Share

Kenapa Dia?!

Kau menyuruhku untuk melupakanmu?

***

Nahla berjalan tergesa-gesa menelusuri koridor kelas. Ia tidak memerhatikan jalan hingga menabrak seseorang.

"Nahla!"

"Eh, maaf," gumam Nahla menunduk. 

Orang yang ditabrak Nahla berdehem dan menyodorkan buku berwarna hitam ke hadapannya. "Mau cari ini, kan?" tanya Gilang membuat Nahla langsung mengambil buku tersebut.

"Makasi," ujarnya langsung pergi setelah mengambil buku itu dari genggaman Gilang.

"Kita ada masalah?" tanya Gilang sedikit berteriak, untuk saja sekolah masih sepi.

Teriakan Gilang membuat Nahla menghentikan langkahnya. Ia menghela napas dan memilih segera pergi menuju kelasnya yang berada di lantai dua. 

Gilang menghela napas gusar. "Oke," gumamnya, dia memilih menyusul Nahla ke lantai dua. 

Syifa melirik Nahla yang barusan datang. "Tumben telat," celetuknya membuat Nahla menghela napas. 

"Mood gue lagi hancur, jan mulai deh," desis Nahla meletakan bukunya dengan kasar di atas meja.

"Heum. Macan bad mood," gumam Syifa sambil menyelongoh pergi.

Nahla melirik Syifa begitu saja, kemudian ia merebahkan kepalanya ke meja dengan bantalan buku. Baru saja matanya mau terpejam suara seseorang memaksanya kembali membuka matanya melihat siapa yang berdiri di sudut mejanya.

"Ikut gue!" ujarnya menatap Nahla datar. Dengan malas Nahla bangkit dan membututi Gilang dari belakang. 

Gilang membawa Nahla ke rooftop, terpampang jelas pemandangan luar dari lantai empat itu. 

"Ngapain?" tanya Nahla bersuara tanpa menoleh ke Gilang yang berdiri disampingnya.

"Gue ada salah sama lo?" tanya Gilang balik. Nahla hanya diam nampak berfikir. "Nggak."

"Jan bahas," desis Nahla membuat Gilang bungkam. 

"Jan pergi," cegah Gilang. Nahla menatap Gilang heran. 

"Why?" tanyanya menatap Gilang. Gilang menggeleng, membuat Nahla mengerutu kesal. 

"Kita bukan anak kecil lagi, yang harus selalu dipahami," ucap Nahla menatap datar. 

"Gue cuman sendiri," gumamnya menatap kosong ke depan. 

"Trus hubungannya?" tanya Nahla beralih berdiri di belakang pagar.

"Nggak ada yang bisa memahami gue, hanya lo," ujarnya menatap Nahla berharap.

"Jika gue katakan, lo bakal percaya? Di rasa nggak." Nahla mengerutuh sebal lagi-lagi perasaannya tidak karuan kembali, setelah mood-nya hancur lembur pagi ini.

"Maksud lo?" tanyanya bingung.

"Belajar memahami diri sendiri, itu lebih dari cukup dari pada menunggu orang yang bakal memahami lo, sama saja lo bergantung sama dia," jelas Nahla. Gilang terdiam mencerna apa yang barusan dikatakan Nahla. 

Nahla menarik senyum sinis di ujung bibirnya, kata itu bukan hanya ditujukan untuk Gilang tapi juga dirinya. 

Ia merasa 'tak ada lagi kata yang harus ia katakan. Nahla memilih pergi dari rooftop sebelum bell masuk berbunyi.

Gilang mengacak rambutnya, sekarang dia 'tak tau harus ngapain, selain Nahla yang bisa membantunya. Dia menatap ke bawah gedung, pandangan kosong berharap ada keberuntungan yang akan menghampirinya saat ini, sekalipun keberuntungannya itu dia mati.

***

"Nahla, La!" teriak Rendi membuat langkah Nahla berhenti. 

Nahla menoleh ke belakang dan mendapati Rendi yang tengah berlari kecil ke arahnya. "Kenapa?" tanya Nahla menatah heran.

"Lihat Gilang?" tanyanya dengan nafas yang tersendat-sendat.

"Gilang?" Nahla menjerit bingung, apa jangan-jangan. 

"Rooftop," ujar Nahla langsung berjalam berlawanan arah dan dibututi Rendi dari belakang. 

"Dia kenapa lagi," desis Nahla membuat Rendi yang sudah menyamakan langkahnya menggeleng.

"Nahla," cegah Syifa menghadang mereka berdua.

"Apa lagi sih Fa?" tanya Nahla membuat Syifa menggeleng kecil.

"Temanin gue," ujarnya melirik ke kanan dan ke kiri memerhatikan sesuatu. Nahla ikut melirik arah pandangan Syifa. 

"Udah deh Fa, ntar aja urusan lo. Ini lebih penting," desak Rendi. 

"Emang kalian mau kemana?" Syifa memicingkan matanya menatap mereka berdua curiga. 

"Nggak, Nahla ikut gue dulu. Penting," tekannya menatap Rendi sinis. 

"Alah ngerumpi pasti, awas kami mau jalan." Rendi sengaja mendorong tubuh Syifa ke tepi supaya memberi jalan untuknya dan Nahla.

Tarikan baju dari belakang membuat langkah Rendi terhenti. "Apa lagi sih Fa," ujar Rendi 'tak sengaja menaikan suaranya.

"Lo bentak gue?" Syifa memicingkan matanya menatap Rendi. Karena tidak sengaja Remdi memilih meminta maaf dari pada terus mendengar ocehan Syifa seperti burung beo. 

Nahla yang melihat perdebatan dua makhluk yang ada di depannya menghela napas. "Kapan perginya kalau begini?" tanyanya dengan mimik wajah datar.

"Nggak, lo nggak boleh ikut dia. Titik," cegah Syifa melirik Rendi. 

"Emang mau kemana sih lo?" tanya Nahla menghela napas, sekarang ia harus ikut siapa. 

"Perpustakaan, Kak Radit nunggu kita," ujar Syifa membuat Nahla mengangguk.

"Tapi, ntar. Gue ada urusan sama Rendi," ujar Nahla membuat Rendi mencibir Syifa.

"Nggak bisa gitu dong," cegahnya lagi.

"Ngeyel amat jadi cewek," gerutu Rendi dan menarik tangan Syifa supaya mengikuti mereka.

"Eh, main tarik. Kemana?" Brontak Syifa melepaskan tangan Rendi dari pergelangan tangannya. 

"Ikut aja, cepat," desis Rendi. Syifa melirik Rendi tajam, tapi dia tetap mengikuti langkah mereka sampai tiba di rooftop. 

"Buset, ngapain di sini?" tanyanya bingung menatap lantai paling atas gedung tersebut sepi  eh ralat kosong.

"Gilang!" panggil Rendi menatap sekitar tapi tidak menemukannya. 

"Nyari Gilang?" tanya Syifa ikut menyari-nyari di sekitar. Padahal tempat ini luas tapi nggak kelihatan batang hidungnya Gilang.

"Dia kenapa sih, woi Gilang lo di mana," dumel Syifa berteriak. Hingga tumpukan kardus yang ada di dekat pagar berjatuhkan ke bawah.

"Astaga," pekik Syifa terkejut hingga Rendi dan Nahla menghampirinya.

"Ada ap—"

______________________________________________________________________

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status