Artan Narendra melihat dengan seksama secara jeli wanita yang kini duduk di depannya. Malam ini, untuk yang ke-sekian kalinya ia melakukan kencan buta atas permintaan sang mama.
Seperti malam-malam sebelumnya, kencan buta yang ia jalani gagal begitu saja akibat ulah dan ucapannya sendiri yang tak bisa terkontrol.
Artan sendiri adalah sosok pria dingin dan terkenal angkuh. Keras kepala, mulutnya juga terkenal pedas dalam berucap.
Tapi tak di pungkiri jika ia sosok pria yang sangat tampan dan perfeksionis. Sikap rasa kurang percaya terhadap orang lain yang di miliknya lah yang membuat ia sampai saat ini masih melajang.
Cinta?
Oh, jangan pernah tanyakan pada Artan apa itu cinta? Karena sepertinya ia sendiri pun tak mengerti apa arti dari kata cinta itu.
Apakah Artan pernah jatuh cinta dan menjalin sebuah hubungan dengan wanita?
Ya, Artan tentu saja pernah menjalin suatu hubungan yang di sebut berpacaran. Tapi, bagi Artan itu hanyalah sebatas rasa saling suka dan cinta-cintaan. Alias cinta monyet.
Sudah lama sekali Artan tak pernah merasakan hal itu lagi. Terakhir kali
Artan menjalin sebuah hubungan saat dia duduk di bangku SMA kelas dua.Selebihnya Artan lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri. Melajang adalah pilihan terbaiknya sampai kini umurnya menginjak 30 tahun ia tetap sendiri.
Rasanya Artan tak bisa lagi merasakan perasaan saat seperti waktu sekolah dulu. Entah saat itu mungkin bisa di sebut sebagai kenakalan remaja. Tetapi, yang pasti ia sangat menikmatinya.
Lalu, apakah Artan tak menikmati kehidupannya yang sekarang? Tentu saja tidak, ia bahkan sangat suka hidupnya yang seperti ini.
Namun ketenangan Artan akan terus di ganggu sang mama yang terus merengek memintanya untuk segera menikah dan memberinya cucu. Artan juga sudah bolak-balik menegaskan jika ia tak ingin terikat ataupun menjalin komitmen yang namanya pernikahan.
Kerena prinsip hidup Artan sekarang ialah sendiri dalam ketenangan.
Apakah Artan punya masalalu buruk yang menyakitkan sehingga membuat ia tak ingin mengenal cinta dan wanita?
Tidak, sama sekali tidak. Intinya, pilihan hidup Artan sekarang adalah melajang menikmati hidup dalam kesendirian.
"Artan!" panggilan itu menyadarkan Artan dari lamunannya dan kembali pada kenyataan saat ini.
"Ya?" tanyanya cuek.
"Apa kamu melamun?"
"Tidak!" lagi Artan menjawab singkat dan terkesan sangat cuek. Kentara sekali aura dingin yang keluar dari nada bicaranya sehingga membuat wanita teman kencannya itu terdiam seraya menggigit bibirnya.
"Ehmm, siapa namamu? Aku lupa." kata Artan enteng, karena sebenarnya ia memang lupa nama wanita itu.
"Suzan,"
"Ah iya, Suzan. Sejak tadi kita duduk di restoran ini tapi hanya diam dan tak memesan makanan. Apa kau tidak lapar?"
Suzan terkekeh. "Sebenarnya, aku belum makan dari tadi pagi."
"Oh ya?" kaget Artan bertanya. "Bagaimana mungkin kau bisa melupakan makan. Apakah kau tidak merasa lapar dari pagi belum makan?"
"Aku tipe orang yang jarang makan sebenarnya."
"Kau sedang dalam program diet?" Suzan menggeleng.
"Aku kadang suka kelupaan waktu. Seperti makan saja aku bahkan sampai lupa jika ke asyikan melakukan hal yang ku suka."
"Uhm, begitukah? Pantas saja tubuhmu kurus sekali seperti orang yang kekurangan gizi."
Sengaja Artan mengeluarkan kata ultimatum pertama yang menyakitkan. Hal itu tentu saja agar Suzan marah dan membenci dirinya serta membatalkan acara kencan buta gila ini.
Sialnya Suzan malah tertawa menanggapi ucapan Artan. "Aku bersyukur dengan diriku seperti apa. Aku juga tak suka gendut Artan."
"Sayang sekali, padahal orang gendut itu menurutku enak. Badannya terasa montok untuk di peluk, iya kan?"
Suzan tersenyum. "Sepertinya begitu."
"Jadi, apakah kau tidak suka bentuk tubuh seperti diriku?" tanya Suzan.
Artan menatap perhatian penuh pada diri Suzan seraya mengelus-elus dagunya. Gaya dan tatapannya seakan sedang menilai penampilan orang tersebut. Suzan harap-harap cemas menunggu reaksi dari penilaian Artan padanya.
Disaat Artan sedang mencari celah dari diri Suzan, saat itu juga mata Artan menangkap sosok wanita yang sepertinya malam ini bisa di jadikannya sebagai alat bantu untuk dirinya keluar dari lingkaran kencan buta ini.
Oke, Artan selesai pada penilaiannya dan bersiap untuk menjawabnya.
"Suzan, aku harus bagaimana mengatakannya padamu?" ucap Artan dengan wajah sendu.
"Tak apa, katakanlah Artan." pinta Suzan penasaran.
Artan melirik wanita yang sedari tadi telah ia incar, wanita itu seperti sedang mencari-cari keberadaan seseorang. Terlihat dari gaya celingak-celinguknya yang menatap ke segala arah tempat di restoran ini.
Artan menunggu wanita itu yang berjalan hampir dekat dengan mejanya sekarang.
"Kau tidak membuatku bernafsu padamu, Suzan. Oh, maafkan aku." kata Artan dengan mimik wajah sedih dan penuh penyesalan.
"APA?!!!" teriak Suzan kuat seraya berdiri dari duduknya.
Suzan marah sekali mendengarnya, ini termasuk penghinaan atas harga dirinya. Berani sekali pria ini merendahkannya, apakah ia pikir kencan buta ini dilakukan agar Suzan bisa membuatnya bernafsu pada dirinya.
Shitttt!
Plakkkk.
Dengan rasa amarah yang luar biasa merasuki diri Suzan, wanita itu melayangkan kuat tangan kanannya menampar pipi kiri Artan.
"Berengsek kau! Apa kau pikir aku seorang jalang, huh? Dasar bedebah."
Segala cacian, makian, dan umpatan pun berhasil Suzan keluarkan untuk Artan. Dengan cepat dan tak ingin membuang waktu lagi karena saat ini mereka sedang menjadi tontonan para pengunjung restoran lainnnya. Suzan meraih tasnya dan bersiap pergi, namun suara Artan menghentikan langkahnya di tambah suara pekikan seorang wanita.
"Dasar kau wanita gila!" itu suara Artan yang sengaja memancing kemarahan Suzan.
Suzan berbalik dan melihat senyuman seringaian Artan yang sedang menggenggam tangan seorang wanita. Wanita itu sendiri yang belum di ketahui namanya meronta-ronta minta untuk di lepaskan.
"Jika kau berpikir aku menyesal maka kau salah. Karena wanita ini!" tunjuk Artan ke arah wanita yang memang sudah di incarnya itu.
"Dia adalah kekasihku!!!" teriak Artan mengumumkan jika wanita yang tak di kenalnya itu adalah kekasihnya.
Suzan geleng-geleng kepala dan langsung melesat pergi dari tempat itu tanpa mempedulikan apapun lagi. Ini jauh lebih menyakitkan dan Artan tersenyum puas penuh kemenangan.
Tanpa Artan sadari, inilah awal dari segala kekacauan selanjutnya.
Tbc...Artan melepaskan kasar cekalan tangannya pada wanita yang di jadikannya sebagai alat bantu untuk dirinya tersebut. Merasa puas karena kali ini kencan butanya gagal lagi.Plaaakkk.Lagi, satu tamparan melayang mendarat mulus ke pipi Artan. Pria itu menatap tak percaya pada wanita yang dengan berani menampar dirinya."Kurang ajar!" geram wanita itu marah.Setelah puas menampar Artan, wanita itu segera melangkah pergi meninggalkan Artan yang terdiam bagai patung di tempatnya. Sedangkan tatapan para pengunjung lainnya semakin heboh tatkala melihat Artan yang di tampar sebanyak dua kali oleh wanita yang berbeda.Tak sedikit banyaknya pemikiran negatif muncul di benak mereka. Sebagian berbisik-bisik membicarakan Artan jika ia pria playboy yang suka bermain wanita. Sebagian lagi mengatakan jika Artan ketahuan selingkuh oleh kekasihnya."Hari ini aku di tampar dua kali oleh wanita." gum
Enjoy reading! 😋🌶️🌶️🌶️🌶️🌶️Artan tetap fokus pada pekerjaan dan layar laptopnya, sama sekali tak mempedulikan sosok penganggu yang terus menertawainya. Entah apa yang membuat pria itu merasa lucu ketika melihat wajah Artan yang dingin."Sudah selesai tertawanya?" tanya Artan yang lama-lama merasa risih juga. Pasalnya, sahabatnya itu dari tadi tak kunjung berhenti tertawa, takutnya jika di biarkan tiba-tiba menjadi gila.Johan berdeham menetralkan suaranya yang serak karena terlalu banyak tertawa hari ini. "Sudah, pak Artan." jawabnya setelah selesai berhenti tertawa."Bagus, sekarang kembalilah ke ruanganmu." titah Artan yang tak ingin di ganggu."Kenapa kau terlalu serius kali sih bos, ayolah sekali ini saja pikirkan mengenai pasanganmu—" ucapan Johan terhenti saat sebelah tangan Artan terangkat memberi isyarat padanya untuk berhenti bic
Reva meminta Aldi untuk menemaninya menemui kliennya yang bernama Johan. Sudah sepuluh menit mereka sampai dan duduk menunggu di cafe yang menjadi tempat janji temu kali ini.Johan yang baru sampai di cafe terlihat celingak-celinguk mencari keberadaan Mak comblang untuk Artan. Tersenyum saat menemukan Mak comblang tersebut, Artan melambaikan tangannya pada Aldi dan Reva seraya berjalan mendekat ke meja mereka."Maaf, lama menunggu." kata Johan merasa tak enak."Ah, tidak apa-apa pak Johan. Kami juga baru sampai." sahut Aldi tersenyum.Johan duduk di kursi yang menghadap ke arah Aldi, sedangkan kursi yang menghadap ke arah Reva kosong.Aldi menoleh ke arah Reva, kemudian terlihat ia membisikkan sesuatu di telinga Reva. Reva awalnya menggelengkan kepalanya pada Aldi, lalu ia melihat ke arah Johan yang menatap mereka dengan tersenyum. Akhirn
"Kau!" kaget Reva spontan menunjuk ke arah Artan yang juga kaget saat melihatnya.Wajah Reva mengeras menahan amarah yang ingin meledak-ledak saat melihat wajah pria yang tempo hari memanfaatkannya. Reva menoleh ke arah Johan yang ekspresinya tak bisa di tebak."Apa maksudnya semua ini pak Johan?" tanya Reva marah. "Coba jelaskan padaku, kenapa pria ini ada disini?!"Suara Reva yang nyaring nyaris mengalihkan perhatian seluruh pengunjung cafe lainnya. Reva tak peduli jika kali ini ia menjadi pusat perhatian kembali seperti tempo hari."Nona Reva, tenang dulu." kata Johan berusaha menenangkan suasana."Tidak!" tolak Reva seraya mengambil tasnya yang ada di meja."Aku membatalkan semuanya, pak Johan bisa mencari Mak comblang lainnya untuk mencari pasangan pria ini!" kata Reva menolak kerjasama Johan sembari kembali menunjuk ke arah Artan."Permisi," pamit Reva dan
"A—apa yang mau kau lakukan?!" tanya Reva was-was seraya melangkah mundur ke belakang saat melihat Artan yang melangkah maju mendekatinya sembari membuka kancing kemeja putihnya satu persatu.Artan tersenyum sinis memperhatikan gerak-gerik si Mak comblang ini yang ketakutan."Berhenti!" cegah Reva semakin kalut saat kemeja putih itu telah terlepas dari tubuh Artan.Kini, pria itu bertelanjang dada di hadapan Reva yang sekarang dapat melihat jelas bagian atas tubuh Artan yangnaked."Kenapa?" tanya Artan enteng. "Kau takut nona, Mak comblang?" Reva mendengkus sebal mendengar panggilan Artan padanya."Apa yang kau inginkan sebenarnya?" tanya Reva langsung dan tak ingin berbasa-basi lagi. Kelamaan bersama Artan membuatnya ingin muntah dengan segala tingkah polanya."Memperkosamu.""Eh!" Reva berjengit kaget. "Kau gila!""Ya, aku gila, d
Reva tampak sibuk mencarikan kandidat wanita sebagai calon pasangan Artan, ia membagikan informasi mengenai seorang pria tampan yang ingin mencari pasangan lewat website dan situs seluruh jejaringan media sosial miliknya dan media sosial milik akun resmi jasa Mak comblang mereka.Tak lupa juga Reva memasukkan foto Artan agar semakin meningkatkan minat para wanita yang ingin menjadi kandidat. Terbukti hal itu memang benar, baru sepuluh menit Reva membagikan informasi itu. Sekarang banyaknya yang wanita yang berminat sebagai calon pasangan Artan Narendra.Reva mendengkus kesal melihatnya. Wanita-wanita ini begitu heboh dan ricuh berbondong-bondong untuk menjadi calon pasangan pria songong plus sakit jiwa itu.Tidak bisakah mereka tak hanya melihat dari wajah saja? Hmm, apa yang terjadi jika mereka sudah melihat langsung sosok yang sedang mereka kagumi saat ini? Seketika Reva tertawa jahat, hahaha.Reva melir
"Dimana wanitanya?" bisik Artan di telinga Reva.Saat ini mereka berdua tengah di cafe yang menjadi tempat janjian bertemu atau tempat kencan Artan dengan salah satu wanita yang menjadi kandidat pertama."Mungkin sebentar lagi dia sampai," sahut Reva yang masih fokus pada layar ponselnya.Artan mendengkus sebal, berapa lama lagi mereka harus menunggu si wanita ini? Sudah cukup lama mereka menunggu, inilah hal yang paling di benci Artan. Satu kata ini yang sangat membosankan, Artan benar-benar sangat benci yang namanya menunggu.Biasanya di kantor ia yang di tunggu-tunggu para bawahannya, dan sekarang untuk hal seperti ini harus ia sendiri yang menunggu.Awas saja kalau wanitanya jelek ataupun tak sesuai kriteria idamanku. Akan ku telan hidup-hidup nih Mak comblang.batin Artan mengomel."Sebentar ya," pamit Reva bangkit berdiri namun tangannya di cekal Artan.
Reva mengumpati layar ponselnya yang menyala, saat ini Johan tengah menghubunginya karena Artan yang meminta. Perasaan Reva mengatakan tak enak hingga ia ragu-ragu untuk mengangkat panggilan telepon dari Johan."Hallo?" sapa Reva akhirnya mengangkat juga panggilan Johan setelah ia berpikir panjang."..........""Apa? K—kenapa bisa pak Jo?" kaget Reva setelah mendengar ucapan Johan di seberang telepon.".............""B—baik, saya akan segera kesana." kata Reva seraya mematikan sambungan telepon."Shittt!" umpat Reva segera bangkit berdiri merapikan pakaian dan penampilannya.Aldi yang sejak tadi duduk di sofa sembari bermain gamesnya pun menoleh ke arah Reva yang tampak panik dan bersiap pergi kembali."Kenapa lo Re? Mau pergi lagi?" tanya Aldi yang langsung di angguki Reva."Iya, gue ada janji temu sama pria