Share

Bab 2 Tuan David

"Baik, Tuan!" Judis segera membawa Daniel ke sebuah ruangan. Dia memaksa Daniel untuk segera mengatakan "Di mana tempat tinggal Arani" secara lengkap.

 Setelah itu, Daniel dihajar hingga babak belur oleh dua orang yang tadi membawanya ke rumah Yuan  Louis. Ia dilempar ke jalan dengan darah dan luka di sekujur tubuhnya. Tidak diantar pulang oleh mereka, Daniel tertatih menghentikan taksi yang lewat.

 Melihat kondisi Daniel yang menyedihkan, tidak ada satu taksi pun yang mau berhenti dan membawa Daniel pergi. Mereka takut disalahkan karena membawa seorang penumpang yang penuh luka di tubuhnya.

 Masih untung jika orang itu tidak mati di dalam taksi. Jika mati? Sopir taksilah yang akan disalahkan. 

***

 Di siang hari, Elyana terburu-buru keluar dari dalam rumah Arani sambil menarik kopernya. Ia memegang ponsel dengan tangan bergetar sambil mendengar seseorang berbicara dari seberang telepon.

"Sekarang, aku dirawat di rumah sakit. Tubuhku terluka karena dihajar oleh anak buah asisten pribadi kakekmu! Elyana, maaf, aku bukan teman yang baik, memberitahu tempat tinggal Arani pada mereka. Mungkin saja, sekarang, orang suruhan kakekmu sedang mencarimu di Paris. Kau harus hati-hati. Jaga diri baik-baik. Kau tidak bisa membantumu lagi," ucap Daniel dengan sedikit lemah. Namun juga masih sangat mengkhawatirkan Elyana.

Elyana pun mengerti. Ia menjawab sambil menghentikan taksi di jalan, "Ya, aku tahu! Kau juga, jaga diri baik-baik. Sekarang, aku harus segera pergi sebelum Judis menemukanku!"

"Baiklah! Aku tutup dulu teleponnya, ya! Nanti kuhubungi lagi," tambah Elyana sedikit tergesa-gesa.

 Setelah mendengar jawaban "Ya." dari Daniel, Elyana segera mengakhiri panggilan teleponnya.

 Ketika ponselnya dimasukkan ke dalam saku celana, terdengar suara bunyi benturan yang cukup keras diiringi tubuh Elyana yang tiba-tiba terpental sejauh dua meter ke depan lalu mendarat di tanah.

 "Aaaah!"

"Aaaah!"

"Aaaah!" jerit para pengguna jalan ketika melihat sebuah mobil menabrak trotoar jalan, lalu menabrak seorang wanita.

Mereka segera menghampiri Elyana untuk memastikan keadaanya.

 "Nona! Apa kau baik-baik saja?"

 "Nona, kau tidak apa-apa, kan?"

"Nona, bangunlah!"

 Elyana membuka sedikit mata sambil meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya. Penglihatannya terasa buram dengan bintang-bintang yang terus berputar di atas kepala.

 Orang-orang itu seger membantu Elyana untuk bangun dan duduk di tanah. Kakinya terluka, pakaiannya sangat kotor, kesadarannya mulai menghilang. Itu membuat semua orang menjadi panik. 

"Nona, kau ba—"

 "Kalian semua, minggir!" potong seorang pria tinggi dan gagah berjalan masuk ke dalam kerumunan. Tatapannya sangat tajam melihat semua orang yang sedang berkumpul di sana.

Mereka yang berkerumun segera menyingkir. Aura dari pria itu begitu kuat hingga tidak ada satu orang pun yang berani mendekat lagi.

Pria gagah itu segera berjongkok, melihat Elyana sebentar lalu menggendongnya. Ia segera membawa Elyana masuk ke dalam mobil, satu orang lagi mengambil koper Elyana dan memasukkannya ke dalam bagasi.

 "Bawa wanita ini ke rumah!" ucap pria itu sambil menatap Elyana yang duduk di sampingnya.

 "Apa lebih baik kita pergi ke rumah sakit saja? Kita tidak perlu membawanya ke rumah, Tuan. Siang ini Tuan ada rapat penting, tidak bisa ditund—"

 "Pulang ke rumah! Apa kau tidak bisa lagi mendengar semua perintahku?" sergah pria itu memotong ucapan asistennya. 

Dirinya ingin merawat  wanita ini di rumah. Mengapa asistennya terus membantah?

Melihat ekspresi wajah mengerikan dari tuannya, asisten itu segera mengangguk.

"Ba-baik, Tuan!" Ia tidak berani membantah lagi, segera membawa mobil yang sudah rusak di bagian depan itu menuju rumah tuannya.

Pria itu menghubungi seseorang melalui sambungan telepon. Berbicara dengan singkat lalu menutupnya.

 "Aku sudah menghubungi Felix. Dia akan datang ke rumah dan memeriksa kondisi wanita ini," ucap pria itu pada asistennya.

 "Jika kita tidak merawatnya sampai sembuh, bisa-bisa, wanita ini melaporkan kejadian ini pada polisi dengan tuduhan 'tabrak lagi'. Aku tidak ingin terlibat masalah hukum apapun. Itu terlalu merepotkan untukku," tegasnya lagi dengan mata sesekali melihat wanita di sampingnya yang terlihat sangat lemah. 

 "Ya, Tuan David! Saya mengerti kekhawatiran Anda. Tapi, tidak seharusnya kita membawa wanita ini ke rumah. Kita tidak tahu, wanita ini siapa dan asalnya dari mana? Bisa saja dia seorang buronan polisi. Tadi wanita ini membawa koper yang sangat besar. Tidak menutup kemungkinan, jika saat ini, dia sedang melarikan diri." Asistennya diam sejenak. Lalu melanjutkan ucapannya, "Dan lagi ... kecelakaan tadi karena kecerobohan saya. Tidak seharusnya Anda yang bertanggungjawab dan membawanya ke rumah."

Mendengar semua ucapan asistennya, David hanya mengerutkan kening. Ia menoleh ke samping, melihat wanita lemah ini dengan perasaan tidak tega.

 Walau wanita ini seorang buronan polisi, lalu, apa yang bisa dia lakukan pada David? Secara, David adalah seorang pria tinggi dan gagah. Dan wanita ini ... hanya seorang wanita kecil yang lemah. Tidak mungkin dia berbuat macam-macam pada David.

 "Sekarang, ke rumah saja dulu! Masalah lain, kita bicarakan lagi, nanti!"

 "Baik, Tuan!"

 Mobil melaju dengan cepat menuju rumah David. Setelah sampai di halaman rumah, sudah ada Felix sedang menunggu mereka di depan pintu.

 Melihat David keluar dari dalam mobil membawa seorang wanita, Felix segera datang menghampiri. Mereka jalan bersama masuk ke dalam rumah.

 Dengan panik, Felix bertanya, "Ada apa dengan wanita ini? Mengapa pakaiannya sangat kotor? Tubuhnya penuh luka. Dia juga tidak sadarkan diri! Apa yang kau lakukan padanya?"

 "Diam! Tutup mulutmu!" sergah David dengan cepat. Ia berjalan masuk ke dalam rumah sambil membawa anita itu, lalu naik ke lantai dua, membaringkan Elyana di atas tempat tidur.

 "Periksa wanita ini," ucap David dengan tegas. 

Setelah memastikan Elyana berbaring dengan baik di atas tempat tidur, David pun keluar dari dalam kamarnya. Ia membiarkan Elyana diperiksa oleh Dokter Felix—dokter pribadi sekaligus teman baiknya.

Tidak lama, datang dua orang pelayang wanita sambil membawa handuk dan air hangat—masuk ke dalam kamar. Tidak lupa, pakaian ganti untuk Elyana yang mereka ambil dari dalam kopernya.

Setelah selesai memeriksa Elyana, Felix keluar dari dalam kamar. Ia turun ke lantai bawah, lalu duduk di ruang keluarga bersama David.

"Kondisinya cukup baik. Luka di kakinya pun tidak terlalu parah. Ada lecet di tangan dan bagian tubuh lain, itu tidak masalah. Istirahat dua atau tiga hari, kondisinya akan segera membaik," ucap Felix mencoba menjelaskan pada David. Sahabatnya itu terlihat sangat khawatir pada wanita yang saat ini ada di dalam kamarnya. 

 "Lalu, mengapa dia pingsan? Apa otaknya mengalami cedera?" tanya David tidak mengerti. 

Tadi, setelah tertabrak mobil, wanita itu pingsan. Jika bukan karena ada masalah di kepalanya, lantas, kenapa?

 "Haha .... Kau begitu mengkhawatirkan dia. Apa kau menyukai wanita itu?" ejek Felix pada David. 

Ini pertama kalinya Felix melihat David begitu peduli terhadap seorang wanita. Biasanya, dia selalu bersikap dingin dan acuh pada mahluk yang bernama "Wanita". Tapi sekarang ... David sangat berbeda. 

 "Hey, apa yang kau katakan? Siapa yang menyukai wanita jalanan itu?" David tidak terima dengan tuduhan temannya.

 David menjelaskan, "Tadi, Edwin menabrak wanita itu. Jadi, aku sebagai majikannya harus bertanggungjawab untuk merawat wanita itu sampai sembuh."

 "Hah, Edwin ... yang menabrak?" Felix tersenyum masih dengan penuh ejekan. "Jika dia yang menabrak wanita itu, mengapa tidak dia saja yang merawatnya? Tidak perlu kau yang melakukannya, kan?"

 "Sudahlah!" David bangkit berdiri. Ia tidak ingin melanjutkan percakapan mereka tentang wanita yang saat ini berbaring di atas tempat tidurnya.

 "Sekarang, kau sudah boleh pergi. Nanti, jika ada apa-apa pada wanita itu, aku akan menghubungimu lagi!" ucap David lagi. 

 Lalu ia beranjak pergi menaiki anak tangga, berniat untuk melihat kondisi Elyana.

Terdengar Felix berteriak, "Dia pingsan bukan karena ada masalah di kepala. Tapi ...."

David menghentikan langkah kakinya. Ia menajamkan telinga untuk mendengar ucapan Felix selanjutnya.

"Mungkin dia sedang diet. Di dalam perutnya tidak ada makanan sama sekali. Hanya ada suara gemuruh saja di perutnya! Haha!" 

Ucapan Felix selalu saja penuh ejekkan. Semakin suka melihat reaksi David ketika membicarakan kondisi wanita itu.

 "Aku pergi dulu. Rawat wanita itu baik-baik, jangan sampai dia mati karena kelaparan!" 

Setelah mengatakannya, Felix segera pergi membawa tas hitam di tangannya. Ia keluar dari rumah mewah milik David dengan perasaan senang.

 "Aishh, sial!" umpat David setelah melihat sahabatnya pergi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
budiarti linaa
seru bgt cerita nya next part selanjutnya hehe kepo bgt wkwk......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status