Share

Bab 10 Kembali ke Rumah

Eyana merasakan jantungnya berdetak kencang ketika mendengar ucapan David tentang "Membuat perhitungan dengannya". Seolah ada sebuah hantaman yang sangat keras di dalam dadanya membuat napasnya terasa sesak dan berat.

 Apa yang harus Elyana lakukan?

Elyana menarik napas panjang, berkata pada David, "Baik! Besok siang, kita bertemu lagi untuk membicarakan masalah ini. Sekarang aku lelah, ingin pulang ke rumah untuk istirahat. Bisa, kan?"

 Lebih tepatnya, Elyana ingin mencari hotel terdekat untuk dirinya menginap. Tidak mungkin Elyana pulang ke rumah Alex dan istirahat di sana, kan? Toh, ia hanya seorang pelayan di rumah keluarga Danu, bukan benar-benar putri mereka.

David bersikap acuh. Ia tidak menjawab perkataan Elyana hingga mereka keluar dari gedung rumah sakit. Itu membuat Elyana merasa lega.

 "Sampai bertemu besok Tuan David! Hati-hati di jalan," ucap Elyana dengan melambaikan tangan ketika mereka sudah berada di luar.

David sama sekali tidak perduli. Ia terus berjalan menuju tempat parkir dan masuk ke dalam mobil.

Elyana berjalan sampai menuju jalan besar, menatap kiri dan kanan untuk melihat daerah sekitar. Dari kejauhan, terlihat sebuah gedung tinggi bertuliskan "Hotel Rissi". Memang bukan hotel berbintang, tapi, Elyana memutuskan untuk pergi ke sana.

 Hanya perlu berjalan kaki beberapa menit saja, Elyana sudah bisa sampai di hotel Rissi. Ketika sudah sampai di depan gedung hotel dan bersiap untuk berjalan ke gedung itu, terdengar suara seseorang dari belakang tubuhnya, "Sejak kapan rumah Alex Danu ada di jalan selatan?"

 "Astaga!" Elyana terkejut mendengar suara itu. Ia segera menoleh ke belakang untuk melihat.

Ternyata, David mengikuti Elyana sampai ke depan hotel.

"Kau mau kabur ke mana lagi?" Melihat tampang bodoh wanita di depannya, David tahu, Elyana berniat melarikan diri lagi.

 "Bukannya pulang ke rumah, kau malah pergi mencari hotel."

 "Si-siapa yang ma-mau kabur!" jawab Elyana dengan terbata. Ia segera memutar tubuhnya, menatap David sambil berbicara, "Aku bukan mau kabur, ta-tapi ... tapi—"

 Sebelum Elyana menyelesaikan ucapannya, terdengar suara David berkata di samping telinganya, "Satu bulan yang lalu, kau pergi dari rumahku tanpa pamit. Sekarang, kau pergi meninggalkan  kamar hotel yang sudah dipersiapkan oleh ayahku, juga, tanpa pamit. Ke depannya,  aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi!"

 Seketika tubuh Elyana melayang di udara. David mengangkat tubuhnya dan membawa wanita itu tanpa peringatan.

 "Hey, apa kau sudah gila? Cepat, turunkan aku!" teriak Elyana dengan tubuh yang menggantung di pundak kekar pria itu.

Ia tidak menyangka David akan mengikutinya sampai ke depan hotel lalu membawanya secara paksa.

"Cepat turunkan aku!" teriak Elyana lagi.

Namun David sama sekali tidak mendengar. Ia membawa Elyana dan memasukkan wanita itu ke dalam mobil. Setelah itu, David juga masuk dan duduk di kursi pengemudi. Ia segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat itu.

Elyana tidak punya pilihan lain selain duduk dan patuh dibawa pergi oleh David dengan mobilnya. Mau kabur pun, dirinya sudah tidak bisa lagi.

Selama perjalanan, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut keduanya. Hingga sampai di halaman rumah, barulah terdengar suara dingin dari David

"Turun!"

 David membuka pintu mobil untuk Elyana, mempersilahkan wanita itu untuk turun.

"Apa kau ingin digendong lagi seperti tadi?" ancam David sambil membungkukkan badan. Bersiap untuk mengangkat tubuh Elyana lagi.

Sebelum tangan besar David benar-benar menyentuh tubuh Elyana, terdengar wanita itu berteriak, "Stop!"

 "Aku bisa turun sendiri."

Elyana mendorong tubuh David yang menghalangi jalannya. Lalu ia keluar dari dalam mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah tanpa diminta.

 Itu membuat David sangat puas. Barulah terlihat senyum samar di bibir pria dingin itu, yang sejak siang terlihat cemberut

David pun berjalan mengikuti langkah Elyana masuk ke dalam rumah, lalu naik ke lantai dua.

 Malam ini, David tidak benar-benar membuat perhitungan dengan Elyana. Ia membiarkan wanita itu tidur di atas tempat tidurnya, dan dirinya ... tidur di sofa demi membuat Elyana merasa aman.

***

Di siang hari, suara ketukan pintu membangunkan Elyana yang masih tertidur pulas di atas tempat tidur. Matanya terbuka perlahan, melawan rasa kantuk yang masih terasa. Silau dari sinar matahari yang masuk melalui kaca jendela kamar, segera menusuk matanya. Ia menarik selimutnya kembali, menguburkan dirinya di bawah selimut, menghindari cahaya matahari yang menganggu penglihatannya.

 Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu diiringi suara pelayan wanita, "Nona! Saya membawakan pakaian ganti untuk Anda!"

 Mendengar kata "Pakaian ganti", Elyana segera menyibak selimut, lalu bangun dan duduk di atas  tempat tidur.

Kemarin siang, saat Elyana datang ke hotel bersama dengan Isabel, ia tidak membawa apapun selain tas kecil berisi dompet dan alat make up. Karena rencana awalnnya, setelah acara pernikahan Isabel selesai, Elyana akan kembali ke rumah Alex untuk bekerja. Tidak tahu bahwa akhirnya, Elyana-lah yang menggantikan Isabel untuk menikah.

Dan semalam, setelah membersihkan diri, Elyana meminjam kemeja putih milik David untuk tidur, sama sekali tidak memakai pakaian tidur yang semestinya.

 Sekarang, pelayan dayang membawakannya pakaian ganti, Elyana tentu sangat senang.

Dengan senang, Elyana segera membuka pintu kamar. Terlihat wajah merah pelayan itu ketika melihat tubuh ramping Elyana dibalut kemeja putih longgar milik tuannya. Paha putih itu terlihat sangat jelas di depan mata pelayan.

 "Ma-maaf, Nona! Ini pakaian ganti untuk Anda," ucap pelayan sambil menyodorkan paper bag yang dibawanya pada Elyana. Pelayan itu tidak berani melihat penampilan Elyana yang sudah bertempur semalaman dengan tuannya.

 Semua orang di rumah ini sudah tahu, Elyana adalah majikan wanita di rumah ini—yang David nikahi kemarin. Kemeja longgar yang Elyana pakai saat ini, menandakan bahwa semalam mereka telah....

 "Nona, sarapan Anda sudah dingin. Saya akan segera menghangatkannya kembali," ucap pelayanan itu lagi. Lalu ia mengingatkan, "O, iya! Nanti, jam satu siang, Tuan akan menjemput Nona. Jadi, bersiaplah."

 "Heh, menjemputku? Ke mana?" tanya Elyana sambil memegang paper bag berisi pakaian dari pelayan.

"Hari ini, Tuan akan mengantar Nona pulang ke rumah keluarga Danu. Bukankah Nona belum mengambil barang-barang Nona dari sana?" jawab pelayan itu sesuai informasi dari David.

Elyana pun mengerti. Ia segera mengangguk.

"Ba-baiklah! Aku akan segera bersiap. Sekarang, kau boleh pergi!"

"Baik, Nona!" Pelayanan itu pun segera pergi.

Setelah kepergian pelayan itu, Elyana bersandar di pintu dengan jantung yang mulai berdetak kencang. Ia sangat gugup dan takut.

"Bagaimana ini? David akan mengantarku ke rumah keluarga Danu. Barang apa saja yang bisa aku bawa? Semua pakaianku sudah aku buang ketika bekerja sebagai pelayan di sana. Di dalam koper hanya ada pakaian bekas dari Isabel dan pakaian dari tukang kebun waktu itu. Sama sekali tidak ada pakaian yang layak untuk dibawa."

Walau masih bingung dengan hal itu, namun Elyana harus segera bersiap.

Elyana segera membersihkan diri di dalam kamar mandi. Setelah selesai, ia memakai pakaian yang dibawa oleh pelayan tadi. Wajah cantiknya  dirias sedikit agar tidak terlihat pucat. Rambut panjangnya diikat ke atas agar terlihat lebih singset.

Setelah penampilannya dirasa cukup baik, Elyana segera membawa tas kecilnya, memasukkan alat make up ke dalam tas, lalu berjalan menuju pintu keluar.

Di meja makan, Elyana menyantap sarapannya dengan lahap, menghabiskan semua makanannya tanpa memperdulikan tatapan aneh dari para pelayan. Karena seharian kemarin tidak memakan apapun di acara pesta pernikahannya, membuat Elyana sangat kelaparan sekarang. 

Ketika baru selesai meneguk air putih di dalam gelas, dan bersiap untuk menyeka mulutnya dengan tisu, tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah belakang. Itu membuat gerakkan tangan Elyana terhenti.

"Apa sudah kenyang?"

Elyana terkejut mendengarnya. Ia segera menoleh ke belakang, melihat David dan Edwin berjalan menghampirinya.

 "David! Kau sudah datang! Bu-bukannya mau menjemputku nanti jam satu siang?" tanya Elyana dengan gugup. Juga lupa, ini sudah jam berapa. "Mengapa menjemputku sekarang?"

Terlihat David semakin mendekat, lalu mendaratkan bokongnya di kuris seberang Elyana.

 "Kenapa? Apa aku menjemputmu terlalu pagi?" sindirnya. "Kau baru menghabiskan sarapan pagimu jam dua belas lewat tiga puluh menit. Apa kau baru bangun tidur?"

"Hehe, iya! Itu karena ... karena tempat tidurmu begitu nyaman. Kualitas tidurku jadi semakin baik hingga lupa untuk bangun," canda Elyana untuk menutupi rasa malunya.

Bagaimana tidurnya tidak nyaman? Dari kemarin siang, dirinya terus berdiri di acara pernikahan—menyambut para tamu yang hadir—tanpa istirahat. Di malam hari, belum sempat mandi, dan makan, Elyana segera pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Arani. Dilanjut dengan perjalanan dari rumah sakit menuju rumah David. Itu semua membuat tubuhnya sangat lelah.

Yang paling penting adalah tempat tidur David memang sangatlah empuk. Berbeda dengan tempat tidur yang biasanya Elyana gunakan di rumah keluarga Danu, begitu sempit dan juga keras. Membuat seluruh tubuhnya terasa sakit setiap kali bangun.

"Emh, ya! Tidurmu pasti sangatlah nyenyak, berbeda denganku. Tubuhku terasa pegal karena tidur di so—" sebelum kata "Sofa" selesai diucapkan oleh David, terdengar Elyana berteriak, "Oh, ya, kau terlalu bersemangat semalam, hingga seluruh tubuhmu sakit, kan? Ayo, aku akan mengantarmu pergi ke tempat massage."

 Ucapan Elyana itu membuat semua orang yang ada di sana salah paham. Tidak terkecuali dengan David. Pria itu mengangkat kedua aslinya, menatap Elyana dengan tajam.

 'Siapa yang bersemangat semalam? Menyentuh tubuhmu pun, aku tidak!' gumam David dengan kening yang mengerut. 

Elyana hanya tidak ingin semua orang tahu, bahwa semalam mereka tidur terpisah. 

"Ayo kita pergi!" Elyana segera menarik tangan David agar keluar dari dalam rumah, tidak nyaman menerima tatapan salah paham dari semua orang. 

Setelah sampai di luar, barulah Elyana melepaskan tangan David . Ia menebalkan muka, berjalan ke samping mobil pria itu lalu membuka pintu mobil.

Di dalam mobil, sebelum  mereka berangkat, David bertanya pada Elyana, "Semalam, katamu, aku terlalu bersemangat, bersemangat dalam hal apa?"

David masih sama membahas hal itu. 

 Walau sebenarnya David mengerti dengan ucapannya, tapi saat ini ia ingin mendengar penjelasan langsung dari mulut Elyana. Alasan apa yang akan diucapkan oleh wanita itu.

 Terdengar Elyana menjawab, "Semalam,  kau menggendongku. Bukankah itu karena terlalu bersemangat?"

 "Menggendongmu?" David merasa heran dengan hal itu. 

 Hanya dari pinggir jalan ke dalam mobil. Apa itu yang dinamakan bersemangat hingga seluruh tubuh David sakit?

 "Itu sama sekali tidak membuat tubuhku sakit. Nanti malam,  aku akan mencoba menggendongmu lagi. Punggungku sakit lagi atau tidak, bagaimana?" godanya pada Elyana.

Itu membuat Elyana salah tingkah.

 "Tidak mau! Nanti malam, biar aku yang tidur di sofa, dan kau yang tidur di tempat tidur," jawab Elyana mencoba mengalihkan pembicaraan.

David hanya tersenyum, tidak lagi menggodanya. Ia segera mengendarai mobilnya menuju kediaman keluarga Danu untuk mengantar Elyana pulang ke rumah keluarganya. 

Di dalam mobil yang terasa hening, David melirik sekilas gadis yang ada di sampingnya. Terlihat Elyana kepanasan dan terus mengipasi wajahnya dengan tangan. Padahal, suhu di dalam mobil sudah cukup dingin, tapi wajah putih itu nampak rona merah dengan keringat di dahinya.

 "Kau kenapa? Apa tidak enak badan?" tanya David tiba-tiba. Matanya masih menatap Elyana sambil setelah melihat ke arah jalan. 

"Eh, tidak! Aku hanya ... sedikit kepanasan," jawab Elyana sedikit gugup. Ia menghentikan gerakan tangannya, memalingkan muka untuk menghindari tatapan pria itu.

"O, iya! Aku belum membuat perhitungan denganmu." David membuka pembicaraannya kembali.

 "Mengapa bulan lalu, kau pergi begitu saja tanpa pamit, hah? Apa seperti itu caramu berterimakasih pada orang yang telah merawatmu?"

Ucapannya sungguh membuat Elyana semakin gugup.

"Waktu itu, aku ... aku di-dijemput oleh orang dari keluarga Danu. Ehh, maksudku, aku dijemput oleh orang suruhan ayahku! Ya, seperti itu! Jadi, aku lupa untuk memberitahumu."

 'Aish, sial! Aku harus selalu ingat dengan sandiwara ini. Bahwa aku, Eli ... adalah putri tunggal dari Alex Danu!' gumam Elyana dengan tidak karuan.

"Orang yang menjemputmu itu adalah orang suruhan ayahmu? Bukan orang suruhan kakekmu?" tanya David dengan nada mengintrogasi. Itu membuat Elyana menoleh ke samping dan membulatkan mata untuk menatap David. 

 "Haha, apa kau bercanda?" Elyana tertawa dengan berat. "Ya, jelas itu orang suruhan ayahku, lah! Aku pergi tanpa pamit karena aku sudah dijemput. Bukan karena tidak tahu terima kasih."

'Mana mungkin orang suruhan kakekku datang ke tempatmu!' cibir Elyana dalam hati. 

 "Bukannya, waktu itu kau bilang, yang selalu mencarimu adalah orang suruhan kakekmu?"

David masih ingat ketika malam itu Elyana terbangun, dan ketakutan melihat dirinya ada di dalam kamar. Elyana mengira, David adalah orang suruhan kakeknya.

 "I-itu ... aku yang salah. Maksudku, orang suruhan ayah, bukan kakek!" kilah Elyana. Ia terus berbohong demi menutupi kebohongan yang sudah dia buat.

 "Lalu kemarin di acara pernikahan ...  mengapa tidak menyapaku  saat kau menjadi pengantin wanitanya? Jika aku tahu pengantin wanitanya adalah kau, aku ..."

   '... tidak akan meninggalkanmu!' ucapan itu hanya bisa dilanjutkan di dalam hati. David tidak berani untuk mengatakannya. 

"Jika tahu itu adalah aku, apa yang selanjutnya akan kau lakukan?" Elyana menunggu jawaban dari David. 

Pria itu malah memalingkan muka ke depan, mengemudikan mobil tanpa menoleh lagi ke samping.

Itu membuat Elyana semakin penasaran. 

 "Sudahlah, lupakan saja!" potong David, tidak ingin melanjutkan pembicaraan itu. "Sekarang, kita sudah menikah. Ada masalah sebelumnya, kita lupakan."

"Walau kita tidak saling mengenal sebelumnya, tapi, kita masih punya banyak waktu untuk saling memahami satu sama lain. Aku tidak berniat untuk menikah kedua kalinya. Jadi, kau harus  bisa beradaptasi dengan lingkunganku.

 "Hah?" Elyana membuka mulutnya lebar, menatap David dengan bingung.

 'Tidak berniat untuk menikah kedua kalinya?  Apa maksudnya?'

Elyana hanya terjebak di dalam pernikahan ini, bukan benar-benar ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Ia menjadi pengantin pengganti—kemarin, karena tidak tega melihat permohonan Alex padanya. Cepat atau lambat, ia akan meminta bercerai dari David.

 "Sebenarnya, aku ... belum siap untuk menikah dengan siapapun! Pernikahan itu hanya ... perjodohan yang dilakukan oleh orang tua kita, bukan karena kita saling suka," jawab Elyana dengan pelan. Ia menarik pandangannya, menatap lurus ke depan, tidak lagi melihat David. 

 Itu kata-kata yang mewakili perasaannya saat ini. Elyana pun akan mengatakan hal yang sama pada Dimitri—pria yang akan dijodohkan dengannya—jika sampai mereka jadi menikah. Tapi sekarang, yang menikah dengan Elyana adalah David. Jadi, ia mengatakan hal itu pada David. 

"Ada pepatah yang mengatakan 'Kita bisa karena terbiasa.'. Jadi, kita akan saling menyukai jika kita sering bersama," ucap David.

 Elyana tidak menjawab lagi. Hanya diam sambil melihat jalan yang sudah mengarah ke kediaman rumah keluarga Danu.

Ketika mereka sudah hampir sampai di rumah keluarga Danu, Elyana segera membuka tas kecilnya, mengeluarkan sebuah pensil alis berwarna hitam,  lalu membuat tahi lalat di pipinya—seperti yang biasa dia lakukan. Setelah selesai, Elyana menutup tasnya kembali.

Ketika mobil benar-benar sudah berhenti di depan rumah itu, David segera membuka sabuk pengaman miliknya, bersiap untuk turun. Tapi, sebelum menginjakkan kakinya di tanah, David melihat Elyana sekilas. Nampak ada yang aneh di wajah gadis itu.

David mengurungkan niatnya untuk turun dari dalam mobil. Ia duduk kembali, memiringkan tubuhnya untuk melihat ke arah Elyana.

Ketika Elyana bersiap turun, tiba-tiba David memegang tangannya, menahan wanita itu agar tidak pergi.

 "Ada apa?" tanya Elyana dengan heran.

Tiba-tiba David memegang wajah mungil Elyana dengan kedua tangan. Wajanya mendekati wajah Elyana, semakin dekat, hingga gadis itu memiringkan tubuhnya ke belakang untuk menghindar.

Ketika wajah mereka sudah semakin dekat, dan hawa panas dari napas keduanya bisa mereka rasakan, tiba-tiba Elyana memejamkan mata. Ia menahan napas beberapa detik sambil merasakan jantungnya yang hampir loncat keluar melalui tenggorokannya.

Beberapa detik berlalu, tidak ada sesuatu yang terjadi. Elyana membuka matanya perlahan. Terlihat David menatapnya dengan tajam. Detik kemudian, David membasahi jari telunjuknya dengan air liurnya sendiri, lalu menggosok pipi Elyana dengan jarinya.

 "Aaaaaah! Apa yang kau lakukan?" teriak Elyana dengan kaget. Merasa jijik dengan apa yang dilakukan oleh pria itu.

 'Argh, sial! Dia meludahi wajahku. Uuaaaa, sangat menjijikan!'

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nurzaedah
sangat berkesan. bnget wlwupun blum salam Ng knl tpi mereka saling mnghargai
goodnovel comment avatar
Sitti Rafiqah Bora
makin seru
goodnovel comment avatar
Elite Seven
jika markah penuh adalah sepuluh. saya akan memberi 7 pada novel ini.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status