Share

Mantan kekasih

"Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?" gumam batin Rachel mendesah dan melangkah pergi meninggalkan kantor tersebut.

Di ruang kerjanya, Satria menyandarkan kepala seraya menopangkan kedua kakinya tepat di atas meja. Perlahan,  Ia mulai mengendorkan dasinya. Ia mendesah sebal jika teringat perkataan mamanya yang selalu membahas tentang calon tunangannya.

"Siapa cewek itu? Berani-beraninya, dia malah kabur di hari yang sangat spesial," desah Satria memejamkan matanya sejenak.

"Untung saja, para wartawan tidak tau masalah ini. Jika ada salah satu media mengetahuinya, mau taruh dimana mukaku ini," gerutu Satria beralih berdiri seraya mondar-mandir ke sana kemari dengan kedua tangan yang memegang pinggangnya.

"Mama juga, kenapa nggak dibatalkan saja pertunangan ini? Kenapa malah di tunda segala? Secara tidak langsung, cewek itu menolakku secara mentah-mentah," ucap Satria geram.

Tok tok tok

Satria menoleh. Sudut matanya memicing  ke arah suara yang ada di balik pintu. Ia mendesah sebal dan menduduki kursi kerjanya kembali. 

"Masuk!" jawab Satria yang mencoba untuk tenang kembali. Ia mulai mengecek beberapa laporan yang harus segera ia tanda tangani.

Dinda Mahendra, sekertaris sekaligus sahabat Satria.

"Kenapa kamu?" tanya Dinda mengernyitkan dahinya saat melihat wajah atasannya begitu BT.

"Kenapa?" tanya balik Satria dengan wajah yang tak seperti biasanya.

"Ada masalah dengan pertunangan kamu? Apa cewek itu tak sesuai dengan kriteria kamu? Ah, pasti cewek itu hitam, jelek dan membuatmu ilfill, ya?" cecar Dinda begitu kepo dengan masalah sahabatnya itu.

"Sok tau!" ketus Satria meraih berkas yang ada di tangan Dinda.

Dinda hanya menghela nafas dan mulai duduk sembari menunggu berkas laporannya di cek oleh Satria. Ia hanya menatap wajah tampan sahabatnya itu dengan pasti. 

"Belajarlah bersikap manis di depan seorang wanita. Jika kamu selalu memasang wajah jutek seperti itu, mana ada yang mau sama kamu. Meskipun saat ini, kamu memiliki tunangan. Aku yakin, pasti cewek itu akan pergi meninggalkanmu karena sifat kamu ini," gerutu Dinda seraya menyilangkan kedua kakinya.

Dengan cepat, Satria menutup berkas-berkas laporannya dan melemparkannya pada Dinda.

"Daripada kamu berbicara yang nggak jelas, lebih baik benahi laporan keuangannya. Ada yang tak cocok dengan data yang kamu kirimkan kemarin," tegas Satria menatap sahabatnya yang terlihat begitu bingung seraya membuka kembali berkas laporan keuangan itu.

"Masa', sih?" tanya Dinda terperangah melihat memang ada perselisihan dalam laporannya.

"Sebelum ke sini, apa kamu tak mengeceknya satu persatu?" tanya Satria menyipitkan matanya melihat sahabatnya menggelengkan kepala.

"Kamu itu sebagai sekretaris, seharusnya bisa memantau semua cara kerja mereka. Jika kamu tak teliti, aku tak teliti, perusahaan akan rugi besar," gerutu Satria.

"Aduh, anak ini kalo sudah marah seperti ini, pasti ujung-ujungnya akan menyangkut hal yang tak penting. Mendingan, aku keluar saja!" gumam batin Dinda berdiri dengan senyum manisnya.

"Mau kemana?" tanya Satia dengan ketus.

"Bukankah ada yang salah dengan laporan keuangannya? Jadi aku harus membenarkannya, dong?" kata Dinda dengan senyum manisnya. 

"Biarkan bagian keuangan yang membenarkannya, bukan kamu, Dinda Mahendra?" lirih Satria.

"Iya, Satria Angkasa. Kamu nggak usah khawatir, aku akan melihat cara kerjanya bagaimana," kata Dinda tersenyum tipis seraya melambaikan tangan untuk atasannya itu.

"Dasar! Cewek aneh. Kok, bisa! Dia memiliki suami yang menerima dia apa adanya?" gumam batin Satria tersenyum tipis.

****

Pak Dirga menghampiri istrinya yang sedang melamun seorang diri di kamar Rachel. Derai air mata yang mengalir, membuat kedua mata indah Bu Gina menjadi sembab. Tangannya selalu memegang foto putrinya yang tersenyum manis ke arahnya.

"Sayang, kamu di mana? Kenapa nggak ngasih kabar sama mama," gumam mama mendekap foto putrinya tersebut dengan erat. Sesaat, ia melirik belaian tangan yang begitu hangat membelai bahunya.

Senyum manis tertoreh pada diri suaminya.

"Ma, udahlah. Rachel sudah besar, biarkan dia berpikir sejenak untuk menerima perjodohan ini," kata pak Dirga merangkul istrinya dengan lembut.

"Pa, apa Papa tak berniat untuk mencari Rachel? Bagaimana kalo dia tak mau kembali ke rumah ini lagi?" tanya mama cemas.

"Papa yakin! Dia pasti akan kembali. Mama kayak nggak tau Rachel saja. Dia tuh, tak bisa jauh-jauh dari mall, supermarket. Papa sudah meminta keluarga Angkasa untuk memblokir atm milik Rachel," kata Pak Dirga.

"Jadi, Papa beneran meminta keluarga Angkasa untuk memblokir atmnya Rachel?" tanya mama tak habis pikir jika suaminya setega itu dengan anak semata wayangnya.

"Iya, itulah cara satu-satunya agar Rachel pulang ke rumah."

"Pa, bagaimana jika terjadi sesuatu pada dia? Mau makan apa dia kalo semua atmnya di blokir? Kenapa Papa tak meminta keluarga Angkasa untuk mencarinya saja? Mama takut, Pa!"

"Percayalah! Dia pasti baik-baik saja," kata pak Dirga merangkul istrinya agar tak berlarut dalam kesedihan.

Di satu sisi, Rachel memayunkan bibirnya seraya melihat toko baju yang berjejer rapi di dekat perusahaan Angkasa Group.

"Ya Tuhan, baju itu bagus banget," puji Rachel menempelkan wajahnya tepat di kaca pembatas.

"Andai saja, aku punya uang. Pasti aku akan membeli baju itu. Tapi, sayangnya. Uang dan semua atm di ambil oleh copet tak berperasaan itu. Dan seharusnya, aku mengambil satu atau dua atm untuk aku letakkan di dompet yang satunya. Ya Tuhan, kenapa aku mendadak jadi bodoh seperti ini," keluh Rachel meninggalkan toko pakaian tersebut.

Sejenak, langkahnya terhenti saat melihat kekasihnya keluar dari mobil seraya menggendong anak yang berumuran sekitar tiga tahun. Kedua matanya mengerling, tubuhnya seakan terpaku dan tak bisa di gerakkan sama sekali melihat Darwin si mantan kekasih.

Ia tak menyangka jika Darwin semakin tampan, terlihat begitu gagah dan wibawa memakai setelan jas yang dikenakannya.

"Darwin, apa ini alasanmu meninggalkan diriku? Ternyata, sekarang kamu sudah mempunyai seorang anak. Secepat itu kamu bisa melupakan kenangan indah kita dulu. Tiga tahun berpisah denganmu, aku sangat sulit membuka hatiku untuk orang lain. Bahkan aku menolak perjodohan ini, karena aku berharap kita bisa kembali seperti dulu. Tapi, apa? Kamu sudah menggantikan posisiku dengan orang lain," gumam batin Rachel dengan mata berkaca-kaca. Air matanya jatuh tak tertahankan. Rasa sakit hati semakin terasa dan semakin terasa sesak di dada.

Perlahan, jari jemari tangannya mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya.d

Dari kejauhan, Darwin melihat Rachel yang berjalan membelakanginya. Sudut matanya mengerut sembari memperhatikan wanita yang mirip sekali dengan mantan kekasihnya.

"Apa itu Rachel?" tanya Darwin melepas kacamatanya dan menatapnya penasaran. Kedua matanya terbelalak kaget saat Rachel menoleh ke arahnya.

"Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
YOORA LILY.A_♡
hmmmmm,gilaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status