Share

Bab 5 Pelayan Jelek

'Hah, David? Mengapa dia melakukan hal ini?' Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, membuat Elyana semakin bingung.

Tidak ingin membuat pelayan itu kesulitan, Elyana akhirnya mengiyakan.

"Baik, aku akan segera turun!"

Setelah itu, pelayan   pergi meninggalkan Elyana.

Ketika Elyana kembali masuk ke dalam kamar, tiba-tiba terdengar dering ponsel dari atas meja rias. Ia segera mengambil ponsel dan melihat nomor asing di layar ponselnya. Elyana sedikit ragu untuk mengangkatnya.

"Apa ini Kakek? Tapi, semua nomor orang suruhan Kakek dan Judis sudah aku blokir semua. Tidak mungkin mereka menghubungiku lagi." 

Terdiam beberapa saat, dering ponsel itu kembali terdengar.

Tidak mungkin Elyana terus mengabaikan panggilan itu. Dengan penasaran, ia segera menekan tombol hijau pada layar.

 "Halo!" sapanya dengan ragu.

Terdengar suara wanita paruh baya dari seberang telepon, "Apa benar ini dengan Eli?"

'Eli?'

Bahkan, dirinya sudah lupa dengan nama samaran yang ia buat sendiri.

"Iya, saya sendiri!" jawab Elyana—pelan.

 "Apa benar, kau yang mengirim pesan—menawarkan diri menjadi pelayan—pada kami?"

 "Oh, itu! Ya, tadi saya yang mengirim pesan. Apa pekerjaan itu masih ada?" tanya Elyana dengan khawatir, namun juga merasa lega.

Tadi pagi setelah sarapan, Elyana melihat sebuah lowongan pekerjaan menjadi asisten rumah tangga di internet. Ia mengisi data diri dan mengirimnya ke nomor yang tertera di sana. Sekarang, pihak dari sana menghubunginya.

'Apa itu karena aku diterima kerja?' Elyana mulai menebaknya.

 Walau bekerja sebagai pelayan, untuk saat ini, hanya pekerjaan itu yang cocok dengan keadaannya. Elyana tidak punya pilihan lain.

Terdengar wanita paruh baya itu mengiyakan, "Ada! Bagaimana jika sore ini kami jemput?"

 'Hah ... sore ini? Apa itu tidak terlalu cepat?'

 "Bagaimana Eli? Apa kau siap?" tanyanya lagi ketika tidak ada jawaban dari Elyana.

 "Oh, ya! Tentu saja, saya siap!" jawab Elyana dengan segera. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Ia tidak boleh melewatkannya begitu saja.

 "Baik ....  Nanti, saya akan meminta sopir untuk menjemputmu. Di mana alamat rumahmu?"

 "Emh!" Elyana mulai bingung. Ini pertama kalinya ia tinggal di kota Paris, jadi tidak tahu alamat lengkap rumah David.

"Tunggu sebentar!" Elyana berlari keluar kamar. Mencari asisten rumah tangga untuk menanyakan alamat rumah ini.

 Tanpa rasa curiga, asisten rumah tangga itu segera memberitahu alamat secara lengkap pada Elyana.

"Baik, saya sudah mencatatnya. Nanti, ada sopir yang akan menjemputmu," ucap wanita itu pada Elyana.

"Iya, terima kasih, Bu!" balas Elyana dengan rasa hormat.

Setelah itu sambungan telepon terputus.

***

Di kantor perusahaan Demino—sebuah perusahaan otomotif yang menguasai pasar di jalanan Benua Eropa berbasis Wolfsburg—milik keluarga David, Edwin membacakan sebuah laporan tentang bisnis yang baru mereka jalankan di kota lain. Karena minggu kemarin David melewatkan rapat yang sangat penting demi menolong Elyana, jadi, agenda pembukaan cabang itu sedikit terganggu.

 "Tuan, pembukaan acara minggu kemarin cukup bagus. Kita hanya perlu meningkatkan pemasarannya saja di internet. Agar produk kita bisa tercium oleh semua kalangan."

"Oke, kau atur saja semuanya," balas David dengan enteng.  Lalu ia bangkit dari duduknya, mengambil jas yang tergantung di samping, dan segera memakainya.

"Sekarang, aku harus pergi dulu. Masalah kantor, aku percayakan semuanya kepadamu," tambah David lagi setelah dirasa pakaiannya rapi.

"Aku harus pergi ke luar dulu!" ucap David sambil berjalan menuju pintu keluar, melewati asistennya yang masih berdiri di depan meja.

Melihat tuannya pergi, Edwin segera bertanya, "Anda mau pergi ke mana, Tuan? Maukah saya antar?"

Edwin merasa heran, sore-sore seperti ini, tuannya mau pergi ke mana?

"Biar saya mengantar Anda, Tuan!" ucap Edwin lagi. Ia bersiap mengikuti langkah tuannya pergi keluar. 

 Edwin tidak bisa membiarkan tuannya mengendari mobilnya sendiri. Karena itu tidak pernah terjadi. Biasanya, David selalu diantar dan dikawal oleh Edwin dan beberapa orang "Bodyguard" ke manapun dia pergi. Tapi sekarang ....

Terdengar David menolak, "Tidak perlu! Sendiri saja. Aku ingin mencari tempat yang bagus untuk acara nanti malam."

"Sudahlah, aku pergi dulu!" ucapnya lagi. Lalu David benar-benar pergi.

Edwin terdiam. Tidak lagi mengikuti David, karena tuannya itu menolak. 

 "Kenapa Tuan tidak mencari tempat makan yang bagus dari internet saja? Tidak perlu membuang-buang waktu berkeliling untuk mencarinya sendiri, kan? Sejak kapan Tuan David menjadi bodoh seperti ini?" gumam Edwin dengan perasaan aneh. Ia tidak mengerti dengan pola pikir tuannya—mempersulit hal yang jelas-jelas sangat mudah.

Di sore hari, ketika David sudah kembali ke rumah, ia mendapati rumahnya sepi. Kamarnya pun terasa dingin, seolah tidak ada kehidupan di sana. Ia mencari ke setiap sudut rumah besar itu, namun, Elyana tidak ada.

"Di mana gadis itu?"

 Dengan langkah cepat, David menuruni anak tangga. Ketika sudah tiba di lantai satu, ia bertanya pada pelayan tentang keberadaan Elyana.

"Di mana Nona?"

 "Maaf, Tuan! Nona baru saja pergi!" Jawa pelayan itu dengan sopan. 

 "Apa? Pergi? Pergi ke mana, maksudmu?" sergah David dengan perasaan tidak tenang.

"Maaf, Tuan! Saya kurang tahu. Tapi sebelumnya, Nona menanyakan alamat rumah ini. Baru saja seseorang menjemputnya!"

"Apa? Dijemput? Menanyakan alamat rumah?" David terkejut mendengarnya. 

'Untuk apa Elyana menanyakan alamat rumah?' tanya David pada dirinya sendiri.

Lalu David bertanya pada pelayannya, "Siapa yang menjemput Nona? Pria atau wanita?"

Pelayan itu terlihat sangat gugup. Ia bisa merasakan emosi David ketika mengetahui Elyana sudah pergi.

 "Cepat katakan!" bentak David. Merasa kesal dengan kelambatan pelayannya. "Pria atau wanita?"

"Seorang pria, Tuan! Sebelum pergi, Nona meminta pakaian dari tukang kebun," jawab pelayannya dengan cepat. Pelayan itu takut,   tuannya akan  marah lebih dari ini jika  tidak segera menjawab.

"Apa? Meminta pakaian  dari Pak Min?"  tanya David, semakin tidak mengerti. 

Padahal, jika Elyana menginginkan pakaian pria, dia bisa mengambilnya dari  lemari David. 'Mengapa harus  memintanya pada tukang kebun?'

 'Apa pakaian itu untuk pria yang menjemputnya?' tebak David dalam hati. Ia merasa marah, juga kesal jika sampai itu benar. 

 "Aish, sial!"

Tanpa bertanya lagi, David segera berlari keluar. Ia masuk ke dalam mobil, lalu menginjak pedal gas dengan kuat.

David pergi mengendarai mobilnya dengan cepat, menyusuri setiap sudut kota itu dengan perasaan yang benar-benar sangat kesal. 

***

Satu hari telah berlalu. Elyana dengan rambut yang digulung ke atas, wajah yang terlihat sangat kusam dan tahi lalat besar di pipinya, mengenakan pakaian lusuh—kaos oblong besar dan celana panjang—berdiri di ruang makan majikannya.

 Ini adalah hari pertama dirinya bekerja di rumah keluarga Alex Danu. Elyana harus memperkenalkan diri di depan semua orang atas perintah Bu Meri.

"Selamat pagi, semua! Perkenalkan, nama saya Eli dari Kota Lyon. Saya sengaja datang ke kota ini untuk mencari pekerjaan. Bekerja, selain ingin mendapatkan uang, juga karena tidak punya tempat tinggal dan tidak punya makanan," ucap Elyana dengan polos. Ia menundukkan kepala seolah malu dengan keadaan dirinya sendiri.

Terdengar cibiran dari seorang wanita yang duduk di meja makan, "Aish, pantas saja lusuh seperti ini. Ternyata, dia datang dari kota Lyon! Apa kau tinggal di pelosok kota itu? Sungguh sangat menyedihkan!"

 "Husss! Isabel ... jaga ucapanmu!" sergah Alex pada putri tunggalnya. "Dia, di sini, hanya untuk bekerja. Bukan untuk menjadi model. Lebih baik, kau cari pakaian yang sudah tidak terpakai untuk Eli. Tubuh kalian sama-sama kurus. Pakaianmu pasti cukup di tubuh Eli."

"Mau, kan, Eli?" tanya Alex pada Elyana. Ia tidak terlalu menyukai pakaian yang dikenakan oleh pelayannya saat ini. 

Terlihat seperti gembel dari jalan.

Elyana tersenyum. "Tidak apa-apa, Tuan! Nanti, saya akan memakai segaram pelayan."

Walau wajah dan penampilan Elyana terlihat sangat lusuh, namun, senyumannya terlihat sangat manis. 

Dari ruang keluarga, tiba-tiba datang seorang pria sambil memegang ponselnya.

 "Tuan ... Tuan! Tadi, ada telepon dari keluarga Demino," seru asisten pribadi Alex dengan tergesa-gesa. Ia menghampiri Alex dan berdiri di sampingnya.

"Tuan Besar Demino mengatakan, putranya sudah setuju dengan perjodohan itu," ucapnya lagi pada Alex.

Berita itu membuat semua orang terkejut. Tidak terkecuali dengan Alex.

 "Apa katamu, tadi? Tuan Muda setuju dengan perjodohan ini? Bukankah sebelumnya pria itu selalu menolak?" Alex merasa ini sebuah mimpi, juga sangat bahagia dengan kabar baik ini.

"Mengapa sekarang pria itu setuju untuk menikah?" tanya Alex dengan ragu. 

Ia berpikir sejenak. "Apa mungkin, dia baru menyadari, betapa menariknya putri kami—Isabel!" tebak Alex dengan bangga. Senyum penuh kemenangan tidak pernah menghilang dari wajahnya. 

 "Tentu saja itu benar!" Istrinya—Nosy—mengiyakan. Juga sangat senang dengan kabar baik ini.

 Padahal, selama ini, ketika Alex dan Tuan Demino ingin menjodohkan anak mereka, pria itu selalu menolak. Dia beralasan "Masih ingin sendiri.". Tapi sekarang, pria itu berubah pikiran.

 Seolah ada keajaiban datang menghampiri keluarga Alex yang sedang terlilit utang pada perusahaan Demino, semuanya menjadi sangat mudah dengan bersedianya pria itu menikahi Isabel.

 Alex berkata pada Fans—asisten pribadinya, "Atur pertemuan kita dengan Tuan Besar Demino. Lebih cepat, itu akan lebih baik."

 "Baik, Tuan!"

***

Satu bulan telah berlalu. Hari ini adalah hari di mana Isabel—anak sang majikan—akan melangsungkan  pernikahan dengan seorang pria dari keluarga Demino. Semua anggota keluarga pun sudah berkumpul di aula hotel bintang lima untuk menyaksikan bersatunya kedua insan manusia ini yang belum pernah dipertemukan sebelumnya. Dekorasi mewah terpasang sangat indah di aula gedung hotel—tempat pesta berlangsung—dengan cahaya lampu putih terang menyala di setiap sudut ruangan.

 Sekarang, hanya tinggal menunggu mempelai wanita selesai memakai gaun pengantin, acara pun akan segera dimulai.

Di kamar hotel, Elyana menarik resleting gaun pengantin Isabel yang ada di bagian belakang, hingga gaun mewah itu terpasang sempurna di tubuh Isabel. Setelah itu, Elyana mundur dua langkah untuk melihat seluruh penampilannya.

Elyana memicingkan mata untuk menatap setiap sudut tubuh ramping Isabel dari atas hingga ke bawah. Dirasa cukup baik, Elyana mengacungkan kedua jempolnya ke atas.

 Dengan penuh kekaguman, ia berkata pada Isabel, "Sempurna, Nona!"

 Mendapat dua acungan jempol dari pelayannya, Isabel sama sekali tidak terlihat bahagia. Hanya menoleh sedikit ke arah Elyana tanpa merespon apapun. Lalu Isabel melangkahkan kakinya ke depan cermin untuk melihat seluruh penampilannya.

Tampak di depannya tubuh ramping dibalut dengan gaun pengantin panjang—memiliki belahan dada yang sangat rendah—sedang berdiri di depan cermin. Dari wajah cantik itu, tidak nampak kebahagiaan sama sekali. Yang ada hanya wajah cemberut penuh dengan ketidak puasan.

 "Eli, bisakah aku meminta bantuanmu?" ucap Isabel tiba-tiba. Lalu memutar badan untuk menghadap ke arah Elyana.

Di dalam kamar itu hanya ada mereka berdua. Isabel tidak mengizinkan orang lain menemaninya selain Elyana. Itu karena, menurutnya, terlalu banyak orang di dalam kamar akan membuat dirinya semakin gugup menghadapi pernikahan ini.

"Eli, bisa kau pergi keluar untuk memanggil ibuku? Ada sesuatu hal yang ingin aku bicarakan dengannya," ucap Isabel lagi dengan tatapan lembut penuh permohonan. Berharap Elyana mau mendengar permintaannya. 

"Maaf, Nona!" Elyana membungkuk hormat sebelum melanjutkan ucapannya. "Sesuai perintah dari Tuan, saya tidak boleh meninggalkan Anda sendirian, apapun alasannya!"

 "Jika Anda ingin memanggil Nyonya, saya bisa menghubunginya melalui sambungan telepon," ucap Elyana lagi. Lalu, ia mengambil ponsel dari dalam tas kecilnya. Berniat untuk menghubungi  Nosy—majikannya.

 "Ayolah, Eli! Aku mohon, panggil ibuku kemari. Aku hanya ingin berbicara dengannya secara langsung, tidak ingin melalui sambungan telepon. Masa, itu saja tidak boleh?" pinta Isabel lagi masih dengan lembut. Berharap, Elyana segera pergi keluar kamar untuk mencari ibunya.

 "Maaf, Nona! Saya tidak ingin membantah perintah Tuan. Lebih baik, berbicara di telepon saja. Itu lebih aman, bagi saya juga bagi Anda juga." Elyana tetap tidak bersedia pergi keluar untuk mencari Nyonya Nosy. Karena ia tidak boleh meninggalkan Isabel sendiri. 

Elyana masih memegang ponselnya. Ia mulai mencari kontak majikan wanita yang sudah disimpannya untuk melakukan panggilan.

 Melihat pelayannya membantah perintah, Isabel pun merasa kesal. Padahal tadi, dirinya sudah sangat merendah di depan pelayan jelek itu. Dan sekarang,  pelayan itu malah tidak mau mendengar permintaan Isabel. 

"Eli, kau berani membantah perintahku?" tanya Isabel dengan tatapan tajam. Ia menghampiri Elyana sambil mengangkat gaun pengantin yang terasa berat di tubuhnya.

"Kau hanya pembantuku," ejeknya dengan nada tidak puas. "Itu artinya, kau ... harus menuruti semua perintahku! Tidak ada hak untuk menolak, atau bahkan memberikan saran kepadaku!"

Selama satu bulan ini, karena Elyana tidak bisa bekerja di dapur dan selalu membuat kekacauan dengan memecahkan gelas dan juga piring, Alex segera meminta gadis itu untuk menjadi pelayan Isabel seorang. Elyana hanya menjadi pelayan Isabel, tidak perlu lagi bekerja di dapur dan beres-beres rumah.

Dan sekarang, Elyana berani membantah perintah Isabel?

 'Cari mati!'

"Sini!" Isabel merebut ponsel yang ada di tangan Elyana, membantingnya ke lantai dengan satu gerakan.

Suara nyaring dari ponsel yang dibanting seketika terdengar diiringi suara teriakan, "Cepat, pergi dan cari ibuku! Apa kau tidak bisa mendengar perintahku, gadis jelek?"

Tidak ada lagi tatapan lembut seperti yang tadi Isabel tunjukkan ketika meminta Elyana untuk memanggil ibunya. Sekarang, yang ada hanya tatapan penuh kebencian dan rasa jijik melihat penampilan Elyana yang mengenakan "Gaun bekas" milik dirinya.

Elyana kembali tidak mendengar ucapan Isabel. Matanya tertuju pada ponsel kesayangannya yang sudah pecah di lantai karena ulah Isabel. Seketika, amarah dalam diri Elyana muncul keluar. Kedua tangannya terkepal erat, bola matanya menatap Isabel dengan marah.

"Nona Isabel! Kau berani menghancurkan ponselku?" sergah Elyana tidak terima. Ia mengeratkan gigi, menahan amarahnya pada Isabel.

"Kau ..." panggil Elyana sambil menunjuk Isabel dengan jarinya. "Jangan mentang-mentang aku ini adalah pelayanmu, kau berani berbuat seenaknya terhadapku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status