Gadis itu menangis sedih, di hadapannya masih terlihat tanah yang masih basah dan tertancap batu nisan atas nama Abdul Rahman. Dia menangisi ayahnya yang meninggalkan dia sendirian di dunia ini. Setelah ibunya meninggal 2 tahun yang lalu, sekarang ayahnya menyusul sang ibu tercinta. Dia hanya anak satu-satunya dari orang tuanya. Tidak memiliki saudara kandung.
Aletha Ayunindya, gadis berusia 20 tahun. Bukan berasal dari keluarga kaya, tapi keluarganya bisa dibilang berkecukupan. Ibunya meninggal karena sakit paru-paru yang dialaminya 5 tahun belakangan. Sekarang ayah tercintanya pun juga meninggalkannya karena kecelakaan yang menimpanya.
Dia adalah gadis pekerja keras, setelah lulus dari sekolah Sma, dia berkuliah di Universitas Swasta di kotanya. Sambil berkuliah dia juga bekerja untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mengandalkan ayahnya. Padahal ayahnya selalu bilang agar dirinya fokus terhadap belajarnya dan jangan memikirkan tentang biayanya. Tapi Aletha adalah gadis yang keras kepala, tak menuruti perintah ayahnya karena dia kasian melihat ayahnya bekerja di usianya yang sudah menua.
Kemarin, saat Aletha di Kampus. Dia menerima telepon dari nomor yang tidak di kenal, memberitahukan bahwa ayahnya masuk rumah sakit karena kecelakaan. Aletha pun bergegas ke Rumah Sakit yang disebutkan oleh penelefon tadi. Tapi saat sudah sampai di sana, alangkah terkejutnya Aletha bahwa ayahnya sudah tiada.
Aletha menangis karena di detik-detik terakhir ayahnya tiada, Aletha tak sempat bertemu dengan beliau. Itulah yang disesali Aletha sampai sekarang. Bahkan sampai saat ini Aletha masih menunggu di depan makam sang ayah dan enggan untuk pergi dari sana.
Sampai senja menyapa dan terdengar suara adzan. Akhirnya Aletha berjalan meninggalkan makam sang ayah. Dia berjalan lunglai sambil tangannya memeluk dirinya sendiri. Dia menatap kosong pada jalanan yang sekarang mulai tampak basah akibat tergenangi rintik hujan yang semakin lama semakin deras.
Tapi Aletha tak memperdulikan hal itu, dia berjalan di tengah-tengah hujan, menuju ke arah rumahnya yang ternyata letaknya sedikit jauh dari area pemakaman tadi. Sesampainya di rumah, Leta bergegas untuk mandi dan setelahnya berbaring di ranjang.
Leta memeluk guling dan kembali menangis, atas kepergian orang yang dia sayangi. Dan sekarang dia sudah tidak memiliki orang tua di dunia ini. Bagaimana nasibnya nanti, dan bagaimana dia menjalani hidup kedepannya. Lelah karena menangis, akhirnya Leta tertidur di tengah malam yang membawa dingin karena hujan masih mengguyur daerah tersebut.
Pagi harinya Leta bangun seperti biasa. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelahnya dia berjalan ke arah dapur dan membuka tempat penyimpan makanan. Dia berniat membuat sarapan nasi goreng. Aletha mengeluarkan bahan yang sekiranya akan digunakannya. Dia memasak sarapan dan menghidangkan makananya di meja, Leta merasakan kekosongan yang teramat sangat pada paginya kali ini. Biasanya dia akan bercanda dengan ayahnya, membuatkan sarapan dan tentunya kopi manis sebagai pelengkap pagi ayahnya yang akan bekerja.
Tapi pagi ini semuanya kosong, sepi, hening dan itu menyebabkan butiran air dari mata Aletha mengalir pelan lagi. Dia menangis tanpa suara, mengingat dengan jelas kenangan-kenangannya bersama ayahnya. Lama-lama tangis itu pecah dan membuat Leta tak mampu lagi berkata kata.
~
Hari demi hari terlewati, minggu demi minggu berlalu. Aletha, seperti biasa dia melakukan aktifitasnya. Bangun pagi hari, berkuliah, sehabis itu dia bekerja. Hari-harinya terlihat membosankan dan jenuh, tapi dia tetap menjalaninya dengan semangatnya yang tak pernah luntur karena teringat nasehat ayahnya.
Malam ini, Aletha pulang agak larut karena tadi cafe tempat dia bekerja sedang di booking seseorang untuk merayakan hari ulang tahunnya. Dia sampai rumah jam 9 malam lebih 20 menit. Ketika dia sampai di depan rumahnya. Dia heran karena melihat pintu rumahnya terbuka.
Dan saat dia masuk, di sana terlihat paman dan bibinya sedang ada di ruang tamu bersama seorang pria paruh baya yang menatap ke arahnya setelah dia membuka pintu rumahnya itu.
“Paman, Bibi, apa yang kalian lakukan di sini?“ tanya Aletha heran.
“Aletha, mulai sekarang rumah ini bukan milikmu lagi, Bibi sudah menjualnya kepada Pak Rama. Dan mulai besok kau harus segera pergi dari sini,“ ucap bibi Aletha ketus menatap ke arah Aletha.
“Apa maksudnya Bi, ini kan rumah orang tuaku, kenapa bisa Bibi menjualnya tanpa sepengetahuanku?" ucap Aletha masih tidak percaya.
“Orang tuamu memiliki hutang kepada kami, jadi dengan ini aku anggap semua lunas. Kau boleh menginap malam ini, tapi besok pagi kau harus segera mengosongkan rumah ini, karena mulai besok Pak Rama akan tinggal di sini,“ ucap pamannya yang berlalu pergi meninggalkan Aletha
“Mari pak,“ kata Paman Aletha sopan kepada pria paruh baya yang ada di hadapannya.
Mereka bertiga keluar meninggalkan Aletha yang tiba-tiba jatuh terduduk menangis dengan histeris.
“Kali ini apa lagi ya Tuhan,” ucap Leta serak sambil memukul-mukul dadanya yang terasa nyeri.
Dia tak sanggup lagi berkata-kata, kenapa paman dan bibinya begitu tega dengannya, padahal selama ini keluarga Aletha selalu baik terhadap keluarga pamannya yang ada di sini itu. Aletha tak habis pikir, kenapa paman dan bibinya tega menjual rumah yang menjadi kenangannya bersama keluarganya tanpa mengatakan kata sedikit pun.
Kalau pun memang mereka punya hutang, setidaknya jika Aletha tahu pasti Aletha akan berusaha untuk melunasinya. Jika sudah begini, apa yang harus Aletha lakukan, apa yang akan terjadi padanya besok jika benar-benar dia diusir pergi dari sini.
“Ayah, Ibu, apa yang harus Aletha lakukan?“ kata Aletha dalam hati, tangisannya masih belum berhenti.
**
Hallo readers, ini novel pertamaku di GoodNovel. Jangan lupa berikan review ulasan dan bintang 5 ya, wajib masukin pustaka agar kalian tidak ketinggalan ceritanya. Author padamu 🌷
Sinokmput
Pagi-pagi sekali Aletha terbangun dari tidurnya akibat gedoran pada pintu dan suara bibinya yang teriak dengan keras.Dia melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membasuh mukanya agar tidak terlihat pucat karena semalaman menangis.Setelahnya dia berjalan ke depan dan membuka pintu, bibi dan pamanya sudah berdiri di depan sana memandang Aletha tak suka."Lama sekali membuka pintu, kau membiarkan Bibimu ini kesemutan ya," kata Bibinya kesal, dia berjalan menyelonong masuk dan menyenggol bahu Aletha sampai terdorong ke belakang.Paman Sam masuk setelah istrinya itu masuk, Aletha menyusul mereka setelah menutup pintu rumah. Dia berjalan ke arah ruang tamu di mana paman dan bibinya berada.Aletha duduk di hadapan bibinya. "Ada apa Paman dan Bibi pagi pagi ke sini," kata Aletha"Kau lupa Aletha, rumah ini bukan milikmu lagi, segera bereskan barang-barangmu, karena Pak Rama akan segera ke sini untuk menempati rumah ini," kata Bibinya ketus pada Alet
Seorang pria yang sedang duduk di meja kerjanya, menatap fokus pada lembaran berkas dokumen pekerjaan yang saat ini dia teliti. Beberapa hari yang lalu terjadi pembobolan dokumen perusahaannya pada orang yang selama ini dipercayainya. Akibatnya, dia dibuat extra sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai melupakan malaikat kecilnya.Handphonenya berdering, menampilkan nama Kyra❤️ di layar handphonenya. Dia tersenyum dan mengangkat panggilan tersebut.“Hallo papa,” suara dari seberang terdengar sangat imut di pendengarannya.“Hai sayang, ada gerangan apa sampai kesayangan papa menelfon di siang hari seperti ini,” ucap Aksa.“Papa melupakan sesuatu? Papa sudah berjanji padaku,“ rengek suara anak kecil di seberang telfon tersebut.Aksa terdiam sebentar, seketika dia langsung ingat pada apa yang dijanjikan pada anaknya pagi tadi, bahwa saat jam makan siang dia akan pulang membawakan ice cream. Aksa hanya meringis karena melupakan janjinya itu. Dia sering terlu
Aletha memandang pada pria yang baru saja bersuara itu, belum sempat Aletha menjawab, sopir taksi tadi sudah menyela duluan.“Ini pak, dia naik taksi udah muter-muter sampai 1 jam tapi pas ditagih uangnya dia tidak punya, jika tidak punya sebaiknya jangan naik taksi, jalan kaki kan bisa. Menyusahkan orang saja," ucap sopir taksi tadi.Aletha menggelengkan kepalanya menatap memelas pada pria tersebut. “Bukan, bukan begitu. Aku juga tidak tahu dompetku di mana. Sungguh aku benar-benar kecopetan tadi, sekarang pun aku bingung, aku baru pertama kali ke kota ini.” Ucap Aletha.“Halah pasti kau cuma cari alasan agar kau bisa kabur tanpa membayar taksi kan," ucap sopir tadi lagi.“Berapa biayanya?“ tanya pria tersebut yang tak lain adalah Aksa.“270 ribu pak,” kata sopir tadi singkat.Aksa mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang, dia menyerahkan 4 lembar uang ratusan dan menyerahkannya pada sopir tadi. “Ini buat bapak, dan tolong segera bubar. Jangan m
Merasa namanya dipanggil, Leta pun menoleh ke arah sumber suara itu. Dia membelalak kaget dengan apa yang di lihatnya. Bibinya berdiri di belakang Aksa dan memandang kaget ke arah Aletha. Begitupun juga dengan Leta.Leta segera beranjak dari duduknya dan menghampiri bibinya. “Bibi,” ucap Leta sambil memeluk bibinya. Setelah dia melepaskannya dia memandang bibinya lagi. “Ini benar-benar Bibi!“Bi Prima tersenyum melihat Aletha, dia mengusap-usap wajah Aletha. Terpancar dari sorotan matanya kalau dia begitu rindu dengan keponakannya itu.“Kenapa tidak menelfon Bibi kalau sudah sampai sini?“ ucap Bi Prima.“Maaf Bibi, Leta kecopetan di jalan tadi. Tuan itu tadi menolong Leta, tak disangka ternyata malah ketemu Bibi di sini. Bibi apakah alamat ini salah?“ kata Leta yang menoleh ke arah Aksa sebentar, lalu kembali melihat bibinya dan menyerahkan secarik kertas yang ada di kantong celananya.“Terimakasih Tuan, sudah mau menolong keponakan saya,” ucap Bi
Pagi-pagi sekali Aletha sudah bangun dari tidurnya. Setelah mencuci wajahnya dia keluar menuju dapur. Jam masih menunjukan setengah 5 pagi, dia membuka kulkas dan melihat bahan-bahan makanan yang ada di sana, akhirnya dia memutuskan untuk membuat nasi goreng dan telur dadar.Bibi Prima keluar dari kamar dan bersiap untuk menuju rumah utama. Dia melihat Aletha yang berkutik di dapur akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Leta terlebih dulu.“Kau memasak apa nak?“ tanya Bibinya.“Eh Bibi, ini Leta membuatkan nasi goreng untuk sarapan,” kata Leta yang tengah mengorek nasi di dalam wajan di atas kompor itu.“Baiklah, Bibi akan ke rumah utama dulu. Setelah selesai kau harus siap-siap ya. Nona Kyra biasanya bangun jam 6 pagi,” kata Bibinya hendak pergi meninggalkan Aletha.“Bibi tidak sarapan terlebih dahulu?" tanya Aletha.“Nanti saja, Bibi sudah kesiangan.” kata Bibinya.Aletha hanya tersenyum mendengar jawaban dari bibinya. Dia menyelesaikan
Aletha menemani Kyra seharian ini. Kyra mengajak Leta berkeliling rumahnya. Dari kolam renang, taman bunga, taman bermain untuknya hingga sebuah ruangan khusus bermain untuknya juga ada.Dengan semangatnya Kyra bercerita pada baby siter barunya itu. Kyra adalah gadis kecil yang energik, suka bercerita dan hobby menggambar. Bahkan di ruangan khusus bermainnya, disediakan alat-alat melukis agar Kyra dapat leluasa menggambar.Saat ini mereka sedang ada di kamar Kyra. Leta sedang menemani Kyra yang menggambar. Dalam gambaran Kyra, terlihat seperti seorang dengan rambut panjang dan mempunyai sayap. (ilustrasikan sendiri jika bocah kecil kalau menggambar itu bagaimana😂)Leta yang penasaran dengan gambaran Kyra mulai menanyakannya."Apa yang sedang kau gambar Kyra?" tanya Leta memperhatikan gambaran Kyra."Kyra sedang menggambar mamah," kata Kyra."Mamah? Kenapa menggambar mamah dengan sayap?" tanya Leta kembali."Kata oma, mama Kyra sedang tidur,
Jelita pergi dari rumah setelah dia memberi kata-kata kasar kepada Leta tadi. Dia akan ke rumah sakit, mengunjungi anaknya. Entah kenapa dia menjadi kepikiran tentang anaknya.Dia pergi diantarkan sopir pribadinya. Meskipun sepenuhnya bukan dia yang memegang kendali rumah itu, tapi dia merasa mempunyai hak atas rumah itu.Dari dulu dia memang berniat menguasai harta adiknya itu. Farzan adalah satu-satunya anak lelaki di keluarganya. Maka dari itu dulu dia mendapat warisan dari ayahnya sangat besar, berbeda dengan saudarinya yang lain. Nurma, adik Farzan itu menerimanya karena dia memiliki usaha sendiri dan terbilang cukup sukses. Tapi tidak dengan Jelita, dia sangat iri kenapa ayahnya dulu tidak adil kepadanya.Akhirnya dia merencanakan pembunuhan kepada Farzan. Entah apa yang dilakukannya, yang membuat Farzan mengalami serangan jantung mendadak dan mengakibatkannya meninggal.Dia berniat memasuki rumah Farzan dan akan menghasut putranya, Aksa. Tapi kematian
Aska baru saja selesai mandi. Saat ini dia sedang duduk santai di balkon kamarnya. Menikmati matahari sore yang mulai menghangat, bahkan sinarnya perlahan menghilang di balik pepohonan.Dia tersenyum ketika teringat kejadian tadi, entah kenapa sejak dia bertemu Leta dia sering memikirkannya. Tangis Leta yang seperti terlihat sangat rapuh. Senyuman Leta yang begitu manis, bahkan kepolosan Leta saat tertidur tadi menghantui pikiran Aksa.Tak mau memikirkannya lagi, akhirnya Aksa beranjak dari duduknya. Berjalan keluar kamar lalu menuruni tangga hendak ke kamar putrinya.Aksa membuka pintu perlahan dan ternyata pemandangan saat tadi Aksa ke sini masih terlihat. Putrinya masih tertidur dengan Leta.Karena hari sudah sore, Aksa terpaksa membangunkan putrinya. Dia berniat mengajak putrinya untuk jalan-jalan malam ini.Dia duduk perlahan di samping ranjang kosong sebelah putrinya itu, mengusap perlahan kepala putrinya berusaha membangunkannya."Kyra, ban