Share

Bab 2

“Jasper! Tunggu dan lihat saja, aku pasti tidak akan membiarkanmu pergi!" Penelope berseru dengan marah dan pergi.

Tidak ada sedikit pun penyesalan dalam tatapan Jasper saat dia melihat Penelope pergi dengan marah.

Dia seharusnya mencampakkan wanita itu sejak dulu!

Malam pun tiba, langit berangsur-angsur menjadi gelap.

Jasper menuliskan semua peluang untuk mendapatkan uang yang bisa dia ingat dari ingatannya di buku catatannya andai ingatannya memburuk nanti. Ini adalah hal terpenting dalam hidupnya saat ini. Dia tidak bisa ceroboh tentang hal itu.

Seseorang tiba-tiba mengetuk pintu.

Jasper membuka pintu dan pandangannya bertemu tiga orang—Penelope Hunt, adiknya, Calvin Hunt, dan ibunya, Susan Jones.

Ekspresi tajam tergambar di wajah Susan. Begitu melihat Jasper, dia mengarahkan jari ke arah pria itu dan berteriak keras, “Jasper Laine! Aku membiarkan putriku berkencan denganmu karena kupikir kau jujur ​​dan tulus. Berani-beraninya kau mencampakkan putriku, dasar bajingan berhati dingin?! Apa kau masih manusia?!”

Jasper melirik Penelope, yang matanya merah karena menangis. “Aku putus dengannya secara baik-baik. Tolong jaga mulutmu tetap bersih," katanya dengan tenang.

"Omong kosong sialan!"

Calvin Hunt meraung marah. Dia menunjuk Jasper dan berteriak, “Lihat betapa pilu tangis kakakku! Jangan mencoba membela diri lagi. Jangan pikir aku tidak tahu kalau kau melakukan ini hanya karena kau tidak rela memberi kami sejumlah uang.”

“Ibu, aku sudah memberitahumu sejak dulu kalau orang-orang dari pedesaan sangat perhitungan. Kedua orangtua laki-laki ini tidak pernah berhasil mencapai banyak hal sepanjang hidup mereka, jadi bagaimana kau bisa mengharapkan putra mereka mencapai sesuatu? Bagaimana mereka bisa dibandingkan dengan orang-orang dari kota seperti kita?” Calvin berseru.

Susan Jones tertawa dingin. “Aku pasti buta karena mengizinkan putriku berkencan denganmu dulu. Anakku benar. Dua orangtua menyedihkan pasti membesarkan anak-anak yang menyedihkan juga. Dari jumlah uang kecil ini, kami bisa mengatakan kalau kepribadianmu adalah sampah,” katanya.

“Apa kau pikir kau bisa pergi begitu saja setelah membuang waktu putriku selama bertahun-tahun? Benar-benar khayalan tingkat tinggi! Bagaimanapun juga, kau harus memberi kami 300.000 dolar!”

Jasper tetap diam melihat tingkah menggelikan mereka. "Aku tidak punya uang," tukasnya.

Susan mengejek. "Tidak punya uang? Bukannya kau punya uang setelah menjual rumah orangtuamu?”

"Persis!" Calvin berkata tanpa basa-basi. “Mereka bisa menyewa kamar atau tidur di ladang setelah menjual rumah mereka. Bagaimanapun juga, mereka telah menjadi petani sepanjang hidup mereka dan hanya tahu cara bercocok tanam. Mungkin mereka akan merasa lebih nyaman tinggal di ladang.”

Sambil terus berbicara, kedua mata Calvin bersinar dengan kilatan serakah. “Serahkan juga properti ini kepadaku. Aku akan menikah akhir tahun ini. Aku akan membutuhkan tempat tinggal setelah menikah. Jika kau melakukan apa yang aku suruh, aku akan menyarankan saudara perempuanku untuk kembali bersamamu,” katanya.

Kedua mata Susan berbinar. Setelah insiden itu, putranya tidak hanya harus membayar biaya kompensasi sebesar 300.000 dolar, tetapi dia juga harus menikahi gadis itu. Putranya khawatir karena dia tidak punya rumah sendiri. Bukankah ada sebuah properti tepat di depan mata mereka saat ini?

“Ya, properti ini sepertinya tempat yang cukup bagus untuk ditinggali Calvin setelah dia menikah,” kata Susan senang.

Jasper menertawakan rencana ibu dan anak yang serakah ini. “Rencana yang sangat bagus. Kau tidak hanya ingin aku menjual rumah kedua orangtuaku, tetapi kau juga menginginkan rumah ini? Kedua orangtuaku menghabiskan semua tabungan mereka untuk membeli rumah ini setelah aku menikah!”

"Kau benar-benar idiot!" Calvin berkata dengan tidak sabar, “Jika ibuku dan aku tidak setuju, siapa lagi yang mau menikah dengan anak desa yang malang seperti kamu? Untuk apa kau masih menginginkan rumah ini? Bukankah rumah ini untuk dirimu dan istrimu tinggali? Kau bisa mengungkapkan ketulusanmu dengan memberikan rumah ini kepadaku sebagai hadiah pernikahan darimu untukku.”

Saat ini, Penelope mulai berbicara juga. “Itu benar, Jasper. Calvin satu-satunya saudara laki-lakiku. Kita selama ini telah bekerja sangat keras hanya untuknya, bukan begitu? Dengarkan mereka sekarang. Hubungi kedua orangtuamu dan minta mereka untuk menjual rumah mereka, lalu serahkan properti ini kepada saudaraku besok saat kau pergi bekerja. Jika kau melakukan apa yang aku minta, aku bisa memaafkanmu dan akan setuju untuk menikah denganmu.”

"Apa kalian sudah gila?"

Jasper menatap mereka bertiga dengan dingin. “Apa aku berutang sesuatu pada keluargamu? Atau apa aku tidak memberi tahu Penelope dengan cukup jelas sore ini? Aku menyuruhnya untuk enyah. Aku sekarang menyuruh kalian bertiga untuk enyah juga. Penelope dan aku tidak menjalin hubungan lagi. Apa hak kalian menyuruh-nyuruh aku?” Dia bertanya.

Kata-kata Jasper membuat Susan semakin marah. Dia menatap Jasper dengan tajam dan mengertakkan gigi-giginya. “Kau benar-benar bajingan yang tidak tahu berterima kasih! Bajingan sialan!” Susan berteriak.

“Jasper Laine!” Penelope menjerit. “Lihat betapa dirimu telah membuat Ibu marah! Minta maaf sekarang juga! Apa kau ingat apa yang kau katakan kepadaku saat kau mengejar-ngejar aku dulu? Kau bahkan tidak mau melakukan ini untukku sekarang. Apa kau masih manusia?” Penelope bertanya.

“Persetan dengan semua ini, dulu dia mengejar-ngejar kakakku seperti anjing. Sekarang dia menelantarkan kakakku seperti itu. Jasper Laine, kau benar-benar tercela. Dasar bajingan menyedihkan kau. Seluruh keluargamu benar-benar menyedihkan…”

Sebelum Calvin selesai berbicara, Jasper memelototinya dengan dingin.

“Ini adalah rumahku. Sekali lagi aku bilang, enyah!” Jasper berteriak. Setelah itu, dia membanting pintu hingga tertutup dengan suara keras.

Menatap pintu yang tertutup itu, Susan gemetaran karena marah.

“Ibu, maafkan aku. Aku tak tahu kalau dia adalah orang seperti ini…” Penelope menangis.

Ekspresi Calvin juga menggelap. “Ibu, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang? Bajingan itu tidak mau menjual rumahnya. Aku tidak mau pergi ke pengadilan! Hidupku akan hancur. Bagaimana dengan rumahku?” Calvin bertanya.

Susan menatap pintu itu dengan marah. Dia berkata dengan penuh kebencian, “Sekarang sudah larut, mari kita pulang dulu. Akan datang waktu ketika bajingan tak tahu terima kasih itu kena karma!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Denny Hamdan Prassetya
berkata uang kecil dia aja sebenernya tidak mampu dan hendak pinjem wkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status