin mengangguk mantap.

"Yakin?" tanya Nahla sekali lagi, gadis itu mengangguk lagi sambil tersenyum yakin.

"Hmm, setelah Kakak pulang sekolah ya," ujarnya.

"Makasi Kak," ujarnya memangku Nahla dari samping. Nahla tersenyum tipis.

"Yaudah kita ke atas yuk," ajak Nahla diangguki Anin.

Nahla memerhatikan Anin yang di depannya. Ia tersenyum tipis dan berharap hari esok akan baik-baik saja.

"Semoga," gumamnya menyusul gadis kecil itu yang sudah naik terlebih dahulu.

***

Happy Reading!

Semoga harimu menyenangkan seterusnya>•<

RizkaAfrianita

Jangan lupa tinggalin jejaknya yaa^^

°_Anak Ayam_°

______________________________________________________________________

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status