Share

2. Kesialan Artan & Reva

Artan melepaskan kasar cekalan tangannya pada wanita yang di jadikannya sebagai alat bantu untuk dirinya tersebut. Merasa puas karena kali ini kencan butanya gagal lagi.

Plaaakkk.

Lagi, satu tamparan melayang mendarat mulus ke pipi Artan. Pria itu menatap tak percaya pada wanita yang dengan berani menampar dirinya.

"Kurang ajar!" geram wanita itu marah.

Setelah puas menampar Artan, wanita itu segera melangkah pergi meninggalkan Artan yang terdiam bagai patung di tempatnya. Sedangkan tatapan para pengunjung lainnya semakin heboh tatkala melihat Artan yang di tampar sebanyak dua kali oleh wanita yang berbeda.

Tak sedikit banyaknya pemikiran negatif muncul di benak mereka. Sebagian berbisik-bisik membicarakan Artan jika ia pria playboy yang suka bermain wanita. Sebagian lagi mengatakan jika Artan ketahuan selingkuh oleh kekasihnya.

"Hari ini aku di tampar dua kali oleh wanita." gumam Artan terkekeh geli bercampur meringis menahan rasa perih di pipi kirinya yang ditampar sebanyak dua kali malam ini.

"Tidak bisa dibiarkan, wanita itu...." Artan tersadar jika wanita yang ia cekal lengannya tadi sudah pergi.

Dengan langkah cepat dan lebar Artan mencari keberadaan wanita itu. Ia cari ke segala arah saat ia sudah sampai di pintu keluar restoran, namun sayangnya Artan tak menemukan wanita itu.

"Sial!" umpat Artan kesal.

Kenapa Artan sangat marah atas perginya wanita itu, sedangkan saat ia di tampar Suzan saja rasanya tak semarah ini.

"Menggelikan," gumam Artan tersenyum kecut.

Artan merubah ekspresinya kembali menjadi dingin seperti biasanya, cukup malam ini saja ia seperti orang bodoh yang rela di tampar dua wanita.

*****

Revalda melempar kuat tas selempangnya ke sofa, wajahnya di tekuk cemberut bercampur emosi yang tak terkira. Reva melangkah mengambil air mineral dari lemari pendingin, ia buka dan menengguk isinya cepat dari dalam botol.

Melihat sikap sahabatnya yang pulang-pulang seperti kerasukan berhasil menarik perhatian Aldi yang sedari tadi duduk diam disitu sambil bermain games di ponselnya.

"Kenapa lo, Re?" tanya Aldi yang masih setia pada gamesnya.

Tak mendengar ada sahutan jawaban dari Reva pun membuat Aldi penasaran, ia pun menoleh ke arah Reva yang kini sudah duduk di kursi yang ada didepannya.

"Ah, shitttt!" maki Aldi karena ternyata ia lupa mem-pause gamesnya sehingga membuatnya kalah.

"Gue kalah!" kata Aldi mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

Reva sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun pada Aldi yang semakin sangat penasaran akan perubahan ekspresinya. Seingat Aldi, tadi sahabatnya ini saat ingin pergi menemui klien mereka sangat ceria dan bersemangat. Berbanding terbalik sekali dengan keadaan saat ia pulang.

"Kesel gue Al!" kata Reva semakin cemberut.

"Kesal kenapa? Rencana dengan klien kita tadi gagal?" tanya Aldi antusias.

Reva menggeleng. "Bukan itu, gue bahkan belum ketemu sama kliennya." desah Reva lelah dan ingat jika tujuan ia pergi tadi untuk janji temu dengan klien mereka.

"What? Terus gimana?"

Reva mengendikkan bahunya tanda tak tahu, Aldi menepuk jidatnya melihat Reva.

"Kalau lu belum menemui pak Johan, kenapa pria itu tidak mengubungi ku ya?" tanya Aldi bingung.

Reva semakin pusing dan menggelengkan kepalanya. Ini semua gara-gara pria yang di restoran tadi, membuat ia gagal menemui kliennya. Mungkin saja pak Johan marah dan langsung membatalkan kerjasama mereka tanpa pemberitahuan terlebih dulu.

"Emang lu tadi kemana sampai gak ketemu sama pak Johan?" tanya Aldi semakin heran.

"Gue tadi memang mau ketemu sama pak Johan, beliau mengatakan ingin bertemu di restoran kan?" Aldi mengangguk.

"Gue udah sampai di restoran bahkan gue masuk ke dalam restoran tempat janji temu dengan pak Johan. Gue cari-cari keberadaan beliau ke segala arah, gue ketemu beliau yang melambai-lambaikan tangannya ke arah gue agar mendekat ke mejanya." Reva menjeda sebentar ucapannya untuk mengambil nafas sesaat lalu membuangnya.

"Di pertengahan jalan gue yang sedikit lagi sampai di meja pak Johan, tangan gue di cekal seseorang. Otomatis gue terpekik kaget dong, ketika gue mendongak ternyata yang cekal tangan gue itu seorang pria."

"Terus?" tanya Aldi antusias.

"Dan sangat menyebalkan dan tidak dengan sopannya pria itu mengaku jika gue itu kekasihnya." jelas Reva kembali meringis mengingat hal tadi di restoran.

"Apa? K-kenapa bisa Lo yang jadi korbannya?"

"Bisa aja sih, secara jika melihat kondisi keadaan saat itu cuma gue wanita yang berjalan melewati mejanya."

"Hahaha," Aldi tergelak mendengarnya.

"Kok, Lo ketawa?"

"Lucu," akui Aldi.

"Dih, seharusnya Lo marah karena cowok itu gue jadi gagal nemui pak Johan."

"Jangan bilang kalau Lo pasti langsung pulang dan melupakan tujuan awal lo." tebak Aldi tepat yang malah semakin membuat Reva meringis.

"Ya gue panik, kaget, dan juga malu rasanya. Karena ulah cowok itu kami bertiga jadi pusat perhatian semua pengunjung restoran lainnnya."

"Kami? Maksudmu selain lo, apakah ada orang lain lagi?"

Reva mengangguk. "Satu orang wanita lainnya, pria sinting itu mengatakan jika aku kekasihnya pada wanita cantik itu."

Reva rasanya mau mual menjelaskannya pada Aldi, karena setiap ia mengatakan itu otomatis ia mengingat kembali kejadian tadi.

"Sudah ku duga, kau langsung pergi dan melupakan janji temu dengan pak Johan." Reva mengangguk dengan mimik wajah sedih.

"Dih, gak usah lebay gitu wajahmu Re. Jangan di pikirkan, besok kita hubungi pak Johan, oke." Aldi mengedipkan sebelah matanya.

Reva mengangguk masih dengan raut wajah sedihnya. "Gue lempar sepatu nih muka Lo kalau masih kayak gitu juga." ancam Aldi yang sudah mengambil sebelah sepatunya ancang-ancang untuk melemparkannya ke muka Reva.

Reva nyengir seraya menjulurkan lidahnya. "Oke, kita damai."

Aldi memasang kembali sepatunya yang tadi ia buka. "Bagaimana dengan Windy, Elan, dan Opi? Apakah sukses janji temu mereka dengan klien?"

Aldi menanggapi pertanyaan Reva dengan anggukan. "Sepertinya sukses, terbukti sampai sekarang mereka belum kembali."

"Aku rasa Windy dan Opi serius membimbing klien mereka. Kalau Elan, aku meragukannya. Pasti bocah itu menggoda kliennya, aishh, sudah berapa kali aku bilang padamu Al. Lain kali berikan Elan klien yang berjenis kelamin laki-laki saja, jangan wanita."

Aldi mengendikkan kedua bahunya. "Aku harus bagaimana? Para klien wanita yang meminta untuk di bimbing kami para pria sebagai mak comblang mereka. Ingatlah satu hal Re, kita ini hanya sebatas hubungan antara mak comblang dan klien saja. Kita sama-sama membangun jasa biro jodoh ini, jabatan kita sebagai mak comblang. Tentu saja kita harus mengikuti apa yang menjadi daya tarik dan keinginan dari para klien kita. Jika para wanita menginginkan aku dan Elan, maka dengan senang hati kami menerimanya." kekeh Aldi di akhir kalimatnya.

"Dasar penjilat!"

"Eh, apa yang aku jilat Re?" goda Aldi semakin membuat Reva kesal.

"Entahlah, sebaiknya aku pulang saja ke rumah. Semakin lama di dekatmu semakin membuatku kesal dan pusing."

"Hahahaha," pecah sudah tawa Aldi melihat reaksi Reva.

Reva mengambil tasnya di sofa yang tadi ia lempar kuat, melangkah menuju pintu kemudian keluar tanpa mau repot-repot berpamitan pada Aldi yang masih menertawainya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status