Share

Bab 8 Berakhir dengan Kesedihan

"Sudah! Tuh, lihatlah!" ucap Felix sambil mengarahkan ponselnya ke wajah Edwin. Jarak dari ponsel ke wajah Edwin sangatlah dekat, hingga pria itu mundur ke belakang untuk menghindar.

 "Ya, Tuan! Tapi maaf, singkirkan ponselnya dari wajah saya!" Edwin memiringkan tubuhnya ke belakang, menghindari tangan Felix yang semakin lama semakin mendekat.

"Aku hanya khawatir, kau tidak bisa melihatnya dengan jelas. Coba, lihat satu kali lagi. Kelihatan atau tidak?" Felix masih mempermainkannya. Membuat Edwin semakin memiringkan tubuhnya ke belakang.

 "I-iya, Tu-Tuan! Saya sudah melihatnya. Ahhhhh—"

Tiba-tiba, terdengar suara gaduh diiringi tubuh Edwin yang terjungkal ke belakang bersama dengan kursi duduknya. Semua orang segera menoleh untuk melihat keributan itu.

Edwin berbaring di lantai dengan kaki yang mengacung ke atas, karena kursinya masih diduduki. Ia segera menatap kiri dan kanan, melihat semua orang sedang memperhatikan dirinya.

 "Awh, Tuan Felix, bantu saya untuk bangun!" pinta Edwin dengan suara pela. Ia mengulurkan tangannya pada Felix. Berharap sahabat tuannya itu mau membantu dirinya untuk bangun.

Bukan hanya karena rasa sakit saja yang membuat Edwin tidak bisa bangun sendiri, tapi juga karena rasa malu karena dilihat oleh semua orang.

Felix tertawa samar, lalu mengulurkan tangan untuk menarik tangan Edwin.

'Tuan Felix, apa kau sengaja, ingin membuat saya malu?' Senyuman itu, Edwin bisa melihatnya.

Dengan menahan rasa malu, Edwin kembali duduk di samping Felix. Menebalkan muka—tetap berada di sana—demi mengawasi istri majikannya agar tidak kabur lagi.

***

Hari sudah mulai gelap, acara pernikahan pun sudah selesai digelar. Semua tamu undangan dan para kerabat sudah meninggalkan tempat acara, tidak terkecuali dengan sang mempelai wanita.

Elyana diantar oleh pelayan—dari keluarga Demino—menuju kamar hotel yang ada di lantai paling atas. Kamar itu adalah kamar terbaik yang sengaja dipersiapkan oleh pihak keluarga pria untuk kamar pengantin mereka.

 "Selamat beristirahat, Nona!" ucap pelayan itu sopan ketika sudah sampai di depan pintu kamar. 

Elyana pun masuk ke dalam kamar, lalu menatap pelayan itu.

Sebelum pelayan itu pergi, Elyana menahannya. "Tunggu sebentar! Di mana barang-barangku?"

Pakaian ganti miliknya masih ada di kamar lain, ponsel yang rusak pun masih tertinggal di sana.

Jika di sini tidak ada pakaian ganti, bagaimana Elyana mengganti pakaiannya?

 'Tidak mungkin selamanya memakai gaun pengantin ini, kan?'

 "Semua barang Anda sudah ada di dalam kamar, Nona! Kami pun sudah menyiapkan pakaian tidur, pakaian dalam, dan pakaian untuk besok pulang!" jawab pelayan itu masih dengan sopannya.

 "Besok siang ada sopir yang akan menjemput Anda untuk pulang ke rumah! Jadi sekarang, istirahatlah dulu."

 'Apa ... dijemput? Mereka mau membawaku ke mana? Bukankah David tidak menginginkan istrinya lagi? Mengapa aku harus mengikuti mereka pergi?'

Elyana tidak akan pernah lupa dengan rasa malunya hari ini. Di depan semua orang, suaminya meninggalkan dirinya sendirian di acara pernikahan.

 'Jika tahu akan terjebak pernikahan dengan pria asing, lebih baik, aku tetap berada di rumah dan menerima perjodohan dari Kakek! Selain hidupku aman, juga, aku bisa menerima setengah dari harta peninggalan Papa!'

 Mengingat tentang papanya yang sudah meninggal, Elyana jadi sedih.

"Baiklah, aku istirahat dulu!" ucap Elyana pada pelayan itu. Ia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya pada pelayanan asing itu.

Setelah itu, Elyana menutup pintu kamar dengan pelan.

Di dalam kamar yang sangat mewah, Elyana bersandar di pintu dengan perasaan terluka.

Bagaimana bisa, hidupnya berakhir seperti ini? Terjebak di tempat asing, dan di dalam tekanan orang lain. Ia terpaksa menikah dan menerima uang satu juta dolar demi menyelamatkan keluarga orang lain.

Seketika tangisannya pecah, tubuhnya ambruk di lantai.  Ia sudah tidak ada kekuatan untuk berdiri  lagi.

"Mengapa nasibku berubah dalam satu hari? Apa yang aku lakukan sekarang? Bahkan, aku menghancurkan hidupku sendiri!"

Kemarin siang, dirinya masih Nona Elyana yang menyamar menjadi seorang pembatu. Dan sekarang, dirinya sudah berubah status menjadi istri orang lain.

"Kakek, apa ini adalah karma karena aku membantah perintahmu?"

Elyana menunduk dan terus menangis.

Walau bagaimanapun, tindakannya kabur dari rumah dan membantah perintah orang tua, itu adalah hal yang salah. Tidak seharusnya seorang anak membatah perintah orang tua—termasuk seorang kakek—demi keegoisannya sendiri.

Pada akhirnya, itu akan berakhir dengan kesedihan.

***

Di malam hari, David sudah tiba di rumahnya dengan keadaan berantakan. Jas di tubuhnya sudah dilepas, dasi yang melingkar di lehernya masih terpasang namun ia longgarkan sampai bawah, dua butir kancing atas sudah tidak ada lagi di tempatnya, menghilang entah ke mana. Tuan Muda David yang selalu mempedulikan penampilan, kini terlihat sangat menyedihkan.

"Selamat malam, Tuan!" sapa pelayan di rumah itu ketika melihat David masuk ke dalam rumah. Ia mengambil jas di tangan tuannya, lalu membawakan sandal ganti.

"Mau disiapkan makanan, Tuan?" tanya pelayan dengan hati-hati, takut tuannya akan marah.

"Tidak perlu. Jangan ganggu aku!" jawab David dengan napas yang sedikit tercium bau alkohol.

Lalu, ia berjalan  ke dalam rumah, naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Tidak mempedulikan pelayan yang ingin melayani dirinya.

 Tiba di dalam kamar, David segera melepas semua pakaiannya, membiarkan semuanya berserakan di lantai, termasuk ponsel yang terjatuh dari saku celananya. Ia tidak memperdulikan apapun lagi, segera pergi ke kamar mandi, membersihan seluruh tubuhnya yang terasa lengket dan bau.

Waktu berlalu cukup lama, David keluar dari kamar mandi tepat jam dua belas malam. Setelah merilekskan diri dengan berendam air hangat selama satu jam di dalam kamar mandi, emosinya sudah kembali tenang. Pikirannya pun tidak serumit tadi siang. Ia menyadari, apa yang dilakukannya hari ini sungguh sangat konyol.

 'Pergi ke klub malam, menghabiskan waktu dengan minum-minum ditemani para gadis cantik!'

Untung saja, David masih bisa mengendalikan dirinya. Segera pulang ketika para gadis cantik itu mulai menggodanya. Jika tidak, entah apa yang selanjutnya akan terjadi.

Ketika David berjalan masuk ke dalam kamar, ia melihat sebuah ponsel yang amat menyedihkan tergeletak di lantai bersama dengan pakaian yang berserakan. Ia segera mengambil ponsel itu, lalu diaktifkan kembali.

 Sambil menunggu ponselnya menyala, David segera memakai pakaian tidur, lalu menyisir rambut bergaya "Undercut" dengan panjang rambut medium. Rambut yang masih basah disisir ke samping membuatnya terlihat sangat keren.

 Setelah selesai berpakaian, David melihat ponselnya sudah menyala. Di layar ponsel itu ada sebuah pesan berupa foto dari Felix. Ada juga beberapa pesan singkat.

 "Mau apa lagi dia? Terus saja menggangguku!" David masih saja merasa Felix mengganggunya. Tidak menyadari, bahwa Felix sebenarnya akan memberinya sebuah informasi yang sangat penting.

David membuka pesan gambar dari Felix lalu melihatnya. Ketika foto dibuka, alangkah terkejutnya ia ketika melihat siapa yang ada di dalam foto tersebut.

Sebuah foto pengantin perempuan di acara pernikahan tadi siang.

 "Elyana?"

David segera membaca pesan singkat dari Felix. Pesan itu berbunyi, [Bukankah istrimu ini adalah Elyana, Wanita jalanan yang selama ini kau cari? Mengapa kau tega meninggalkan Elyana sendirian di acara pernikahan? Aku bisa membayangkan, bagaimana nanti Elyana membencimu karena kau telah mengabaikannya! Haha!]

 Ternyata, pesan singkat yang dikirim Felix itu adalah sebuah ejekan.

"Apa dia sudah bosan hidup?" David mendengus kesal sambil mengeratkan gigi.

 'Tapi, bagaimana bisa wanita ini adalah Elyana yang sama?'

Padahal, tadi, David sempat mengira bahwa wanita yang dinikahinya adalah Elyana yang berbeda. Ternyata ....

"Aisshh, sial!"

Tanpa membuang waktunya lagi, David segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia mengambil kunci mobil dan pergi mengendarai mobilnya menuju hotel. 

 Di dalam mobil, David menghubungi Edwin untuk memastikan semua ini. Setelah teleponnya terhubung, Asisten Edwin menceritakan semuanya pada David. Itu membuat David sangat kesal. 

"Aish, brengsek! Mengapa kau tidak memberitahuku? Apa kau sudah bosan hidup, hah?" tanya David dengan marah ketika mendengar Elyana adalah mempelai wanitanya. 

"Maaf, Tuan! Anda-lah yang tidak bisa saya hubung—" Belum sempat Edwin menyelesaikan ucapannya, David segera memotong, membuat Edwin tidak bisa berkata lagi.

"Sekarang kau menyalahkan aku? Kau saja yang tidak becus menjadi asisten pribadiku! Apa kau sudah bosen bekerja denganku?"

"Sekarang, cepat katakan, di kamar nomor berapa Elyana menginap?" tanya David dengan tidak sabar. Ia masih mengendarai mobilnya menuju hotel. 

David tahu, ayahnya sudah menyiapkan kamar pengantin untuknya dan wanita itu. Tapi, karena David tidak perduli, jadi dia mengabaikan tentang hal itu. Dan sekarang, dia ingin segera tiba di kamar pengantinnya.

Apa ini tidak terlihat aneh? 

Terdengar Edwin menjawab dengan gugup, "Maaf, Tu-Tuan! Nona Elyana baru saja pergi meninggalkan kamar hotel."

"Apa??? Pergi? Pergi ke mana dia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status