Share

01. Tetangga Baru

"Dia Sean, penghuni baru rumah depan kosan kita." Jessi berbisik kepada Heera seraya mencuri lirikan kearah pria tampan yang sedang mengobrol dengan Ibu kost diruang tengah, sementara Heera dan Jessi duduk berdua di depan televisi.

Heera menatap pria bernama Sean, seketika Heera meneguk salivanya, usia Sean memang sepertinya tidak muda lagi, tapi pesonanya membuat siapa pun terkesima. Heera saja sampai menggelengkan kepalanya, manusia di hadapannya itu seperti tidak nyata. Mata Heera masih menikmati pahatan indah itu, lurus, dalam dan enggan berpaling, ia seperti tersihir paras menakjubkan milik Sean. Biasanya, manusia dengan wajah tampan seperti Sean hanya Heera lihat di drama Korea atau series Netflix yang sering ia tonton. Haruskah Heera meminta foto bersamanya? Heera menggelengkan kepalanya, hal itu pasti hanya akan membuat Sean ilfeel. Lagi pula jika benar Sean adalah tetangga barunya, pasti mereka akan sering bertemu.

"Sean ganteng ya sampai lo gak kedip gitu lihatin nya" tegur Jessi membuyarkan lamunan Heera. Heera tersenyum canggung, lalu kembali menatap kearah Sean. Ada sesuatu yang menarik atensinya di dekat Sean, anak kecil yang sedari tadi melihatnya. Heera menatap lamat-lamat wajah anak itu, kemudian menatap kearah Sean lagi, kening Heera langsung mengernyit, wajah Sean dan anak kecil itu sangat mirip!

"Itu anaknya?" spontan Heera bertanya, tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Iya, punya anak, tapi gak punya istri alias Duren, Duda Keren!" jawab Jessi sambil menahan cekikikan nya agar tidak terdengar sampai keruang tengah.

Entah kenapa Heera menghembuskan napas lega mendengar jawaban Jessi, bibir Heera menyunggingkan senyuman penuh arti kemudian mengambil sepotong kue yang tersedia diatas meja, katanya kue dari tetangga barunya. Katanya tetangga baru, tapi Jessi mengetahui informasi pria itu dengan sangat akurat. Heera tidak heran karena Jessi adalah maknae atau member termuda di grup pergosipan ibu-ibu komplek lingkungan ini.

"Mami gue setuju gak ya kalau gue nikah sama Duda?" celetuk Jessi membuat Heera tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya. Jessi memang suka bercanda.

Sekali lagi, Heera melirik kearah ruang tengah, menatap anak kecil yang kini sedang menatapnya juga. Heera sedikit tertegun saat anak kecil itu memberikannya senyuman, dengan ramah Heera membalas senyumannya. Melihat senyuman manis anak itu, Heera yakin pasti Sean mendidiknya dengan sangat baik hingga anak tersebut memiliki attitude yang patut di acungi jempol.

"Anaknya aja seganteng itu, mamahnya pasti cantik." gumam Heera yang matanya tak lepas dari anaknya Sean yang tidak ia ketahui siapa namanya.

Mata Heera tak kunjung berpaling dari anak kecil itu hingga dimana ia harus melepaskan kontak matanya saat mata tajam Sean menghunus kearahnya setelah anak tersebut membisikan sesuatu kepada Sean. Heera pikir, anak kecil itu pasti sedang mengadu kepada Ayahnya karena ada tante-tante genit yang sedang memandangnya.

"Hai, tante."

Heera langsung mendongak spontan saat anak kecil itu tiba-tiba berdiri di hadapannya dengan senyum menggemaskan. Wah, baru saja Heera mengira anak itu mengadu kepada Ayahnya yang tidak-tidak.

"Hai, sweetie." Jessi langsung pasang wajah ramah. Ia mencubit pelan pipi menggemaskan anak manis itu.

Tapi dengan lembut anak kecil itu menyingkirkan tangan Jessi dari pipinya, ia tampak tidak suka di perlakukan seperti anak kecil oleh Jessi. "I'm not a kid, tante." katanya. Heera dan Jessi seketika tertawa kecil, bukan jenis tawa meremehkan, tapi mereka tertawa karena wajah anak itu benar-benar menggemaskan. Walaupun anak manis itu berkata bahwa ia bukan anak kecil, tapi wajahnya tidak terlihat seperti orang dewasa, tentu saja, anak itu pasti baru berumur 6 tahun atau mungkin 7 tahun.

"Kamu namanya siapa, sayang?" kini Heera bertanya seraya menuntun anak itu untuk duduk diantara dirinya dan Jessi.

"Keenan. Keenan Ivander Rangadi." jawab Keenan sambil memandang Heera dan Jessi secara bergantian.

"Kalau tante berdua namanya siapa?" Keenan balik bertanya. Keenan memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik. Dengan orang baru pun dia tidak segan untuk menjawab atau pun bertanya.

"Naheera, Keenan bisa panggil tante Heera." jawab Heera seraya mengelus rambut hitam Keenan.

"Kalau aku Jessi, tapi Keenan boleh panggil aku mami Jessi." jawab Jessi membuat Keenan dan Heera tertawa kecil.

"Kue nya enak tidak, tan?" tanya Keenan melihat kue yang tadi diberikan oleh Ayahnya tersisa setengah potong.

Heera dan Jessi mengangguk kompak, "Enak, mami Jessi saja sampai makan tiga potong." jawab Heera guyon, Jessi yang mendengar itu menabok pundak Heera dan langsung salah tingkah.

"Kue itu aku dan nenek yang membuatnya." Keenan memberitahu.

"Keenan dan nenek pintar masak ya." balas Jessi.

Keenan mengulum bibirnya, "Tidak juga, karena sebenarnya aku hanya merecoki nenek saja." jawab Keenan sambil mengeluarkan cengirannya. Heera menggeram, menahan diri untuk tidak mencium atau pun mencubit pipi kemerahan Keenan karena anak itu sungguh menggemaskan.

"Keenan umur berapa tahun sih? Kok pintar banget bicaranya?" tanya Jessi penasaran.

"Tujuh tahun."

Lihat! Benarkan dugaan Heera.

"Keenan."

Baru saja Jessi ingin menjawab ucapan Keenan, namun suara Sean yang memanggil nama anaknya membuat Jessi kembali membungkam mulutnya. Spontan pandangan mereka bertiga tertuju kepada Sean yang sudah berdiri di ruang tengah, sepertinya obrolan antara pria itu dan ibu kost sudah selesai.

"Iya, Ayah?" sahut Keenan dengan patuhnya.

"Ayo pulang," ajak Sean sambil menggerakan tangannya meminta Keenan untuk menghampirinya segera.

Keenan menundukan kepalanya, ia masih ingin bercanda bersama Jessi dan Heera, tapi perintah Sean tidak mungkin bisa ia bantah. Sean tidak pernah mengajarinya untuk jadi anak yang pembangkang apa lagi anak nakal.

"Mami Jessi, tante Heera, Keenan pulang dulu ya." ujar Keenan menatap tak rela Heera dan Jessi secara bergantian.

"Iya, besok kita main lagi ya." jawab Heera seraya mengelus rambut Keenan penuh kasih sayang.

"Kenapa kamu memanggilnya dengan sebutan mami, Ken?" tanya Sean, ia tertegun saat mendengar Keenan menyebut salah satu dari perempuan itu mami.

Sementara Jessi menelan ludah dengan susah payah di tempatnya saat mendengar suara protes Sean yang mengalun merdu di telinganya. Perlahan Jessi melangkah mundur, bersembunyi di balik tubuh mungil Heera.

"Kata mami Jessi aku boleh memanggilnya mami."

Duh, Jessi meringis. Menyesal karena sudah mengatakan hal konyol kepada Keenan. Ia tidak mengira kalau Keenan sungguhan akan memanggilnya mami.

"Mam- tante cuma bercanda, Ken." ujar Jessi sambil tertawa renyah, hancur sudah imagenya didepan duda tampan.

"Jangan memanggilnya dengan sebutan itu lagi, Ken. Cepat minta maaf sama tantenya." perintah Sean membuat hati Jessi berdenyut nyeri. Pupus sudah harapannya, baru maju satu langkah, namun Sean sudah mendorongnya ke jurang terdalam. Secara halus Sean menolaknya.

"Baik, Yah. Maafin Keenan ya tante Jessi" kata Keenan seraya menggengam tangan Sean.

"Gakpapa, Keenan." balas Jessi masih dengan tawa renyahnya.

Sean melirik kearah Heera sekilas namun tatapannya dalam dan penuh arti. Heera yang sadar sedang di pandang spontan menatap balik Sean, keduanya saling melempar pandang, terpanah satu sama lain sampai akhirnya Keenan menegur Sean dan menghentikan scene pandangan pertama itu.

Tapi yang pasti, Sean tandai wajah polos gadis itu sebelum kakinya melangkah pergi.

* * *

"Tante Heera!"

Heera yang sedang terburu-buru memakai sepatu menoleh ke sumber suara, mendapati Keenan yang berdiri di depan pagar rumahnya sambil melambaikan tangan kearah Heera.

"Hai, Ken!" sapa Heera ramah, ia membalas lambaian tangan Keenan yang rapih dengan seragam sekolahnya. Seketika Heera lupa kalau harus segera pergi menuju tempat kerjanya.

"Ken, ayo cepat! Kamu sudah terlambat!" suara bariton milik Sean mengintruksi Keenan.

Heera langsung terpanah melihat kehadiran Sean, pria itu tampak sedang di kejar waktu, sama seperti Heera, hanya saja bedanya Heera masih sempat menikmati sejenak pemandangan indah pagi ini. Sih tampan dengan sejuta pesona itu semakin bertambah tampan dengan setelan jas kerjanya, siapa lagi kalau bukan Sean. Melihat dasi Sean yang miring membuat tangan Heera gatal ingin membenarkannya.

"Sepertinya tante Heera juga terlambat, Yah." kata Keenan sebelum masuk kedalam mobil yang Sean bukakan pintunya. Mendengar ucapan Keenan barusan, praktis Sean menoleh kearah Heera, menatap gadis yang rambutnya dikuncir asal itu dengan pandangan yang tidak biasa. Tidak mau lama-lama terlena, Sean langsung mengalihkan tatapannya dan berjalan kearah pintu pengemudi, membuka pintu mobilnya lalu memasukinya.

Sedangkan Heera menunduk di tampatnya, jantungnya berdesir tak karuan saat Sean menatapnya dengan tajam dan memecahkan konsentrasinya. Tatapan pria tampan memang meresahkan. Walaupun sebenarnya tatapan yang Sean berikan tadi sedikit mengerikan, tajam dan seakan menelanjanginya. Meski begitu, Heera tidak peduli karena hal itu tidak mengurangi kadar ketampanan Sean di matanya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
meresahkan ya
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Sepertinya sean jatuh cinta ni sama heera
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status