"Dia Sean, penghuni baru rumah depan kosan kita." Jessi berbisik kepada Heera seraya mencuri lirikan kearah pria tampan yang sedang mengobrol dengan Ibu kost diruang tengah, sementara Heera dan Jessi duduk berdua di depan televisi.
Heera menatap pria bernama Sean, seketika Heera meneguk salivanya, usia Sean memang sepertinya tidak muda lagi, tapi pesonanya membuat siapa pun terkesima. Heera saja sampai menggelengkan kepalanya, manusia di hadapannya itu seperti tidak nyata. Mata Heera masih menikmati pahatan indah itu, lurus, dalam dan enggan berpaling, ia seperti tersihir paras menakjubkan milik Sean. Biasanya, manusia dengan wajah tampan seperti Sean hanya Heera lihat di drama Korea atau series Netflix yang sering ia tonton. Haruskah Heera meminta foto bersamanya? Heera menggelengkan kepalanya, hal itu pasti hanya akan membuat Sean ilfeel. Lagi pula jika benar Sean adalah tetangga barunya, pasti mereka akan sering bertemu.
"Sean ganteng ya sampai lo gak kedip gitu lihatin nya" tegur Jessi membuyarkan lamunan Heera. Heera tersenyum canggung, lalu kembali menatap kearah Sean. Ada sesuatu yang menarik atensinya di dekat Sean, anak kecil yang sedari tadi melihatnya. Heera menatap lamat-lamat wajah anak itu, kemudian menatap kearah Sean lagi, kening Heera langsung mengernyit, wajah Sean dan anak kecil itu sangat mirip!
"Itu anaknya?" spontan Heera bertanya, tak bisa menahan rasa penasarannya.
"Iya, punya anak, tapi gak punya istri alias Duren, Duda Keren!" jawab Jessi sambil menahan cekikikan nya agar tidak terdengar sampai keruang tengah.
Entah kenapa Heera menghembuskan napas lega mendengar jawaban Jessi, bibir Heera menyunggingkan senyuman penuh arti kemudian mengambil sepotong kue yang tersedia diatas meja, katanya kue dari tetangga barunya. Katanya tetangga baru, tapi Jessi mengetahui informasi pria itu dengan sangat akurat. Heera tidak heran karena Jessi adalah maknae atau member termuda di grup pergosipan ibu-ibu komplek lingkungan ini.
"Mami gue setuju gak ya kalau gue nikah sama Duda?" celetuk Jessi membuat Heera tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Jessi memang suka bercanda.
Sekali lagi, Heera melirik kearah ruang tengah, menatap anak kecil yang kini sedang menatapnya juga. Heera sedikit tertegun saat anak kecil itu memberikannya senyuman, dengan ramah Heera membalas senyumannya. Melihat senyuman manis anak itu, Heera yakin pasti Sean mendidiknya dengan sangat baik hingga anak tersebut memiliki attitude yang patut di acungi jempol.
"Anaknya aja seganteng itu, mamahnya pasti cantik." gumam Heera yang matanya tak lepas dari anaknya Sean yang tidak ia ketahui siapa namanya.
Mata Heera tak kunjung berpaling dari anak kecil itu hingga dimana ia harus melepaskan kontak matanya saat mata tajam Sean menghunus kearahnya setelah anak tersebut membisikan sesuatu kepada Sean. Heera pikir, anak kecil itu pasti sedang mengadu kepada Ayahnya karena ada tante-tante genit yang sedang memandangnya.
"Hai, tante."
Heera langsung mendongak spontan saat anak kecil itu tiba-tiba berdiri di hadapannya dengan senyum menggemaskan. Wah, baru saja Heera mengira anak itu mengadu kepada Ayahnya yang tidak-tidak.
"Hai, sweetie." Jessi langsung pasang wajah ramah. Ia mencubit pelan pipi menggemaskan anak manis itu.
Tapi dengan lembut anak kecil itu menyingkirkan tangan Jessi dari pipinya, ia tampak tidak suka di perlakukan seperti anak kecil oleh Jessi. "I'm not a kid, tante." katanya. Heera dan Jessi seketika tertawa kecil, bukan jenis tawa meremehkan, tapi mereka tertawa karena wajah anak itu benar-benar menggemaskan. Walaupun anak manis itu berkata bahwa ia bukan anak kecil, tapi wajahnya tidak terlihat seperti orang dewasa, tentu saja, anak itu pasti baru berumur 6 tahun atau mungkin 7 tahun.
"Kamu namanya siapa, sayang?" kini Heera bertanya seraya menuntun anak itu untuk duduk diantara dirinya dan Jessi.
"Keenan. Keenan Ivander Rangadi." jawab Keenan sambil memandang Heera dan Jessi secara bergantian.
"Kalau tante berdua namanya siapa?" Keenan balik bertanya. Keenan memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik. Dengan orang baru pun dia tidak segan untuk menjawab atau pun bertanya.
"Naheera, Keenan bisa panggil tante Heera." jawab Heera seraya mengelus rambut hitam Keenan.
"Kalau aku Jessi, tapi Keenan boleh panggil aku mami Jessi." jawab Jessi membuat Keenan dan Heera tertawa kecil.
"Kue nya enak tidak, tan?" tanya Keenan melihat kue yang tadi diberikan oleh Ayahnya tersisa setengah potong.
Heera dan Jessi mengangguk kompak, "Enak, mami Jessi saja sampai makan tiga potong." jawab Heera guyon, Jessi yang mendengar itu menabok pundak Heera dan langsung salah tingkah.
"Kue itu aku dan nenek yang membuatnya." Keenan memberitahu.
"Keenan dan nenek pintar masak ya." balas Jessi.
Keenan mengulum bibirnya, "Tidak juga, karena sebenarnya aku hanya merecoki nenek saja." jawab Keenan sambil mengeluarkan cengirannya. Heera menggeram, menahan diri untuk tidak mencium atau pun mencubit pipi kemerahan Keenan karena anak itu sungguh menggemaskan.
"Keenan umur berapa tahun sih? Kok pintar banget bicaranya?" tanya Jessi penasaran.
"Tujuh tahun."
Lihat! Benarkan dugaan Heera.
"Keenan."
Baru saja Jessi ingin menjawab ucapan Keenan, namun suara Sean yang memanggil nama anaknya membuat Jessi kembali membungkam mulutnya. Spontan pandangan mereka bertiga tertuju kepada Sean yang sudah berdiri di ruang tengah, sepertinya obrolan antara pria itu dan ibu kost sudah selesai.
"Iya, Ayah?" sahut Keenan dengan patuhnya.
"Ayo pulang," ajak Sean sambil menggerakan tangannya meminta Keenan untuk menghampirinya segera.
Keenan menundukan kepalanya, ia masih ingin bercanda bersama Jessi dan Heera, tapi perintah Sean tidak mungkin bisa ia bantah. Sean tidak pernah mengajarinya untuk jadi anak yang pembangkang apa lagi anak nakal.
"Mami Jessi, tante Heera, Keenan pulang dulu ya." ujar Keenan menatap tak rela Heera dan Jessi secara bergantian.
"Iya, besok kita main lagi ya." jawab Heera seraya mengelus rambut Keenan penuh kasih sayang.
"Kenapa kamu memanggilnya dengan sebutan mami, Ken?" tanya Sean, ia tertegun saat mendengar Keenan menyebut salah satu dari perempuan itu mami.
Sementara Jessi menelan ludah dengan susah payah di tempatnya saat mendengar suara protes Sean yang mengalun merdu di telinganya. Perlahan Jessi melangkah mundur, bersembunyi di balik tubuh mungil Heera.
"Kata mami Jessi aku boleh memanggilnya mami."
Duh, Jessi meringis. Menyesal karena sudah mengatakan hal konyol kepada Keenan. Ia tidak mengira kalau Keenan sungguhan akan memanggilnya mami.
"Mam- tante cuma bercanda, Ken." ujar Jessi sambil tertawa renyah, hancur sudah imagenya didepan duda tampan.
"Jangan memanggilnya dengan sebutan itu lagi, Ken. Cepat minta maaf sama tantenya." perintah Sean membuat hati Jessi berdenyut nyeri. Pupus sudah harapannya, baru maju satu langkah, namun Sean sudah mendorongnya ke jurang terdalam. Secara halus Sean menolaknya.
"Baik, Yah. Maafin Keenan ya tante Jessi" kata Keenan seraya menggengam tangan Sean.
"Gakpapa, Keenan." balas Jessi masih dengan tawa renyahnya.
Sean melirik kearah Heera sekilas namun tatapannya dalam dan penuh arti. Heera yang sadar sedang di pandang spontan menatap balik Sean, keduanya saling melempar pandang, terpanah satu sama lain sampai akhirnya Keenan menegur Sean dan menghentikan scene pandangan pertama itu.
Tapi yang pasti, Sean tandai wajah polos gadis itu sebelum kakinya melangkah pergi.
* * *
"Tante Heera!"
Heera yang sedang terburu-buru memakai sepatu menoleh ke sumber suara, mendapati Keenan yang berdiri di depan pagar rumahnya sambil melambaikan tangan kearah Heera.
"Hai, Ken!" sapa Heera ramah, ia membalas lambaian tangan Keenan yang rapih dengan seragam sekolahnya. Seketika Heera lupa kalau harus segera pergi menuju tempat kerjanya.
"Ken, ayo cepat! Kamu sudah terlambat!" suara bariton milik Sean mengintruksi Keenan.
Heera langsung terpanah melihat kehadiran Sean, pria itu tampak sedang di kejar waktu, sama seperti Heera, hanya saja bedanya Heera masih sempat menikmati sejenak pemandangan indah pagi ini. Sih tampan dengan sejuta pesona itu semakin bertambah tampan dengan setelan jas kerjanya, siapa lagi kalau bukan Sean. Melihat dasi Sean yang miring membuat tangan Heera gatal ingin membenarkannya.
"Sepertinya tante Heera juga terlambat, Yah." kata Keenan sebelum masuk kedalam mobil yang Sean bukakan pintunya. Mendengar ucapan Keenan barusan, praktis Sean menoleh kearah Heera, menatap gadis yang rambutnya dikuncir asal itu dengan pandangan yang tidak biasa. Tidak mau lama-lama terlena, Sean langsung mengalihkan tatapannya dan berjalan kearah pintu pengemudi, membuka pintu mobilnya lalu memasukinya.
Sedangkan Heera menunduk di tampatnya, jantungnya berdesir tak karuan saat Sean menatapnya dengan tajam dan memecahkan konsentrasinya. Tatapan pria tampan memang meresahkan. Walaupun sebenarnya tatapan yang Sean berikan tadi sedikit mengerikan, tajam dan seakan menelanjanginya. Meski begitu, Heera tidak peduli karena hal itu tidak mengurangi kadar ketampanan Sean di matanya.
"Maaf, Heera."Heera menundukan pandangannya, ia baru saja di pecat dari pekerjaannya sebagai pelayan resto, karena alasan sang pemilik resto tidak mampu lagi memberi gaji kepada Heera.Heera mendesah berat, sia-sia saja ia tadi berlari kencang supaya datang ke resto lebih cepat kalau kabar yang ia dapatkan di tempat kerjanya malah seperti ini.Usai mengganti seragam pelayannya, Heera beranjak pergi dari resto tersebut, tak lupa berpamitan dan mengucapkan terimakasih kepada pemilik resto, karena tanpa di duga atasan Heera mengirimkan uang pesangon ke rekeningnya. Meski jumlahnya hanya setengah dari gajinya, tapi uang pesangon itu cukup untuk membayar SPP adiknya.Heera melangkah keluar dari resto dengan senyum sumringah, padahal beber
Heera melirik jam mungil yang melingkar di pergelangan tangannya, ia tersenyum saat menyadari beberapa menit lagi jam kerjanya selesai. Senyum Heera bertambah lebar saat membayangkan kasur di kamarnya, ia sudah sangat mengantuk dan ingin cepat-cepat menyatu dengan kasur kesayangan.Heera bekerja paruh waktu sebagai pelayan di sebuah kelab malam, ia bekerja dari jam 9 malam sampai jam 4 subuh. Ini penyebab mengapa wajahnya selalu terlihat kelelahan dan tak bergairah, karena ia selalu mengorbankan waktu tidurnya untuk bekerja. Ia akan tidur setelah pulang ke kosan, tapi jika ia ada kelas pagi, terpaksa Heera tidak tidur dan menahan kantuk yang luar biasa selama kelas berlangsung."Senyum-senyum sendiri, udah tidak sabar ya mau pulang?" Adelio bertanya, pria dengan warna kulit eksotis itu adalah seorang bartender.Heera mengangguk sambil tersenyum malu yang tidak bisa ia tahan, "Gue ada kelas pagi nanti." jawab Heera.Adelio melempar senyum manis, tanpa perm
Heera meremas jari-jarinya, entah kenapa saat ini ia bisa berada didalam satu mobil yang sama dengan Sean dan Keenan. Beberapa menit lalu saat Heera sedang memakai sepatunya bersiap untuk berangkat kuliah, Keenan mendatanginya dan menyeret Heera untuk masuk kedalam mobilnya. Heera menolak karena Sean sudah duduk dikursi kemudi dengan wajah datarnya, tapi setelah Sean berkata dan memerintahkan Heera untuk ikut bersamanya, Heera pasrah, sementara Keenan bersorak ria.Sedari tadi Sean tidak membuka suaranya, lelaki dengan wangi aroma maskulin yang menyeruak di hidung Heera itu hanya diam dan fokus menyetir. Tak ada suara radio, hanya ada suara Keenan dan Heera yang saling melempar pertanyaan dan jawaban. Sesekali mata tajam Sean melirik ke kursi belakang melalui kaca, tapi Heera dan Keenan tidak menyadarinya saking asiknya mengobrol."Tante tidak memakai make-up?" tanya Keenan sembari mengamati wajah polos Heera.Heera tersenyum kikuk sambil mengusap tengkuknya, ga
"Keenan, Wake up!"Sean menyibak selimut Keenan secara kasar, membuat Keenan yang terlelap kini menggeliat, matanya yang baru saja ia buka langsung menyipit kembali saat silau sinar matahari menembus kaca jendela kamarnya."Cepat cuci muka, gosok gigi lalu pakai sepatumu, Ayah tunggu di luar." perintah Sean yang sudah rapih dengan setelan olah raganya. Seperti biasa, setiap hari libur ia selalu mengajak Keenan untuk ikut olah raga bersamanya."5 menit lagi, Yah..." rengek Keenan kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur."5 menit lagi atau ayah akan membuang Wish-mu." ancam Sean sembari terus berjalan keluar dari kamar Keenan, tangan kanannya terangkat menunjukan boneka kucing milik Keenan yang menjadi tawanannya.
"Heera, kamu mau kemana?"Heera yang sedang berjalan spontan menghentikan langkahnya saat pertanyaan Sean seakan tertuju padanya. Heera menoleh, menatap Sean yang sedang berdiri di depan gerbang rumahnya."Mau kerja, pak." jawab Heera. Hari biasa Heera memang pergi ke kelab jam 9 malam, tapi kalau hari sabtu dan minggu bosnya meminta Heera untuk datang pada sore hari. Kelab akan sangat ramai jika di hari libur, maka dari itu Heera datang lebih awal dari biasanya."Kamu kerja dimana? Ayo saya antar." ajak Sean tanpa basa-basi. Lihatlah, siapa yang berbicara dengan nada semanis itu. Heera hampir tidak percaya kalau Sean yang kelihatan dingin bisa mencair dengan secepet ini.Heera menaikkan kedua alisnya, merasa bingung dengan sikap Sean yang tiba-tiba berubah jadi sok akrab. Benar kata Jessi, Sean ini pasti buaya kelas kakap. Heera harus berhati-hati padanya. Heera menggelengkan kepalanya, ia tersadar dari p
PLAK!Heera berdecih, menatap jijik laki-laki yang baru saja ia tampar pipinya. Bukan tanpa alasan Heera murka hingga menampar laki-laki itu, harga diri Heera baru saja di lukai. Heera menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya bahwa ia menjadi korban pelecehan dari laki-laki sialan yang sedang mabuk.Padahal Heera sudah cukup sabar dan diam saja sedari tadi, tapi laki-laki tersebut malah menarik dan mendudukan Heera secara paksa di atas pangkuannya. Bukan cuma itu saja, tangan kurang ajar laki-laki itu juga menggerayangi tubuh Heera, bagaimana bisa Heera diam saja kalau begini?!"Wanita murahan! Beraninya kamu menampar saya?!" laki-laki tersebut marah, menatap Heera murka. Tapi Heera tidak takut, justru Heera bertambah marah karena laki-laki itu tidak merasa bersalah dan malah memarahinya.Cih, dasar lelaki tua bangka kurang belaian! umpat Heera dalam hati."Beraninya tangan kotor
"Tumben kamu masih di sini, Ra? tidak berangkat kuliah?"Heera menoleh, menatap Ibu kost yang baru keluar dari kamarnya dan bertanya.Heera yang menaikan kedua kakinya keatas sofa spontan menurunkannya lalu tersenyum menyapa, "Libur bu, sekarangkan hari minggu." jawab Heera."Tidak kerja?" Ibu kost bertanya lagi, karena melihat Heera santai-santai seperti ini adalah pemandangan yang tidak biasa, gadis itu paling tidak bisa diam di kosan, kalau ada waktu luang sedikit pasti langsung pergi kerja."Lagi nganggur, bu." jawab Heera sambil pasang wajah seolah biasa saja. Padahal pikirannya lagi rumet parah."Inget Ra, lo miskin, cepet pergi cari kerja!" Anin tiba-tiba datang dan langsung menarik Heera untuk segera berdiri. Anin ini hampir mirip Heera, pemburu cuan.
"Maksud bapak, saya gak jadi kerja disini?"Anggukan di kepala Sean cukup membuat Heera tercengang dan tidak percaya. Ia memajukan bibir bawahnya lalu menatap Sean memelas. Apa-apaan ini? Sean baru saja mempermainkan nya atau bagaimana?"Tapi kenapa, pak?" Heera masih tidak terima."Saya kurang percaya sama kamu, lagi pula saya sudah dapat babysitter baru untuk Keenan." jawab Sean dengan raut wajah angkuhnya, ia tampak sama sekali tidak merasa bersalah sudah membuat Heera kecewa.Mendengar jawaban Sean, Heera mendengus. Jika dari awal tidak mempercayainya lalu untuk apa Sean menawarkan ia pekerjaan? Seketika Heera berubah raut wajahnya menjadi dongkol."Ya sudah pak, saya pulang saja kalau gitu. Semoga babysitter Keenan lebih baik dari saya." ketus Heera, masa bodo dengan sopan santunnya, ia sudah kepalang jengkel dengan duda anak satu itu.Kedua mata elang Sean menatapi k