Share

I never lie

'A-apa yang aku lakukan? A-ku menciumnya? Astaga! Apa yang aku lakukan?!' Taeyong merutuki apa yang dia lakukan tadi.

'Tapi, aku tidak bohong. Jika aku senang setelah mencium Nana, Astaga... apa yang kau pikirkan Taeyong?'

Taeyong mengacak-acak rambutnya 

'Ah, aku tidak jadi mengantuk...'

Waktu menunjukan pukul delapan malam, semua orang sudah berada dalam kamar mereka masing-masing untuk beristirahat, kemudian secara tiba-tiba terjadi pemadaman listrik mendadak.

Nana yang takut karena gelap, seketika menjerit ketakutan dan hendak berlari malah menabrak meja dan membuat vas bunga yang ada di meja kamar jatuh dan pecah.

Cetiaarr!

"Ada apa Na? Apa yang pecah? Apa kamu terluka?" Taeyang langsung datang setelah mendengar suara pecahan kaca.

"Kakak, aku takut hiks," Nana langsung memeluk Taeyang.

"Tenanglah aku sudah ada disini, jangan takut. Aku akan melindungimu."

"N-nana... Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" Taeyong datang dengan bantuan cahaya dari handphonenya.

"Kakak... Hiks, aku takut gelap..." Nana melepaskan pelukannya pada Taeyang dan memeluk Taeyong.

Taeyang mengerutkan keningnya.

"Sudah, sudah... Jangan takut lagi, ada kakak disini."

"Bukankah kau juga takut gelap?" Taeyang.

"Ti-tidak... A-aku tidak takut," Taeyong gugup.

"Sungguh? Baiklah jika begitu, aku akan pergi, kalian tinggalah disini berdua."

"Ah, kak Taeyang... Apa kau tega meninggalkan adikmu Nana disini? Dia ketakutan."

"Apa hanya Nana?"

"Hehehe, aku juga sedikit. Ma-maksudku tolonglah adik-adikmu ini kak."

"Begitu rupanya..."

Taeyang menggelengkan kepalanya

"Kakak takut gelap juga? Dih, ngeselin... Gagah doang tapi takutnya sama gelap."

"Semua ada alasan dan asal muasalnya Na..."

Nana dengan mata malas mendengarnya.

Mereka berjalan keluar dari kamar Nana dengan saling memegang erat tangan kanan dan kiri Taeyang.

"Hei, kalian berdua jangan mendorongku seperti ini. Memangnya kita akan pergi kemana?"

"Kamar mommy!"

"Kamar papa!"

Nana dan Taeyong bersamaan.

"Astaga! Mereka sekarang adalah suami istri, jadi pasti ada di dalam satu kamar yang sama."

"Oh iya, lupa kak..." Nana menggaruk-garuk kepalanya.

"Ah, bagaimana aku bisa lupa? Benar, sebaiknya kita pergi kesana," Taeyong.

***

"Biar aku yang ketuk kak."

"Jangan Na, kamu nggak dengar ya?" Taeyong

"Sial!" Taeyang.

"Apa? Ada apa?"

"Ssst! Dengar..."

"Hahaha... Kau sangat nakal sayang."

"Tapi aku tahu betapa kau menyukainya, kita lanjutkan dengan ronde selanjutnya sayang?"

"Aku tidak bisa menolak permintaan suamiku, mmmh."

Ketiganya saling melirik, terlihat smirk di bibir Taeyang.

"Aduh kak, kayaknya kita pindah aja deh. Disini sepertinya bukan tempat yang ramah anak saat ini."

"Benar Nana, sepertinya kita pergi saja."

"Hahaha, mereka seperti anak muda. Papa pasti sedang dimabuk kepayang saat ini."

"Kakak, pindah yuk..." Nana merengek.

"Kamu risih?" Taeyang.

"Banget," Taeyong menyela.

"Nggak tanya lu, gue Yong."

"Oh, oke."

"Ya sudah, bagaimana dengan pergi ke balkon?"

"Aku setuju saja kak."

"Aku akan mengambil lilin sebentar."

***

Taeyang duduk diantara kedua adiknya, cahaya kuning keemasan yang berasal dari cahaya lilin terlihat menerangi ketiganya.

"Kim Nana."

"Mmmh, ya kak?"

"Andai papa dan mommy tidak menikah, siapa diantara aku dan Taeyong yang akan kau sukai?"

"Eh? Pertanyaan macam apa ini?"

"Kak, jangan membuat pertanyaan aneh seperti itu. Bagaimana pun kita sekarang adalah saudara."

Nana melirik Taeyang sekilas.

"Mmmh, aduh..." Taeyong.

"Kenapa kak?"

"Perutku sakit Na."

Lampu kemudian menyala.

"Sekarang, pergilah ke kamar mandi, lampu sudah menyala," Taeyang

"Baiklah, aku permisi."

Taeyong terlihat buru-buru masuk untuk memenuhi panggilan alam yang sudah tidak bisa dia tahan lagi.

Suasana tiba-tiba menjadi canggung.

"Kim Nana..."

"Mmmh, ya kak?"

Perlahan Taeyang menyentuh kedua tangan Nana, dia mendekat, menghapus jarak diantara mereka berdua dan mulai bertautan.

'Ini tidak benar! Dia kembali menciumku tanpa ijin,' batin Nana bergejolak.

Nana ingin sekali rasanya melepaskan tautan mereka dan memberikan sedikit tamparan peringatan pada Taeyang, tapi sayangnya tubuh Nana tidak bisa berbohong jika dia menikmati tautan yang diberikan sang kakak padanya.

Perlahan Nana mulai mengalungkan tangannya pada leher Taeyang dan membalas tautan bibir Taeyang dengan lembut.

Cukup lama mereka bertautan bibir, sampai kemudian Taeyang mendengar derap langkah kaki seseorang mendekat, membuat Taeyang harus melepaskan tautannya pada Nana.

"Kalian masih disini? Mengapa tidak masuk? Udara semakin dingin," Taeyong.

"Apa harus kau kembali kemari jika tahu udara semakin dingin?" Nada ketus Taeyang.

Taeyang langsung berdiri dan beranjak pergi.

Melihat Taeyang yang pergi begitu saja, Nana merasa kesal. Bagaimana bisa setelah menciumnya dia bisa langsung pergi begitu saja.

"Pakai ini, udara semakin dingin," Taeyong mengenakan sebuah selimut pada Nana.

"Terimakasih kak."

Nana dan Taeyong duduk bersebelahan.

"Na, lihat bintang-bintang itu. Indah bukan?"

"Aku juga berpikir jika bintang-bintang itu indah."

Taeyong perlahan mendekap tubuh Nana dari belakang.

"K-kak, apa yang kau lakukan?!"

"Bersandarlah di dadaku, itu akan membuatmu lebih nyaman sambil menatap bintang-bintang itu."

Nana tidak terlalu mengerti mengapa kakaknya bertindak seperti itu, namun Nana menurutinya.

"Kak Taeyong benar, ini rasanya sangat nyaman dan hangat."

"Aku senang mendengarnya."

"Kak, apa kau pernah jatuh cinta?"

"Mengapa bertanya hal seperti itu?"

"Entahlah, itu memang muncul begitu saja."

"Sudahlah, jangan berpikir terlalu keras untuk hal-hal yang tidak penting. Ingat besok hari ujianmu."

"Kakak benar, aku berterimakasih karena kakak sudah mau mengajariku tadi."

Taeyong hanya tersenyum dan mengusap rambut Nana perlahan.

***

"Apa Taeyang belum bangun?" Papa Yunho.

"Taeyong tidak tahu pa, aku belum mendengar suara apapun dari kamarnya pagi ini."

"Dia benar-benar kakak yang tidak bisa memberikan contoh yang baik pada adik-adiknya."

"Sudahlah sayang, biarkan aku menyelesaikan ini dan aku akan segera mengurusnya."

Nana tidak memperdulikan percakapan mereka bertiga, yang ada dalam pikirannya hanyalah tentang ciumannya semalam dengan Taeyang.

"Astaga! Andai dia bukan kakak ku."

Sambil menikmati nasi gorengnya, tiba-tiba pandangan Naan tertuju pada seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Selamat pagi semuanya..."

Yunho mengerutkan keningnya.

"Loh, anak ganteng mommy sudah bangun ternyata. Kamu memang kakak yang baik sayang..."

Yunho melirik Yoona setelah mengatakan kalimat itu, yang dibalas oleh Yoona dengan juluran lidahnya.

"Tentu saja mom, aku harus merubah pola hidupku untuk gadis pujaan ku."

Tiba-tiba Taeyang terlihat membuka pakaiannya dan disana terpampang nyata lekuk six pack tubuh Taeyang yang dikucuri keringat, membuat Nana ngiler seketika.

'Ba- bagaimana rasanya saat aku menyentuhnya? Oh tidak! Astaga Nana! Ini gila.'

Taeyang menyadari tatapan Nana dan terlihat smirk di bibirnya.

'Astaga, mataku, otakku! Nana hentikan!'

Taeyong menyadari apa yang terjadi.

"Na, sudah siang. Cepat habiskan nasi goreng mu, kakak takut kamu akan terlambat untuk ujianmu hari ini."

Nana mengangguk.

"Aku akan segera selesai kak."

Taeyang berlalu pergi ke kamarnya untuk membersikan tubuhnya.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status