Reva tampak sibuk mencarikan kandidat wanita sebagai calon pasangan Artan, ia membagikan informasi mengenai seorang pria tampan yang ingin mencari pasangan lewat website dan situs seluruh jejaringan media sosial miliknya dan media sosial milik akun resmi jasa Mak comblang mereka.
Tak lupa juga Reva memasukkan foto Artan agar semakin meningkatkan minat para wanita yang ingin menjadi kandidat. Terbukti hal itu memang benar, baru sepuluh menit Reva membagikan informasi itu. Sekarang banyaknya yang wanita yang berminat sebagai calon pasangan Artan Narendra.
Reva mendengkus kesal melihatnya. Wanita-wanita ini begitu heboh dan ricuh berbondong-bondong untuk menjadi calon pasangan pria songong plus sakit jiwa itu.
Tidak bisakah mereka tak hanya melihat dari wajah saja? Hmm, apa yang terjadi jika mereka sudah melihat langsung sosok yang sedang mereka kagumi saat ini? Seketika Reva tertawa jahat, hahaha.
Reva melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Di lepaskannya kacamata yang sejak tadi setia bertengger di matanya, Reva merilekskan otot-otot seluruh tubuhnya yang terasa sangat pegal.
Tempat ini terasa sangat sepi karena semua temannya yang sesama Mak comblang lagi sibuk mengurusi klien mereka. Hanya Reva sendiri yang libur, dan jangan tanyakan alasannya apa. Yang pasti Reva memang sengaja tak ingin ada acara bertemu kembali dengan klien sintingnya itu.
Kecuali pak Johan, maka Reva akan mau dan rajin sering bertemu dengan kliennya jika seperti pak Johan. Pria manis humoris yang sopan dan menyenangkan, tidak seperti bosnya pak Johan yang sekaligus merangkap sebagai sahabatnya itu.
Aissssh! rasanya darah Reva mendidih jika mengingat Artan. Artan itu bagaikan makanan yang dapat membuat Reva naik darah tingginya kambuh secara pesat.
Hhhh, tuh kan, kenapa Reva jadi mengingat Artan terus?
Astaga!
Reva butuh kopi untuk menenangkan pikirannya yang kacau, sekacau mukanya yang kini tampak kusut karena lelah.
*****
"Kenapa Mak comblang itu lama sekali menghubungi kita?" tanya Artan kesal pada Johan.
"Ya sabar dong, mungkin Reva masih sibuk mencari kandidat wanita yang sesuai dengan kriteria dan tipemu." jawab Johan terkekeh geli.
"Hhh, bilang saja memang kerja mereka yang lambat seperti siput."
"Tidak kok, kerja mereka selalu cepat dan memuaskan. Memang dari dasarnya saja kau yang tak sabaran." kata Johan dongkol dengan Artan yang mengejek para Mak comblang itu.
"Begitukah?" tanya Artan memicingkan matanya.
"Ahahaha, tidak bos, kau itu sangat penyabar." bohong Johan takut saat melihat tatapan Artan.
Bisa-bisa aku dipecat kalau mengatakan yang sebenarnya, huffftt. batin Johan mengelus dadanya.
Drrrtttt....
Johan merasakan ponselnya yang bergetar di dalam saku jasnya, lantas ia pun mengambil ponselnya itu.
Satu notifikasi pesan dari Reva, Johan tersenyum seraya membuka dan membaca isinya.
"Kenapa kau tersenyum?" tanya Artan kepo melihat Johan cengar-cengir dengan ponselnya sendiri.
"Ini!" Johan menunjukkan ponselnya pada Artan.
Artan melihat si Mak comblang mengirimkan pesan pada Johan, Artan merebut ponsel itu dari tangan Johan.
Reva : pak Jo, besok sudah bisa mulai melakukan kencan pertama untuk teman bapak.
Artan membaca keseluruhan pesan Reva, ia tersenyum senang. Artan melempar ponsel Johan yang langsung di tangkap sang empunya secara sigap.
"Gila lo Tan, main asal lempar ponselku saja. Kalau pecah gimana?" kata Johan marah.
"Nanti beli yang baru lagi, jangan bertingkah kayak orang susah Jo. Kau itu sahabat sekaligus tangan kananku, orang kepercayaan seorang Artan Narendra." sahut Artan enteng.
"Bukan masalah beli barunya Artan, hanya saja kau tidak tahu bagaimana perjuangkan dulu membeli ponsel ini. Ponsel ini sudah sangat lama, aku bahkan tak mempedulikan modelnya yang sudah jadul. Di saat orang lain berbondong-bondong ingin mempunyai ponsel keluaran baru, tapi aku tetap bertahan dengan ponsel ini." jelas Johan agar Artan tak begitu gampangnya meremehkan sesuatu dengan uang.
"Aku terharu mendengarnya."
"Suatu saat kau akan merasakan hal seperti ini, mungkin nanti disaat kau akan merasakan cinta pada kekasih ataupun istrimu kelak. Kau akan tahu bagaimana rasanya—" Artan mengangkat tangannya menyuruh Johan berhenti.
"Baiklah Jo, aku minta maaf."
"Aku tidak marah karena kau yang congkak, hanya saja perkataanmu tadi yang begitu enteng mengatur semuanya dengan uang. Hhh, sudahlah, aku permisi balik ke ruanganku saja." pamit Johan undur diri keluar dari ruangan Artan.
"Dimana wanitanya?" bisik Artan di telinga Reva.Saat ini mereka berdua tengah di cafe yang menjadi tempat janjian bertemu atau tempat kencan Artan dengan salah satu wanita yang menjadi kandidat pertama."Mungkin sebentar lagi dia sampai," sahut Reva yang masih fokus pada layar ponselnya.Artan mendengkus sebal, berapa lama lagi mereka harus menunggu si wanita ini? Sudah cukup lama mereka menunggu, inilah hal yang paling di benci Artan. Satu kata ini yang sangat membosankan, Artan benar-benar sangat benci yang namanya menunggu.Biasanya di kantor ia yang di tunggu-tunggu para bawahannya, dan sekarang untuk hal seperti ini harus ia sendiri yang menunggu.Awas saja kalau wanitanya jelek ataupun tak sesuai kriteria idamanku. Akan ku telan hidup-hidup nih Mak comblang.batin Artan mengomel."Sebentar ya," pamit Reva bangkit berdiri namun tangannya di cekal Artan.
Reva mengumpati layar ponselnya yang menyala, saat ini Johan tengah menghubunginya karena Artan yang meminta. Perasaan Reva mengatakan tak enak hingga ia ragu-ragu untuk mengangkat panggilan telepon dari Johan."Hallo?" sapa Reva akhirnya mengangkat juga panggilan Johan setelah ia berpikir panjang."..........""Apa? K—kenapa bisa pak Jo?" kaget Reva setelah mendengar ucapan Johan di seberang telepon.".............""B—baik, saya akan segera kesana." kata Reva seraya mematikan sambungan telepon."Shittt!" umpat Reva segera bangkit berdiri merapikan pakaian dan penampilannya.Aldi yang sejak tadi duduk di sofa sembari bermain gamesnya pun menoleh ke arah Reva yang tampak panik dan bersiap pergi kembali."Kenapa lo Re? Mau pergi lagi?" tanya Aldi yang langsung di angguki Reva."Iya, gue ada janji temu sama pria
"A—apa pak? Bapak bercanda ya nyuruh saya duduk disitu?" kata Reva berusaha tenang menanggapi Artan yang gila."Siapa yang bilang aku bercanda? Aku serius, dan kemarilah." lagi, Artan menepuk kedua pahanya.Dia gila atau apa? Menyuruhku untuk duduk diatas pangkuannya, benar-benar stress! Pria sakit jiwa!dengkus Reva dalam hatinya."Haha, bapak bisa aja. Itu namanya tindakan tidak sopan pak Artan." kekeh Reva berusaha tetap bersikap manis di depan Artan."Oh, kamu mau aku yang kesitu ya? Baik." Artan bangkit berdiri dari duduknya."Eh, bu—bukan gitu pak." Reva gelagapan melihat reaksi Artan yang kini berjalan mendekatinya. Reva menegakkan badannya dan lebih memilih berdiri. Ia melangkah mundur ke belakang."Lalu, bagaimana maksudmu sekarang ini? Aku menyuruhmu untuk duduk disitu tapi kau tidak mau, dan sekarang aku yang ingin duduk disini kau juga
"Hoaamm," Reva kembali menguap.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya wanita itu menguap karena rasa bosan dan kantuk yang melanda. Bayangkan, hampir sudah tiga jam lamanya Reva duduk di sofa memperhatikan Artan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.Rasanya Reva serba salah dibuat Artan, ia ingin pulang tetapi pria itu melarangnya. Artan menyuruhnya untuk menunggu sampai dirinya selesai pada pekerjaannya. Alhasil, Reva mati kebosanan menunggu Artan sampai selesai."Berapa jam lagi aku harus menunggumu, pak?" tanya Reva dengan mata berair menahan kantuk.Artan menghentikan fokus pada laptopnya, ia melirik ke arah Reva seraya sedikit membetulkan letak kacamatanya yang tampak miring."Kau bertanya sampai kapan menungguku selesai?" Reva mengangguk."Kalau begitu jawabanku, masih lama." kata Artan tersenyum dan kembali fokus pada pekerjaannya."Huaaaa!!!" jerit Reva frustasi. "Kalau begitu biarkan aku pulang wahai bapak Artan Nare
Aku merasakan nyaman dalam tidurku, aku merasa bebas menggeliatkan badanku kesana-kemari. Rasanya sangat empuk, tidak seperti saat di rumahku. Kasur ku saja terasa sangat keras dan sempit untuk ku tiduri sendirian, tidak seperti sofa ini.Sofa?Eh, sebentar! Kenapa rasa sofa ini berbeda sekali saat tadi pertama ku tiduri. Tidak selembut seperti sekarang ini, aneh.Karena rasa penasaranku yang besar, ku buka dengan sangat perlahan sekali kedua mataku. Hal pertama yang ku tangkap setelah aku membuka mataku adalah sebuah ruangan seperti kamar yang sangat indah."Kamar siapa ini?" tanyaku kaget. "Dimana aku ini? Kenapa aku bisa disini?"Ku jelajahi setiap sudut ruangan ini, tapi tetap saja aku merasa asing.Apa aku diculik?Tempat ini terasa aneh dan asing bagiku, kalaupun memang aku sedang diculik, lalu kenapa si penculik itu tidak mengikat tangan dan kaki ku seperti di film-film?Hhh, seketika jiwa-jiwa aktingku meron
"Bang Muis, pesan baksonya dua mangkuk ya." kataku pada bang Muis si penjual bakso langganan ku."Siapp non Reva," jawabnya seperti biasa dengan semangat yang luar biasa.Aku duduk di kursi plastik yang memang di sediakan bang Muis setiap kali ada pembeli yang ingin makan disini. Bang Muis memang biasa mangkal di sekitaran sini, sayangnya satu kesalahan bang Muis yaitu tidak menyediakan tenda untuk para pembeli. Jadi, ketika makan kita akan langsung di suguhkan pemandangan langit di atas.Setiap kali aku ingin makan bakso, maka pelarianku adalah bang Muis. Pria dengan postur tubuh berisi dan tidak terlalu tinggi ini sangat ramah sekali, kulit sawo matang yang hampir mendekati busuk itulah yang semakin menambah daya eksotis dan ciri khasnya.Kata orang, orang hitam itu manis. Ya mungkin itulah sebabnya, hitamnya bang Muis bekerja."Bos, duduk disini." kataku menepuk kursi satu lagi yang ada di sampingku."Tidak ada tempat duduk ya
Haaciimmm.Reva melirik Artan yang terus bersin-bersin sedari tadi."Maafkan aku," ucap Reva merasa tak enak, sebab karena dirinyalah Artan jadi terkena flu.Artan tak menanggapi Reva, ia lebih memilih tetap fokus menyetir menatap jalanan.Reva menggigit bibirnya, merasa tak enak hati pada Artan. Padahal Reva sudah meminta maaf, tetapi Artan sama sekali tak mau menjawabnya."Bos, marah ya?" tanya Reva takut-takut."Tidak!""Terus kenapa diam saja bos? Aku kan udah minta maaf." kata Reva menundukkan kepalanya lesu."Memang kamu salah apa sampai harus minta maaf?" tanya balik Artan."Ya karena aku bos jadi flu gini, kalau saja tadi kita tidak makan bakso di tempat bang Muis, pasti kita gak kejebak hujan kayak gini." Reva menunjuk ke arah bajunya yang basah."Hhh, sudahlah jangan dibahas. Sekarang aku hanya ingin cepat sampai pulang ke rumahku setelah mengantarkanmu pulang." Artan merasakan hawa dingin ya
Johan menyimpan kembali ponselnya setelah selesai mengubungi Reva, ia melompat kegirangan karena berhasil membuat Reva panik saat mendengar kabar jika Artan sedang sakit."Pasti sebentar lagi dia akan datang," tebak Johan tersenyum bahagia.Johan memilih duduk di sofa ruang tamu rumah Artan, mulutnya bersiul gembira karena akan mempertemukan dua sejoli yang kerap kali adu mulut ini.Melihat Artan dan Reva ketika bersama seperti film kartun Tom and Jerry, film kartun kesukaan Johan sampai saat ini.Artan seperti Tom yang selalu gemar mengejar Jerry, dan Reva seperti Jerry yang begitu cerdas mengerjai serta mengelabui Tom.Pikiran Johan terus berputar saat pertemuan Artan dan Reva yang untuk pertama kalinya. Dari awal pertemuan mereka memang sudah terlibat adu mulut, tapi, entah kenapa Johan suka melihat mereka saat bersama.Apa mungkin mereka berjodoh? pikir Johan.Jika ya, maka Johan akan sangat senang sekali. Jika tidak, mungkin mere