Share

04. If You Want to

Heera meremas jari-jarinya, entah kenapa saat ini ia bisa berada didalam satu mobil yang sama dengan Sean dan Keenan. Beberapa menit lalu saat Heera sedang memakai sepatunya bersiap untuk berangkat kuliah, Keenan mendatanginya dan menyeret Heera untuk masuk kedalam mobilnya. Heera menolak karena Sean sudah duduk dikursi kemudi dengan wajah datarnya, tapi setelah Sean berkata dan memerintahkan Heera untuk ikut bersamanya, Heera pasrah, sementara Keenan bersorak ria.

Sedari tadi Sean tidak membuka suaranya, lelaki dengan wangi aroma maskulin yang menyeruak di hidung Heera itu hanya diam dan fokus menyetir. Tak ada suara radio, hanya ada suara Keenan dan Heera yang saling melempar pertanyaan dan jawaban. Sesekali mata tajam Sean melirik ke kursi belakang melalui kaca, tapi Heera dan Keenan tidak menyadarinya saking asiknya mengobrol.

"Tante tidak memakai make-up?" tanya Keenan sembari mengamati wajah polos Heera.

Heera tersenyum kikuk sambil mengusap tengkuknya, gadis itu lantas merespon pertanyaan Keenan dengan gelengan di kepala. Sebenarnya Heera ingin melakukan itu, memakai make-up. Tapi Heera tidak punya banyak uang dan waktu. Membeli peralatan make-up membutuh uang yang lumayan, sementara memakai make-up juga butuh waktu cukup lama untuk hasil yang memuaskan. Bersyukur Heera tidak bergantung pada make-up. Tapi, tentu saja Heera rutin merawat wajahnya dengan produk skincare. Walaupun ia tidak menggunakan make-up, tapi kulit wajahnya harus tetap sehat.

"Tidak, tante tidak punya waktu dan uang untuk membeli make-up." jawab Heera jujur apa adanya, membuat Sean praktis meliriknya.

"Tidak apa-apa, tante tetap cantik walaupun tidak memakai make-up. Iya kan, Yah?"

Awalnya Heera tersenyum saat mendengar jawab Keenan, tapi kalimat di akhir dari pertanyaan Keenan membuat wajah Heera menegang.

Sean yang sedari tadi menguping itu sama terkejutnya seperti Heera, tidak menyangka kalau Keenan akan melempar jawaban seperti itu padanya. Dengan wajah kaku yang disamarkan, Sean menoleh sejenak kearah Heera lalu mengangguk singkat.

"Ya," jawab Sean membuat Heera menunduk menahan senyumannya. Ia tidak salah dengarkan dengan jawaban yang Sean berikan?

"Sudah sampai, Ken." kata Sean sembari melepas seatbelt yang melilit tubuhnya, lalu turun dari mobil untuk membukakan pintu untuk Keenan.

Perlakuan manis Sean itu membuat Heera bertambah kagum. Memang yang Sean lakukan hanya hal sepele, tapi menurutnya tidak semua Ayah yang mengantar anaknya ke sekolah mau turun untuk sekedar membukakan pintu untuk anaknya seperti yang Sean lakukan.

"Sampai jumpa, tante Heera!" ujar Keenan kepada Heera. Mereka melakukan high five seperti biasa sebelum Keenan turun dari mobil dan berlari memasuki area sekolahnya yang super luas. Mata Heera saja tidak lepas menatap ke gedung sekolah Keenan. Tidak terbayangkan berapa kocek yang Sean keluarkan untuk menyekolahkan Keenan di sekolah bertaraf internasional itu.

"Kamu tidak berniat pindah?" tanya Sean menatap Heera yang duduk manis di kursi belakang.

"Saya bukan supir kamu." lanjut Sean membuat Heera buru-buru pindah ke kursi depan. Wah, dengan jarak sedekat ini wangi tubuh Sean semakin memanjakan indra penciumannya.

"Kuliah kamu sudah semester berapa?" tanya Sean untuk pertama kalinya membuka percakapan dengan Heera.

"Delapan, pak." jawab Heera sopan. Sean yang mendengar Heera memanggilnya dengan embel-embel 'pak' itu tersenyum, tipis dan sekilas. Apa wajahnya setua itu sampai Heera memanggilnya bapak?

"Jangan panggil saya pak, panggil nama saya saja. Sean." perintah Sean, Heera menggeleng ragu, sepertinya ia tidak bisa bersikap santai kepada Sean. Melihat respon Heera, Sean tersenyum tipis dan mengangkat pundak, terserah gadis itu saja mau memanggilnya apa.

"Nama lengkap kamu siapa?" lanjut Sean bertanya.

"Naheera Auristela." jawab Heera masih sedikit canggung dan gerogi berinteraksi dengan lelaki bermata tajam itu.

"Single"

Heera mengedipkan matanya beberapa kali, "Maksudnya, pak?" tanya Heera takut ia tadi salah dengar atau salah paham dengan pertanyaan Sean.

Sean menoleh sekilas kearah Heera kemudian kembali fokus kearah jalanan di depannya, "Kamu sudah punya pacar atau masih single?" kata Sean mengulang. Berarti tadi Heera tidak salah tanggap. Habisnya aneh saja jika Sean langsung bertanya hal seperti itu kepadanya.

"Ah, iya. Aku single."

"Sama, saya juga." balas Sean semakin membuat Heera kebingungan. Ia tidak mengerti mengapa Sean memberitahukan status singlenya, padahal ia tidak bertanya.

Tak kunjung mendengar respon dari gadis di sampingnya, Sean kembali buka suara.

"Tadi pagi Keenan bertanya kepada saya. Katanya, 'Ayah, bisa tidak Ayah menafkahi tante Heera?', karena tidak mungkin saya memberikan jawaban saya kepada Keenan. Jadi saya akan kasih jawabannya ke kamu saja langsung, kebetulan juga kamu ada disini. Saya sih sangat mampu untuk menafkahi kamu, kalau kamu ingin."

Sebentar, Heera masih mencerna ucapan Sean agar tidak salah paham. Namun setelah di cermati lagi dengan detail, sepertinya Heera tidak salah dengar atau salah tangkap maksud ucapan Sean. Heera mengerjapkan matanya, ia tersenyum kaku kearah Sean.

"Rileks, Heera." Sean tertawa kecil melihat wajah tegang Heera.

Heera mendumel dalam hati, bisa-bisanya duda di sampingnya itu tertawa setelah membuatnya terbang ke awang-awang.

"Alih-alih menafkahi saya, lebih baik bapak mempekerjakan saya." jawab Heera.

Kedua alis Sean terangkat, suasana kini tidak setegang sebelumnya. "Maksud kamu?"

"Tentang tawaran pak Sean kemarin, saya mau pak. Saya mau jadi baby sitter Keenan."

***

Heera mengantuk, tapi ia tidak bisa tidur. Matanya menatap kearah dosen di depan sana, telinganya terbuka lebar-lebar mendengarkan penjelasannya materi dari dosennya, tapi semua penjelasan dari dosennya tidak masuk ke otak Heera.

Konsentrasi Heera pagi ini pecah. Arwahnya seakan hilang dari raga. Pasalnya, ucapan Sean dimobil tadi ternyata bukan mimpi. Itu nyata tapi sangat tidak bisa Heera percaya. Ini di luar nalar logika. Laki-laki yang baru beberapa kali berbicara dengannya tiba-tiba menawarkan diri untuk menafkahinya.Walaupun Heera tadi mengalihkan topik, tetap saja ia kepikiran.

Di tawarin untuk di nafkahi oleh duda tampan beranak satu seperti Sean, siapa yang tidak kepikiran?

YA, Heera akui kalau Sean itu tampan, sangat tampan sampai Heera kesulitan bernapas saat duduk bersebelahan dengannya. Tapi, karena Sean tampan bukan berarti lelaki itu boleh menyepelekan perasaannya. Apa maksudnya bertanya seperti itu padahal mereka baru mengenal nama satu sama lain saja? Heera benar-benar tidak habis pikir.

Untung saja Heera memiliki senjata untuk mengalihkan pembicaraan. Tentang menjadi baby sitter Keenan, Heera memang sudah memikirkannya saat di jalan pulang dari kelab malam. Kalau di pikir-pikir, sepertinya tidak sulit mengasuh Keenan. Keenan bukan anak yang nakal, dia pintar, penurut dan sangat manis, jadi tidak ada salahnya Heera mencoba.

Sean bilang Heera bisa mulai bekerja hari Senin, kebetulan besok masih hari sabtu, jadi ia memiliki dua hari untuk mempersiapkan diri. Jam 6 sudah harus datang ke rumah Sean, menyiapkan perlengkapan sekolah Keenan dan sarapan, mengantar dan menjemput Keenan sekolah, menemani Keenan bermain dan mengawasi Keenan sampai Sean pulang dari kantornya.

Tidak ada yang sulit, Heera yakin bisa melakukannya.

"Ra,"

Heera tertegun kecil saat pundaknya di tepuk pelan dari belakang. Spontan Heera berbalik badan dan mendapati Arta yang tersenyum kearahnya.

"Makan yuk." ajak lelaki yang memiliki senyum manis itu.

Heera menoleh kembali ke depan kelasnya, dosennya sudah menghilang, itu tandanya kelas sudah selesai. Hebat, Heera sama sekali tidak menyerap ilmu mata kuliah hari ini dan itu semua karena Sean!

"Tumben lo hari ini tidak ketiduran, Ra?" tanya Arta yang kini berdiri di samping meja Heera. Memperhatikan Heera yang sedang memasukan laptopnya kedalam tas. Sejujurmya, pertanyaan Arta cukup nyelekit dan menyinggung perasaan Heera.

"Gue juga heran, Ar." jawab Heera sembari bangkit dan memakai tasnya.

Mereka berdua jalan beriringan menuju kantin kampus seraya berbincang tentang hal apapun yang ada di kepala. Kecuali Sean, walaupun nama Sean terus berputar di kepalanya, tapi Heera tidak ingin membicarakan lelaki itu, ia ingin menikmati makan siangnya dengan tenang bersama Arta, cowok yang sebenarnya sudah Heera taksir sejak lama.

Mungkin Heera sedikit berlebihan saat pertama kali melihat Sean dan mengatakan bahwa laki-laki itu adalah sosok manusia tampan sesungguhnya yang baru pertama kali ia lihat. Tapi sebenarnya, Heera sudah lebih dulu bertemu dengan Arta yang ketampanan juga melampui batas normal. Hanya saja, bedanya wajah Sean lebih tegas dan gentle. Arta tampan, tapi bentuk wajahnya sangat kecil membuat wajah lelaki itu terlihat cantik meski sebenarnya Arta juga laki-laki tulen.

Tapi Heera menyukai Arta bukan hanya karena cowok itu memiliki wajah yang tampan. Tampan namun sikapnya menyebalkan juga Heera tidak sudi menyukainya. Arta itu tampan wajahnya, baik prilakunya, pintar otaknya dan banyak uangnya. Ibarat kata, Arta ini paket lengkap. Tidak heran kalau Arta menjadi idola di kampusnya.

Kalau saja Heera tidak bisa menahan perasaannya, mungkin sudah dari lama Heera menyatakan cinta kepada Arta. Cuma saja Heera sadar diri, Arta pasti menolaknya dan hal itu pasti akan membuat hubungan pertemanan mereka menjadi renggang. Lagi pula Heera tidak berminat untuk pacaran. Dekat tapi tidak memegang komitmen jelas lebih menyenangkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status