Sumelika dalam ketakutan yang luar biasa, para sahabatnya di kelas, sangat heboh ketika Sumelika menceritakan bahwa ia adalah keturunan serigala. Tampak sekarang Tania, Desti dan Aisyah berkumpul di bangku Sumelika untuk membicarakan tentang manusia serigala.
"Hah? Pantesan lo nyerang mereka bertiga sampe masuk ke rumah sakit! Ternyata ini toh penyebabnya!" Tania yang merasa tercengang dengan apa yang dikatakan oleh Sumelika.
"Aduh, kok bisa sih, Mel? Padahal kan selama ini lo normal-normal aja. Apa lo disantet? Atau dapet kiriman dari dukun gitu?" tebak Desti, tak percaya.
"Kagak, Des. Kata Pak Kyai Ujang sih gue kagak disantet, lagian kan gue udah diruqyah tapi kagak ada reaksi." Jawab Sumelika, menyakinkan.
"Jadi fix lo keturunan manusia serigala, Mel?" Aisyah, memastikan.
"Kagak tau juga sih, Syah. Nanti setelah Mama gue datang dari desa Tengkorak baru gue sama Papa tanya ke dia. Doain ya, Guys, supaya gue bukan keturunan serigala. Gue takut banget deh sumpah, kalo dipikir-pikir banyak banget resiko yang harus gue tanggung kalo gue sampe jadi manusia serigala seutuhnya." Sumelika, yang sangat ketakutan.
Di rumah sakit, Dokter Malika, Suster Anna dan Suster Amalia sudah pulang. Mereka sengaja tidak pulang ke rumah, karena mereka bertiga tidak mau sampai mengecewakan para pasien yang ada di rumah sakit. Di saat Dokter Malika sampai, Dokter Malika langsung disuguhkan dengan kedatangan seorang anak kecil laki-laki berusia 12 tahun yang baru saja kecelakaan motor karena telah memakai motor ugal-ugalan di jalan raya. Akibat kecelakaan itu sebagian kulit di kakinya mengalami luka parah sampai kulitnya sedikit robek, sehingga dia diharuskan untuk melakukan operasi kecil untuk menjahitnya. Karena Dokter Malika sudah sampai di sana, pihak rumah sakit memberikan tanggung jawab ini kepada Dokter Malika. Seketika dengan sigap Dokter Malika langsung bersiap untuk melakukan operasi kepada anak kecil itu. Sebelum melakukan operasi kepada anak kecil, Malika bersih-bersih terlebih dulu di kamar mandi lalu berdoa di mushola supaya operasinya lancar.
Dokter Malika masuk ke ruangan operasi, dengan pakaian hijau yang merupakan pakaian khusus operasi tentunya. Saat operasi banyak darah di kaki pasien yang harus Dokter Malika hadapi dengan perasaan biasa dan luwes. Dokter Malika memulai operasi tersebut secara perlahan-lahan. Terlihat di robekan itu ada bebatuan aspal yang masuk dan menyangkut di sana. Dengan cukup hati-hati, ia ambil beberapa batu aspal yang menyangkut. Setelah selesai, saatnya pembersihan. Beberapa lama kemudian sesudah melakukan pembersihan, Dokter Malika mulai menjahit bagian kaki yang robek. Akan tetapi kejadian yang tak mengenakan terjadi.
"Huarghh! Huarghhh! Huarghh!"Pasien bocah lelaki tadi bangun, lalu berteriak-teriak kesakitan sekaligus ketakutan. Ia berteriak melihat Dokter Malika, bagaikan melihat hantu yang sangat menyeramkan. Para suster panik, apalagi Dokter. Dokter Malika menjauh dari sana, terlihat kaki pasien terrobek lagi dengan cukup lebar.
"Aduh, Sus. Apa Suster belum menyuntikan obat kepada pasien ini?" tanya Dokter Malika, panik.
"Sudah, Dok! Sudah!" jawab Suster Mega, yang sangat ingat betul apa yang ia lakukan.
"Tolongg! Takut! Takuttt!" jerit pasien itu, sebari melemparkan alat-alat medis yang tertata rapih di sampingnya.
"Suster!! Kalian suntikan anak ini, secepatnya! Sebelum luka robekannya membesar! Hal itu akan membuat kulitnya terbelelak kemana-mana!" teriak Dokter Malika, penuh ketegangan, sampai-sampai ia berkeringat dingin.
"Kuat, Malika! Kuat!" batinnya, yang menguatkan diri melihat darah dan kulit pasien yang sangat membuat kepalanya pening dan pusing bukan kepalang.
Terlihat dengan sigap, salah seorang suster menyuntikan pasien itu supaya terlelap, dan syukurnya pasien tersebut langsung terlelap seketika. Operasi pun berlangsung kembali dan dalam 30 menit operasi itu selesai.
Dokter Malika bersyukur operasinya berhasil, dia benar-benar trauma jika hal ini terjadi lagi karena hal itu sangat menyeramkan baginya. Saat dia akan keluar dari ruangan operasi, tiba-tiba saja kotoran cicak mendarat di atas kepalanya. Dokter Malika cepat-cepat masuk ke kamar mandi untuk membersihkan kotoran cicak itu. Entah mengapa sampai ada kotoran cicak yang menjatuhinya, padahal biasanya tak ada cicak di rumah sakit, apalagi tempatnya di ruangan operasi yang tentunya tempatnya harus steril dan bersih. Kata orang jaman dulu, jika seseorang terkena kotoran cicak di kepalanya maka kelam akan ada kesialan yang menimpa orang itu. Apakah kesialan akan menimpa Malika?
Dokter Malika sudah menyelesaikan tugasnya di siang ini, ia ada waktu beberapa jam untuk istirahat di ruangannya. Di dalam ruangan ia makan bubur dari kantin dan teh hangat produksi Nenek Sumitra yang baru saja ia buat. Di tengah ia makan, Suster Amalia datang, Amalia ingin bertemu dengan Dokter Malika.
"Dok, aku mau nanya, tadi kok aku denger suara orang teriak-teriak dari ruangan operasi Dokter? Apa ada sesuatu, Dok?" tanya Suster Amalia, penasaran.
"Ada, Sus. Itu tadi pasiennya bangun saat operasi sedang berjalan, padahal udah disuntik obat, tapi malah bangun. Aneh banget, kan?"
"Hah? Aduh, tapi selamat kan dan operasinya berhasil, Dok?" Suster Amalia, khawatir.
"Iya, berhasil. Tapi jahitannya lebar kemana-mana gara-gara dia bangun, habis itu teriak-teriak. Dia sempat ngomong katanya dia takut, dan ngomong 'takut'nya malah ke arah saya. Kayanya dia takut sama saya, tapi kenapa ya? Baru kali ini anak kecil takut sama saya. Dan oh ya, saat saya keluar dari ruangan operasi, saya malah kejatuhan kotoran cicak."
"Aduh, enggak beres nih. Dok, setau saya kalo ada orang yang kejatuhan kotoran cicak bakalan kena sial, Dok. Tapi jangan percaya ya, Dokter selalu berdoa aja supaya dijauhkan dari hal yang enggak seharusnya terjadi." Ucap Suster Amalia, yang berusaha menenangkan Dokter Malika.
Malam tiba, Dokter Malika sangat lelah sekali, ia bagaikan akan pingsan karena sangking lelahnya, tetapi ia harus kuat karena malam ini adalah tugas terakhirnya di hari ini, lalu ia akan pulang dan bisa merebahkan diri di kasur empuk. Di rumah sakit, Dokter Malika membuka jam prakteknya, ia kedatangan pasien perempuan yang masih anak-anak, dia muntah secara terus-menerus, di saat sedang menunggu giliran juga ia memuntahkan isi perutnya ke kantung kresek hitam, entah dia sedang sakit apa sekarang.
"Coba saya periksa ya, Bu." Ucap Dokter Malika, yang meminta izin kepada orang tua sang pasien.
Dokter Malika memeriksa keadaan anak perempuan yang mungil itu, pertama-tama ia memeriksa detak jantung pasien dengan menggunakan stetoskop, alat stetoskop berfungsi untuk mendengarkan suara dari dalam tubuh, salah satunya untuk mendengar suara detak jantung apakah stabil ataukah tidak. Saat Dokter Malika dengarkan, tiba-tiba ia mendengar suara lolongan serigala yang sangat menyaring.
"Auuuuuu!"
Lalu setelahnya diiringi detak jantung yang berdetak dengan kencang dan sangat keras.
DUG!
DUG!
DUG!
Ia tatap anak kecil itu. Namun, mata anak kecil itu berubah menjadi putih.
"Graurghhhh!"
Astaga! Anak perempuan itu kerasukan! Seketika anak perempuan tersebut bertingkah aneh, ia bertingkah bagaikan seorang manusia serigala yang membabi buta. Anak itu melempar alat-alat medis, dan membuat ruangan praktek Dokter Malika hancur berantakan. Orang tua pasien berteriak ketakutan, pintu ruangan terkunci dengan sendirinya.
"Hueeekk!" lagi-lagi perempuan itu memuntahkan seisi perutnya, sampai sangat parah sekali, setelah itu anak tersebut pingsan di tempat.
Dug!
Peristiwa itu sangat singkat, tetapi membuat Dokter Malika semakin ngeri. Setelah kejadian itu Dokter Malika lemas, ia tak sanggup lagi. Ia bingung, mengapa dari siang kejadian yang aneh terus terjadi?
"Sebenarnya apa yang terjadi? Apa aku ketempelan makhluk ghaib sewaktu bertugas di desa Tengkorak? Ataukah aku saja yang halusinasi? Astaga, pusing!" batin Dokter Malika yang terjebak dalam kebingungan.
Malam semakin larut, di jalan raya kota Majalengka yang dipenuhi kendaraan, terlihat Nenek Sumitra tergopoh-gopoh sebari membawa bakul yang berisi kitab kisah keluarga Petni di trotoar. Dari siang, Nenek Sumitra berjalan kaki dari desa Tengkorak tanpa ditemani oleh siapapun dan tanpa kendaraan sama sekali. Nenek Sumitra lelah, Nenek Sumitra juga sampai berkeringat dingin, tetapi ia rela menahan semua penderitaan ini, demi bisa bertemu kembali dengan Malika, anak dari Tarini yang sudah ia ketahui sekarang. Tampak Nenek Sumitra mencari-cari rumah sakit Pelita Kesehatan, tetapi tak kunjung ia temukan. Ia menanyakan orang di sana tentang keberadaan rumah sakit Pelita Kesehatan dan katanya jikalau rumah sakit itu sangat jauh dari keberadaannya sekarang.Tak putus harapan, ia pun terus berjalan, hingga akhirnya ia menyebrang jalanan, tetapi tak sengaja mobil berwarna putih menyerempet Nenek Sumitra, seketika Nenek Sumitra terjatuh di sana. Pemilik dari mobil itu keluar, ingin melih
Dokter Malika tersadar di sebuah tebing yang di langitnya terdapat bulan purnama besar, mungkin ini adalah alam mimpi Malika. Di sama dirinya bertemu dengan seorang wanita tua serigala kemarin, tetapi manusia serigala itu berubah menjadi wanita tua berkebaya yang sangat cantik, ia mirip sekali dengan Malika."Aku Ibumu, Nak." Ucapnya, kesedihan mulai terpancar dari wajahnya."I-Ibu?" Malika tak percaya bahwa pertamakali ia bertemu dengan sang Ibu meskipun hanya di alam mimpi.Di saat Malika mengetahui bahwa itu adalah sang Ibu tercinta, seketika Malika memeluk Ibunya dengan erat. Sebenarnya Malika tak percaya kepada orang-orang yang baru ia lihat, tetapi sekarang entah mengapa orang yang mengaku bahwa itu Ibunya itu langsung ia percaya, mungkin ini adalah ikatan batin yang bisa dirasakan oleh Ibu dan anak."Bu, kenapa Ibu enggak bilang kalau manusia serigala di desa Tengkorak itu Ibu! Hiks-hiks-hiks." Malika menangis histeris di pelukan
Sumelika tak mau sampai sang Ibu dan dirinya menjadi manusia serigala, ia kira jika menjadi manusia serigala kita akan bisa berubah kapanpun, tetapi kita akan berubah selamanya. Sumelika harus berbuat sesuatu, ia mencoba mencari penangkalnya. Pertama, ia bertanya kepada Nenek Sumitra tentang penangkal, akan tetapi Nenek Sumitra berkata tak ada penangkalnya karena kutukan sudah terjadi 100 tahun yang lalu."Yang pasti tidak ada, tetapi mungkin jika dicari ada, Nak." Ucapnya, yang tak tahu pasti atau tidak.Ia pun bergegas ke rumah temannya yang sangat menyukai film serigala, Andra. Andra menyatakan tak ada solusi juga."Kagak ada kayanya, kutukan tetep kutukan. Lo tau kisah Malin Kundang? Dia dikutuk sama Ibunya jadi batu, dan kutukan itu kagak bisa dicabut lagi.""Tapi coba lo tanya ke temen lo yang lain, siapa tau mereka ada solusi yang bisa ngebantu lo." Sambung Andra.Sumelika akhirnya menemui Aisyah di pondok pesantrennya, keb
Di tengah malam, Aisyah, Desti dan Tania baru saja pulang dari pengajian akbar. Tampak mereka membawa makanan berkat yang sangat banyak sekali, tak sengaja mereka melewati jalanan pohon beringin, dan mereka melihat portal yang di depannya terdapat tas, tas itu tak asing bagi mereka. Aisyah menyadarinya, itu adalah tas milik Sumelika!"Hah? Jangan-jangan si Sumelika diculik sama makhluk ghaib?" duga Desti, khawatir."I-Iya, bisa jadi tuh! Soalnya kan dia manusia serigala!" ucap Tania."Aduh, gue takut deh kalo terjadi apa-apa sama si Sumelika!" papar Aisyah."Iya, gue juga takut! Mendingan kita masuk yuk untuk nolongin si Sumelika!" ajak Tania"Tapi ini kan b-bahaya, Tan!" Desti, ketakutan."Halah, ayo-ayo demi keselamatan sahabat kita, kita harus rela melakukan apapun!" Tania menarik pergelangan tangan Aisyah dan Desti lalu mereka masuk ke dalam portal waktu.Sebelummya Sumelika telah masuk ke dimensi waktu, terlihat
Sumelika sangat senang karena di masa-masa ia sedang sulit seperti ini, sahabat-sahabatnya ada untuknya. Aisyah, Desti dan Tania sangat setia kepadanya, ia sangat terharu dengan mereka. Sumelika pun memeluk mereka bertiga dengan menangis bahagia."Makasih ya, Girls. Kalian udah mau nemenin dan ngebantu gue di misi ini, hiks-hiks.""Yaelah, Mel. Santai aja sih." Desti, merasa tidak enak."Iya, Mel. Lebay banget sih pake acara nangis segala. Harusnya kita happy dong bisa jalan-jalan ke masa lalu, hehe." Tania, senang.Sumelika menghapus air matanya, dan tersenyum bahagia."Yaudah, ayo kita ke rumah keluarga gue.""Malam-malam gini?" Aisyah, yang merasa aneh."Bukannya enggak sopan ya, Mel? Terus kalo kita kesana belum tentu mereka percaya gitu aja, mungkin bisa aja mereka itu ngusir kita." Sambungnya."Kalian mau ke rumah keluarga Petni ya?" Ibu itu datang lagi."Iya, Bu. Tapi sepertinya enggak jadi
Keesokan harinya, di masa lampau, Sumelika terbangun di ranjang kayu tanpa alas dengan keadaan kening dibaluri dengan daun sirih, tadi malam setelah pulang mengurus bayi. Bu Iis yang mendengar bahwa kening Sumelika terluka karena ulah keluarga Petni, langsung khawatir dan mengobati Sumelika. Syukurlah Sumelika bisa terobati meski saat bangun ia merasa sakit kepala. Sumelika berterimakasih banyak kepada Bu Iis karena telah mengobatinya."Iya, sama-sama, Neng. Ini juga kan kewajiban Ibu, hehe. Lagian sih kamu, sudah dibilangin jangan deketin keluarga Petni, tapi malah bandel juga, jadi gini kan akibatnya." Ucap Bu Iis."Maaf, Bu. Ini juga mendadak banget." Jawab Sumelika, cengengesan."Oh yasudah, kalian pulang aja ya. Bukan mengusir atau bagaimana, tapi Ibu takut kalian kena siksa keluarga itu lagi. Hari pertama, Neng Sumelika terkena akibatnya, siapa tahu di lain hari Eneng-Eneng semua yang malah kena akibatnya juga?" takut Bu Iis.
Sumelika, Romi, Desti, Tania dan Aisyah sedang berjalan-jalan di Desa Tengkorak, Romi menjelaskan kondisi Desa Tengkorak. Katanya Desa Tengkorak termasuk desa yang subur dibandingkan desa yang lain, walaupun tempatnya terpencil dan terpelosok jauh. Olahan teh dan padi di sini berkualitas tinggi, pula banyak madu-madu unggul di sana. Seluruh para warga Desa Tengkorak adalah petani, baik itu perempuan maupun laki-laki, karena mereka bisa bertahan hidup hanya mengandalkan hasil panen perkebunan dan lahan yang mereka punya.Para warga Desa Tengkorak adalah seorang petani, tetapi tidak untuk keluarga Petni. Keluarga Petni ialah seorang pemburu, dan rentenir yang kejam. Baru saja mereka membicarakan perihal keluarga Petni, salah seorang dari keluarga itu terlihat sedang berkomunikasi dengan petani yang kaya raya di sana."Ohoo, iya, Pak. Baik, Pak, hehe. Uangnya pas! Secepatnya serigalanya akan saya kirim ke Bapak." Cakap Tono, tersenyum lebar kepada sang petani, yang
Saat Tono salah sasaran, Tono tertawa terbahak-bahak bagaikan tak punya beban dosa. Sumelika melotot kepada Tono, Tono seketika berlari dengan kekehannya yang keras, memang keji. Saat Rindu sudah tertembak, Bu Iis datang, ia membawa Rindu ke rumahnya untuk diobati, Bu Arum pula ikut bersamanya.Setelah beberapa menit diobati dengan menggunakan bubuk kopi, perlahan Rindu tersadar, tetapi ia berteriak kesakitan. Luka bekas tembakan memang sangat sakit, butuh waktu beberapa bulan untuk memulihkannya.Hati Rindu sangat mulia, dia rela mengorbankan jiwanya sendiri demi orang yang sudah membantunya dan Ibunya. Sumelika pula tak menyangka bahwa Rindu akan menyelamatkan nyawanya dari tembakan Tono si bejat itu, ternyata suatu pepatah yang menyebutkan jika kita membuat 1 kebaikan, maka akan mendapatkan 10 kali lipat balasan itu memang benar adanya. Sumelika tak menyangka. Jika Rindu tidak ada, pasti maut sudah akan menjemputnya sekarang karena pada saat itu Tono akan meng