Share

2. Pergi

Pagi-pagi sekali Aletha terbangun dari tidurnya akibat gedoran pada pintu dan suara bibinya yang teriak dengan keras.

Dia melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi dan membasuh mukanya agar tidak terlihat pucat karena semalaman menangis.

Setelahnya dia berjalan ke depan dan membuka pintu, bibi dan pamanya sudah berdiri di depan sana memandang Aletha tak suka.

"Lama sekali membuka pintu, kau membiarkan Bibimu ini kesemutan ya," kata Bibinya kesal, dia berjalan menyelonong masuk dan menyenggol bahu Aletha sampai terdorong ke belakang.

Paman Sam masuk setelah istrinya itu masuk, Aletha menyusul mereka setelah menutup pintu rumah. Dia berjalan ke arah ruang tamu di mana paman dan bibinya berada.

Aletha duduk di hadapan bibinya. "Ada apa Paman dan Bibi pagi pagi ke sini," kata Aletha

"Kau lupa Aletha, rumah ini bukan milikmu lagi, segera bereskan barang-barangmu, karena Pak Rama akan segera ke sini untuk menempati rumah ini," kata Bibinya ketus pada Aletha. 

"Bi, aku mohon jangan usir aku dari sini Bi, Aku janji akan melunasi hutang orang tuaku. Tapi beri aku waktu Bi, kalau kalian mengusirku dari sini, aku akan tinggal di mana," ucap Leta menangis dan menjatuhkan dirinya, berlutut pada bibinya.

"Itu bukan urusan kita Aletha. Ros, segera bereskan barang-barang Aletha. Rumah ini harus kosong sebelum jam 8 pagi." kata Pamannya menyuruh istrinya untuk membereskan barang-barang Aletha.

"Paman, Bibi. Aletha mohon, jangan usir Aletha. Rumah ini adalah kenangan satu-satunya dari ayah dan ibu Aletha. Tolong Paman," ucap Aletha lagi gantian berlutut di depan pamannya.

Tapi pamannya tidak memperdulikan hal itu, dia menendang Aletha dan berjalan keluar rumah meninggalkan Aletha sendirian. Bibinya sudah berjalan, menuju kamar Aletha.

Aletha menangis, dia memukul-mukul dadanya yang terasa sakit. Kenapa? Mereka juga keluarga Aletha. Kenapa mereka begitu tega pada Aletha.

Setelah menenangkan dirinya, dia berjalan menuju ke kamarnya. Dia melihat bibinya sudah memasukkan baju-bajunya ke sebuah koper, yang entah itu koper siapa. Aletha yang pasrah pun akhirnya membantu bibinya, memasukkan barang-barang pribadi Leta yang menurutnya penting untuk dibawa. Dia hanya diam dan tak bersuara, begitupun dengan bibinya.

"Segera bersiap-siap, Pak Rama akan segera tiba dibsini," kata bibinya yang telah selesai memasukkan barang-barang Aletha. Dia berjalan keluar meninggalkan Leta sendirian di kamar itu.

Air matanya hampir jatuh, tapi sekuat mungkin dia tahan. Dia mendongakkan kepalanya, dan menghela nafas perlahan. Dia harus kuat.

Akhirnya dia berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Satu jam dia baru selesai bersiap-siap, karena dia harus memantapkan hatinya lagi. Setelahnya dia keluar kamar sambil menentang koper dan tas yang berada di gendongannya.

Di depan pintu dia melihat paman dan bibinya yang ternyata masih di sini, memastikan untuk Aletha segera pergi. Aletha hanya tersenyum miris karena hal itu, tanpa sepatah kata pun dia melewati bibi dan pamannya. Dia berjalan gontai ke arah gerbang rumah ini, menarik koper dengan pelan, seperti dirinya yang tak ingin pergi dari sini.

Saat sampai di gerbang, dia menoleh kembali. Melihat rumah yang selama ini membesarkannya. Dia meneteskan air matanya tapi tak sampai menangis histeris. Dalam hatinya dia berjanji, bahwa suatu saat dia akan mengambil kembali rumah ini. Karena dia tidak rela kenangan satu-satunya bersama orang tuanya hilang.

Leta kembali menatap ke depan, dia berjalan ke arah jalan raya. Dia memantapkan hatinya meninggalkan kotanya, dan akan menyusul bibinya Prima (adik dari ibunya) ke kota yang lain.

*Flashback

Aletha tidak bisa tidur, dia terus memikirkan perkataan bibinya tadi. Jika dia meninggalkan rumah ini, kemana dia akan pergi. Sedangkan dia tidak punya uang. Uang hasil bekerjanya bulan kemarin sudah ia gunakan untuk membayar kampusnya. Dia menangis tanpa suara, dia bingung apa yang harus dilakukannya.

Di tengah-tengah heningnya malam ini, handphone Leta bergetar. Di layar hpnya tertulis nama Bibi Prima. Leta pun mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo nak, apa kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Entah mengapa, bibi ingin mendengar suaramu." suara di seberang sana terdengar sedikit cemas karena Aletha tak kunjung menjawab.

"Leta, hallo.. Aletha"

Tiba-tiba Aletha menangis. "Hiks.. bibi. Tolong Leta bi, Leta tidak tahu harus melakukan apa."

"Ada apa Leta, apa yang terjadi, mengapa kau menangis?" kata suara di seberang telefon.

Leta menghela nafas pelan, dia menghirup udara sebanyak-banyaknya karena dadanya terasa begitu sesak kembali. Setelah mengatur nafasnya, Leta pun mulai menceritakan semuanya.

Mulai dari rumahnya yang dijual tiba-tiba oleh Paman Sam. Dan dia yang harus pergi besok pagi dengan segera. Leta bingung apa yang harus dia lakukan.

"Astaga, kenapa dia menjadi begitu bodoh karena wanita gila itu. Aku benar-benar tak menyangka Sam akan berbuat licik seperti itu. Kau yang sabar ya Leta. Suatu saat mereka akan mendapatkan pembalasannya meskipun bukan darimu," kata Bibi Prima menenangkan Aletha.

"Terimaksih bibi, Leta sudah tenang sekarang, bibi tidak usah khawatir. Mungkin besok Leta akan mencari tempat tinggal baru dan akan menghentikan belajar Leta dulu." ucap Leta.

"Leta, tunggu sebentar dan jangan matikan telfonnya." kata Bi Prima.

"Baik bi," kata Leta.

Sudah hampir 15 menit Leta dengan senantiasa menunggu bibinya. Karena pikir Leta, bibinya masih sibuk dengan pekerjaannya, dia berniat mengakhiri panggilan telfonnya. Tapi sebelum dia memencet tombol merah, dari seberang suara itu terdengar lagi.

"Leta, kau masih mendengarkan bibi?" kata Bibinya.

"Ya bi, Leta masih di sini." jawab Leta

"Syukurlah, bibi punya kabar baik untukmu. Bibi tadi berbicara dengan majikan bibi agar kau bisa bekerja di sini. Dan ternyata tuan mengizinkannya. Kau akan menjadi baby sitter. Leta, daripada kau sendirian di luar sana, lebih baik kau ke sini. Bibi akan menjadi tempatmu pulang seperti kedua orang tuamu," Kata Bibinya.

Leta yang mendengar hal itupun senang, dia bahkan menangis lagi. Dia sangat bersyukur karena masih memiliki bibi yang perduli dengannya.

Setelah memberi alamatnya, Bibi Prima menutup panggilannya. Tak lupa dengan Leta yang terus berucap terimakasih pada bibinya itu.

*Flashback Off

Leta menunggu di pinggir jalan raya, beberapa menit berlalu akhirnya ada bus yang lewat. Aletha pun menghentikan bus tersebut, lalu menaikinya. Dia memandang kota yang selama ini menjadi tempat tinggalnya. Dia pasti akan merindukannya.

20 menit akhirnya bus berhenti di terminal. Leta turun dan mencari bus dengan tujuan kota yang akan didatanginya. Dia berputar-putar ke bis satu ke lain, saat Leta menemukannya dia langsung bergegas untuk naik. Dia memasuki bus tersebut, dan pilihan duduknya jatuh pada 2 kursi di belakang sopir di samping jendela. Saat penumpang sudah terlihat penuh akhirnya bus itupun melaju.

Beberapa jam kemudian bus sampai. Leta diberitahukan kondektur bahwa ini sudah sampai. Leta pun tersenyum dan berterimakasih pada kondektur bus tersebut. Dia turun dari bus, saat sampai di halaman terminal dia melihat-lihat di mana keberadaan taksi. Karena bibinya bilang bahwa dia harus manaiki taksi agar sampai di alamat tersebut.

Dia berjalan berdesak-desakan dengan orang-orang yang ada di terminal itu, tanpa sadar bahwa dompet dan handphonenya telah diambil orang.

Leta berjalan ke arah taksi, dan berbicara pada sopir taksi tersebut sambil memberikannya secarik kertas. Sang sopir pun mengangguk dan mempersilahkan Leta untuk masuk, setelahnya mobil taksi itu pun melaju.

Sudah hampir 1 jam mereka berkendara dan sang sopir tidak menemukan alamat yang Leta tuju, sopir yang merasa kesal karena di permainkan menghentikan mobilnya di depan minimarket dan menyuruh Aletha untuk turun.

"Maaf Nona, apa anda mempermainkan saya dengan alamat palsu, saya sudah capek. Dan tolong cari taksi yang lain saja. Sebelumnya, saya meminta bayarannya terlebih dulu." kata sopir taksi tersebut.

Leta yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum dan mengiyakan. Dia akan menelfon bibinya terlebih dahulu.

Dia keluar dari taksi tersebut dan membuka tasnya. Dia merasa aneh karena setaunya tasnya tadi tertutup. Tapi dia mengabaikannya, dia merogoh tasnya mencari dompetnya. Tapi seketika dia panik karena tidak menemukannya, bahkan handphonenya juga tidak ada.

"Nona, cepatlah sedikit," kata sopir tadi tidak sabaran.

"Maaf pak, tapi dompet saya tidak ada. Sepertinya saya kecopetan," jawab Aletha panik.

"Apa jangan-jangan kau hanya mempermainkanku. Berlagak salah alamat tapi ternyata hanya ingin menumpang saja. Aku tidak mau tau, kau harus segera membayar ini," suara sopir tadi terdengar keras dan menarik perhatian orang yang ada di sekitar mereka.

Terutama seorang pria yang baru saja keluar dari minimarket, dia melihat keributan dan orang-orang yang berkerumun. Sebenarnya dia ingin mengabaikan, tapi karena mobilnya terhalang oleh keramaian tersebut akhirnya pria itu memilih untuk menghampiri keributan tersebut.

"Ada apa ini?" suara pria tersebut seketika membuat orang orang yang berkerumun tadi menoleh ke arahnya.

Tak ayal, Leta juga menoleh ke arah sumber suara tersebut, melihat seorang pria yang menatap tajam pada orang-orang di depannya.

**

SinokMput

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status