"Sudah! Tuh, lihatlah!" ucap Felix sambil mengarahkan ponselnya ke wajah Edwin. Jarak dari ponsel ke wajah Edwin sangatlah dekat, hingga pria itu mundur ke belakang untuk menghindar.
"Ya, Tuan! Tapi maaf, singkirkan ponselnya dari wajah saya!" Edwin memiringkan tubuhnya ke belakang, menghindari tangan Felix yang semakin lama semakin mendekat.
"Aku hanya khawatir, kau tidak bisa melihatnya dengan jelas. Coba, lihat satu kali lagi. Kelihatan atau tidak?" Felix masih mempermainkannya. Membuat Edwin semakin memiringkan tubuhnya ke belakang.
"I-iya, Tu-Tuan! Saya sudah melihatnya. Ahhhhh—"
Tiba-tiba, terdengar suara gaduh diiringi tubuh Edwin yang terjungkal ke belakang bersama dengan kursi duduknya. Semua orang segera menoleh untuk melihat keributan itu.
Edwin berbaring di lantai dengan kaki yang mengacung ke atas, karena kursinya masih diduduki. Ia segera menatap kiri dan kanan, melihat semua orang sedang memperhatikan dirinya.
"Awh, Tuan Felix, bantu saya untuk bangun!" pinta Edwin dengan suara pela. Ia mengulurkan tangannya pada Felix. Berharap sahabat tuannya itu mau membantu dirinya untuk bangun.
Bukan hanya karena rasa sakit saja yang membuat Edwin tidak bisa bangun sendiri, tapi juga karena rasa malu karena dilihat oleh semua orang.
Felix tertawa samar, lalu mengulurkan tangan untuk menarik tangan Edwin.
'Tuan Felix, apa kau sengaja, ingin membuat saya malu?' Senyuman itu, Edwin bisa melihatnya.
Dengan menahan rasa malu, Edwin kembali duduk di samping Felix. Menebalkan muka—tetap berada di sana—demi mengawasi istri majikannya agar tidak kabur lagi.
***
Hari sudah mulai gelap, acara pernikahan pun sudah selesai digelar. Semua tamu undangan dan para kerabat sudah meninggalkan tempat acara, tidak terkecuali dengan sang mempelai wanita.
Elyana diantar oleh pelayan—dari keluarga Demino—menuju kamar hotel yang ada di lantai paling atas. Kamar itu adalah kamar terbaik yang sengaja dipersiapkan oleh pihak keluarga pria untuk kamar pengantin mereka.
"Selamat beristirahat, Nona!" ucap pelayan itu sopan ketika sudah sampai di depan pintu kamar.
Elyana pun masuk ke dalam kamar, lalu menatap pelayan itu.
Sebelum pelayan itu pergi, Elyana menahannya. "Tunggu sebentar! Di mana barang-barangku?"
Pakaian ganti miliknya masih ada di kamar lain, ponsel yang rusak pun masih tertinggal di sana.
Jika di sini tidak ada pakaian ganti, bagaimana Elyana mengganti pakaiannya?
'Tidak mungkin selamanya memakai gaun pengantin ini, kan?'
"Semua barang Anda sudah ada di dalam kamar, Nona! Kami pun sudah menyiapkan pakaian tidur, pakaian dalam, dan pakaian untuk besok pulang!" jawab pelayan itu masih dengan sopannya.
"Besok siang ada sopir yang akan menjemput Anda untuk pulang ke rumah! Jadi sekarang, istirahatlah dulu."
'Apa ... dijemput? Mereka mau membawaku ke mana? Bukankah David tidak menginginkan istrinya lagi? Mengapa aku harus mengikuti mereka pergi?'
Elyana tidak akan pernah lupa dengan rasa malunya hari ini. Di depan semua orang, suaminya meninggalkan dirinya sendirian di acara pernikahan.
'Jika tahu akan terjebak pernikahan dengan pria asing, lebih baik, aku tetap berada di rumah dan menerima perjodohan dari Kakek! Selain hidupku aman, juga, aku bisa menerima setengah dari harta peninggalan Papa!'
Mengingat tentang papanya yang sudah meninggal, Elyana jadi sedih.
"Baiklah, aku istirahat dulu!" ucap Elyana pada pelayan itu. Ia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya pada pelayanan asing itu.
Setelah itu, Elyana menutup pintu kamar dengan pelan.
Di dalam kamar yang sangat mewah, Elyana bersandar di pintu dengan perasaan terluka.
Bagaimana bisa, hidupnya berakhir seperti ini? Terjebak di tempat asing, dan di dalam tekanan orang lain. Ia terpaksa menikah dan menerima uang satu juta dolar demi menyelamatkan keluarga orang lain.
Seketika tangisannya pecah, tubuhnya ambruk di lantai. Ia sudah tidak ada kekuatan untuk berdiri lagi.
"Mengapa nasibku berubah dalam satu hari? Apa yang aku lakukan sekarang? Bahkan, aku menghancurkan hidupku sendiri!"
Kemarin siang, dirinya masih Nona Elyana yang menyamar menjadi seorang pembatu. Dan sekarang, dirinya sudah berubah status menjadi istri orang lain.
"Kakek, apa ini adalah karma karena aku membantah perintahmu?"
Elyana menunduk dan terus menangis.
Walau bagaimanapun, tindakannya kabur dari rumah dan membantah perintah orang tua, itu adalah hal yang salah. Tidak seharusnya seorang anak membatah perintah orang tua—termasuk seorang kakek—demi keegoisannya sendiri.
Pada akhirnya, itu akan berakhir dengan kesedihan.
***
Di malam hari, David sudah tiba di rumahnya dengan keadaan berantakan. Jas di tubuhnya sudah dilepas, dasi yang melingkar di lehernya masih terpasang namun ia longgarkan sampai bawah, dua butir kancing atas sudah tidak ada lagi di tempatnya, menghilang entah ke mana. Tuan Muda David yang selalu mempedulikan penampilan, kini terlihat sangat menyedihkan.
"Selamat malam, Tuan!" sapa pelayan di rumah itu ketika melihat David masuk ke dalam rumah. Ia mengambil jas di tangan tuannya, lalu membawakan sandal ganti.
"Mau disiapkan makanan, Tuan?" tanya pelayan dengan hati-hati, takut tuannya akan marah.
"Tidak perlu. Jangan ganggu aku!" jawab David dengan napas yang sedikit tercium bau alkohol.
Lalu, ia berjalan ke dalam rumah, naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Tidak mempedulikan pelayan yang ingin melayani dirinya.
Tiba di dalam kamar, David segera melepas semua pakaiannya, membiarkan semuanya berserakan di lantai, termasuk ponsel yang terjatuh dari saku celananya. Ia tidak memperdulikan apapun lagi, segera pergi ke kamar mandi, membersihan seluruh tubuhnya yang terasa lengket dan bau.
Waktu berlalu cukup lama, David keluar dari kamar mandi tepat jam dua belas malam. Setelah merilekskan diri dengan berendam air hangat selama satu jam di dalam kamar mandi, emosinya sudah kembali tenang. Pikirannya pun tidak serumit tadi siang. Ia menyadari, apa yang dilakukannya hari ini sungguh sangat konyol.
'Pergi ke klub malam, menghabiskan waktu dengan minum-minum ditemani para gadis cantik!'
Untung saja, David masih bisa mengendalikan dirinya. Segera pulang ketika para gadis cantik itu mulai menggodanya. Jika tidak, entah apa yang selanjutnya akan terjadi.
Ketika David berjalan masuk ke dalam kamar, ia melihat sebuah ponsel yang amat menyedihkan tergeletak di lantai bersama dengan pakaian yang berserakan. Ia segera mengambil ponsel itu, lalu diaktifkan kembali.
Sambil menunggu ponselnya menyala, David segera memakai pakaian tidur, lalu menyisir rambut bergaya "Undercut" dengan panjang rambut medium. Rambut yang masih basah disisir ke samping membuatnya terlihat sangat keren.
Setelah selesai berpakaian, David melihat ponselnya sudah menyala. Di layar ponsel itu ada sebuah pesan berupa foto dari Felix. Ada juga beberapa pesan singkat.
"Mau apa lagi dia? Terus saja menggangguku!" David masih saja merasa Felix mengganggunya. Tidak menyadari, bahwa Felix sebenarnya akan memberinya sebuah informasi yang sangat penting.
David membuka pesan gambar dari Felix lalu melihatnya. Ketika foto dibuka, alangkah terkejutnya ia ketika melihat siapa yang ada di dalam foto tersebut.
Sebuah foto pengantin perempuan di acara pernikahan tadi siang.
"Elyana?"
David segera membaca pesan singkat dari Felix. Pesan itu berbunyi, [Bukankah istrimu ini adalah Elyana, Wanita jalanan yang selama ini kau cari? Mengapa kau tega meninggalkan Elyana sendirian di acara pernikahan? Aku bisa membayangkan, bagaimana nanti Elyana membencimu karena kau telah mengabaikannya! Haha!]
Ternyata, pesan singkat yang dikirim Felix itu adalah sebuah ejekan.
"Apa dia sudah bosan hidup?" David mendengus kesal sambil mengeratkan gigi.
'Tapi, bagaimana bisa wanita ini adalah Elyana yang sama?'
Padahal, tadi, David sempat mengira bahwa wanita yang dinikahinya adalah Elyana yang berbeda. Ternyata ....
"Aisshh, sial!"
Tanpa membuang waktunya lagi, David segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia mengambil kunci mobil dan pergi mengendarai mobilnya menuju hotel.
Di dalam mobil, David menghubungi Edwin untuk memastikan semua ini. Setelah teleponnya terhubung, Asisten Edwin menceritakan semuanya pada David. Itu membuat David sangat kesal.
"Aish, brengsek! Mengapa kau tidak memberitahuku? Apa kau sudah bosan hidup, hah?" tanya David dengan marah ketika mendengar Elyana adalah mempelai wanitanya.
"Maaf, Tuan! Anda-lah yang tidak bisa saya hubung—" Belum sempat Edwin menyelesaikan ucapannya, David segera memotong, membuat Edwin tidak bisa berkata lagi.
"Sekarang kau menyalahkan aku? Kau saja yang tidak becus menjadi asisten pribadiku! Apa kau sudah bosen bekerja denganku?"
"Sekarang, cepat katakan, di kamar nomor berapa Elyana menginap?" tanya David dengan tidak sabar. Ia masih mengendarai mobilnya menuju hotel.
David tahu, ayahnya sudah menyiapkan kamar pengantin untuknya dan wanita itu. Tapi, karena David tidak perduli, jadi dia mengabaikan tentang hal itu. Dan sekarang, dia ingin segera tiba di kamar pengantinnya.
Apa ini tidak terlihat aneh?
Terdengar Edwin menjawab dengan gugup, "Maaf, Tu-Tuan! Nona Elyana baru saja pergi meninggalkan kamar hotel."
"Apa??? Pergi? Pergi ke mana dia?"
"Pergi ke mana, Elyana?" tanya David dengan perasaan tidak enak. Ia khawatir akan kehilangan wanita itu lagi. "O, iya! Dari mana kau tahu bahwa Elyana sudah pergi? Jangan-jangan, kau menguntit Elyana di hotel?" tuduh David pada Edwin. Tuduhan itu membuat Edwin tidak enak. "Tuan! Jika sekarang saya tidak mengikuti Nona Elyana, mungkin Anda akan segera membunuh saya. Sekarang, taksi yang ditumpangi Nona Elyana mengarah ke jalan selatan. Saya masih menguntit taksi mereka dari belakang," jawab Edwin dengan berani. Ia tidak ingin dituduh sebagai penguntit oleh majikannya, karena itu terlalu kejam. "Hah? Jalan selatan?" tanya David dengan pelan. Juga merasa lega karena asistennya sedang mengikuti taksi yang ditumpangi oleh Elyana. "Ya, Tuan! Taksi Nona Elyana berjalan menuju jalan selatan." Edwin masih memegang roda kemudi dan menggerakkannya dengan lincah. Walau mata tertuju pada taksi yang ada di depan mobilnya, namun telinga tetap fok
Eyana merasakan jantungnya berdetak kencang ketika mendengar ucapan David tentang "Membuat perhitungan dengannya". Seolah ada sebuah hantaman yang sangat keras di dalam dadanya membuat napasnya terasa sesak dan berat. Apa yang harus Elyana lakukan? Elyana menarik napas panjang, berkata pada David, "Baik! Besok siang, kita bertemu lagi untuk membicarakan masalah ini. Sekarang aku lelah, ingin pulang ke rumah untuk istirahat. Bisa, kan?" Lebih tepatnya, Elyana ingin mencari hotel terdekat untuk dirinya menginap. Tidak mungkin Elyana pulang ke rumah Alex dan istirahat di sana, kan? Toh, ia hanya seorang pelayan di rumah keluarga Danu, bukan benar-benar putri mereka. David bersikap acuh. Ia tidak menjawab perkataan Elyana hingga mereka keluar dari gedung rumah sakit. Itu membuat Elyana merasa lega. "Sampai bertemu besok Tuan David! Hati-hati di jalan," ucap Elyana dengan melambaikan tangan ketika mereka sudah berada di luar.
Elyana bergidik ngeri ketika David terus menggosok pipinya dengan jari yang sudah diludahi. Ia segera menarik tangan David agar menyingkir dari wajahnya. "Sudah hentikan! Lepaskan aku." Elyana sudah tidak tahan lagi. Ia memberontak, berusaha melepaskan diri dari pria itu. Tapi David tidak mendengar. "Diamlah, sedikit lagi!" ucap David masih dengan memegang wajah Elyana. Setelah menggosok dua kali, barulah ia melepaskannya. "Nah, sudah bersih!" "Hah?" Elyana terdiam sambil melihat pria itu. David membersihkan tahu lalat yang sudah dirinya buat. Ketika Elyana akan berbicara pada David, terlihat Alex dan istrinya sudah berdiri di halaman rumah sambil menatap mereka yang masih berada di dalam mobil. Elyana dan David pun tidak membuang waktunya lagi, segera turun dan berjalan menghampiri kedua orang tua Isabel. Nosy berdiri sambil melipat kedua tangan di depan, menatap Elyana—yang berj
Di dalam kamar Isabel, Elyana melihat koper berwarna merah muda miliknya sudah ada di atas tempat tidur. Di dalam koper itu sudah ada pakaian milik Isabel, juga sepatu dan tas yang sangat bagus. Semua itu Nosy siapkan untuk Elyana demi menjaga citra baik keluarga Danu. "Dasar orang kaya tidak tahu diri. Hanya pakaian seperti ini saja, aku tidak buruh!" ucap Elyana dengan kesal. Elyana segera membalikkan kopernya, menumpahkan semua barang-barang itu ke lantai. Ia tidak menyisakan barang sedikitpun di dalam kopernya. Elyana merupakan nona kedua di keluarga Louis, sudah terbiasa hidup mewah sejak kecil, dan hidupnya tidak pernah kekurangan. Ia sama sekali tidak membutuhkan barang-barang bekas seperti ini. Jika mau, kapanpun, ia bisa membeli semua barang mewah yang lebih bagus dari ini. Bukan karena ada uang satu juta dolar di rekeningnya—pemberian dari Alex, tapi karena uang di rekeningnya sangatlah banyak. Setelah kopernya kosong, Elyana segera me
"Apa?" Pintu kamarnya dibuka kembali oleh David. "Apa yang kau katakan barusan? Elyana dirawat di rumah sakit? Kenapa?" David mengulangi ucapan Edwin. Ia tidak mengerti dengan perkataan asistennya tentang Elyana. "Iya, Tuan!" Edwin membenarkan. "Dari tadi, Tuan Felix sudah menghubungi Anda, namun tidak ada jawaban." David segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya, lalu melihat sepuluh panggilan tidak terjawab dari Felix. "Dua puluh menit yang lalu?" David mengerutkan kening, lalu menghubungi Felix kembali untuk memastikan ucapan Edwin barusan. "Aish, sial! Apakah ini balas dendam, dia tidak mengangkat panggilan dariku!" ucap David kesal ketika mengetahui Felix tidak mengangkat panggilan teleponnya. "Maaf, Tuan! Tadi, Tuan Felix berpesan, Anda jangan mengganggunya malam ini. Tuan Felix ingin tidur sambil memeluk istrinya. Masalah Nona Elyana, dia sudah mengirim pesan singkat pada Anda, di rumah sakit mana Nona El
Mendengar David sudah berjanji, Daniel pun merasa lega. Ia tidak ragu lagi untuk menceritakan semuanya pada suami Elyana tersebur. "Mungkin, kau pun sudah tahu sebelumnya, bahwa kalian berdua akan dijodohkan. Demi terhindar dari perjodohan itu, Elyana memutuskan untuk kabur dari rumah dengan meminta bantuan aku dan Arani. Setelah orang di rumahnya tahu bahwa aku membantu Elyana melarikan diri, tidak hanya membuatku terluka hingga harus dirawat di rumah sakit, juga membuat ayahku bangkrut. Begitu pun dengan Arani. Setiap hari, Arani didatangi orang suruhan keluarga Elyana, dan pada akhrinya, Arani pun menerima tindak kekerasan dari mereka hingga masuk rumah sakit karena tidak mampu membuat Elyana kembali pulang ke rumahnya. Itulah alasan mengapa saat ini aku ingin Elyana menjauh dari kami. Aku tidak ingin hal buruk terjadi lagi pada kami jika masih dekat dengan Elyana," jelas Daniel dengan perasaan berat. Sebenarnya, Daniel pun tidak ingin memutus persahab
Di ruang direktur perusahaan Demino, David duduk di kursi kebesarannya sambil menatap pria lusuh yang ada di hadapannya. Jari-jari rampingnya terus memijat pelipis mata yang mulai teras tega. Tiba-tiba, dari pintu masuk, Edwin datang dengan membawa koper yang sudah dibersihkan itu lalu membawanya ke hadapan David. Setelah itu, Edwin kembali ke belakang dan berdiri di samping pria lusuh yang tadi ia bawa. "Tuan, pria ini yang memungut koper milik Nona Elyana dari belakang!" jelas Edwin pada David sambil menunjuk pria di sampingnya. Pria lusuh itu terlihat ketakutan dan kedua kakinya mulai bergetar hebat. "Maaf, Tuan! Saya hanya pemulung yang biasa mengambil barang bekas dari bak sampah. Saya tidak tahu bahwa barang ini bukan barang buangan. Jika saya tahu, saya pun tidak akan berani untuk mengambilnya," ucap pria itu dengan perasaan takut. "Sekarang, mana semua barang yang ada di dalam koper?" tanya David dengan tegas. Sama sekali tidak menunju
Elyana menjawab dengan pelan, "Bukan seperti itu, aku hanya emmhhhh—" Tiba-tiba, ucapan selanjutnya tertelan kembali ke dalam perut. David memegang wajah mungkin Elyana dan membungkam mulut itu dengan ciuman panas penuh provokasi. David tidak membiarkan gadis itu menyelesaikan ucapannya. Di ruangan yang cukup sempit itu kini terasa panas dan sesak. Seorang pria gagah dengan dada yang lebar, duduk di atas kursi mobil dengan seolah wanita di bawahnya. David terus menciumi bibir Elyana dan menyusuri luhur putih itu dengan bibirnya. Entah waktu sudah berlalu berapa lama, David dan Elyana sudah ada di kursi belakang dengan posisi Elyana masih berada di bawah tubuh David. Pria itu menciumnya dengan satu tangan masuk ke bawah rok jeans milik wanita itu. "Ahmmh, Dav-David!" desah Elyana disela ciuman panas mereka. "Ja-jangan ... ahhh!" Elyana menahan tangan besar itu agar tidak berjelajah masuk semakin jauh ke dalam pakaiannya. Itu