Sunmi memutar-mutar pensil di tangannya, tak fokus sedari tadi karena mengingat kata-katanya sendiri beberapa hari yang lalu. Sebenarnya ia tak berniat untuk membuat Myungsuk marah, tapi karena perkataannya tempo hari, sampai sekarang kekasihnya itu belum juga menghubunginya.
Waktu istirahat akan berakhir sebentar lagi, dan Sunmi masih belum beranjak dari kursinya sejak bel berbunyi. Panggilan dari teman sekelasnya tak ia hiraukan, seolah pikirannya hanya mampu fokus pada satu hal.
Pada Hyun Myungsuk yang ia rasa mulai menjauh.
Gadis itu menghela nafas berkali-kali, lelah sendiri dengan skenario bodoh yang sudah ia buat. Sunmi mengutuk Myungsuk dalam hatinya. Brengsek, apa dia masih butuh aku, batinnya. Persetan kau, ulzzang brengsek.
Lama bermonolog sendiri, tiba-tiba ponselnya bergetar. Ia lekas mengambilnya dan melihat sebuah pesan masuk yang dikirimkan oleh seseorang beberapa detik yang lalu.
From: Wooseok-Oppa
Sunmi-ya, datanglah ke studio malam ini. Ada pekerjaan untukmu.PS: Ini tentang Dan T.
Kedua matanya membola ketika ia membaca nama Dan T tertera di sana. Serius, sampai kapan pun tatapan dingin milik pria berkulit pucat itu tidak akan pernah ia lupakan. Tapi entah kenapa, sejak pertama kali melihat sosok asli Dan T, Sunmi sangat mengaguminya.
Ia bahkan beberapa kali mempromosikan lagu milik Dan T lewat blognya tak lama setelah mereka bertatap muka.
Sunmi segera mengetikkan balasan di sana. Bibirnya tak henti melengkungkan sebuah senyum manis. Sepertinya masalah Hyun Myungsuk bisa ia lupakan untuk sesaat malam ini.
****
Wooseok terus saja memperhatikan Seojin yang sejak tadi mengetikkan sederet kalimat panjang di laptopnya. Pria itu tahu bahwa pujaan hatinya adalah seorang food blogger profesional. Pada awalnya, ia mengenal Seojin lewat beberapa postingan video youtube miliknya.
"Noona, tidak bosan memandang layar putih itu?" Suara Wooseok terdengar dalam studio yang hening. Seojin menghentikan ketukan jarinya di atas keyboard dan segera menoleh ke arah Wooseok.
"Tidak, aku sudah biasa." Ia hanya menoleh sebentar, kemudian mengabaikan Wooseok lagi, membuat pria dua puluh tiga tahun itu cemberut karena diabaikan oleh pujaan hatinya.
"Mereka kapan selesai? Aku sudah lapar." Tatapan Seojin masih fokus melihat ke layar laptop, jemarinya masih menari-nari di sana. Ia berucap tanpa menoleh.
"Sebentar lagi, Noona. Nanti kita makan malam bersama."
Seojin hanya menganggukkan kepalanya, memainkan bibir tanpa menoleh. "Kita makan malam berempat dengan Sunmi dan Dantae, ya."
Wooseok membatin, kenapa wanita cantik ini tidak peka sekali. Padahal ia ingin makan berdua saja dengannya. Tapi kalau sudah begini, tidak ada yang akan membantah ucapannya. Seojin paling tua di antara semua orang yang ada di sana. Karena ia juga dikenal bijak, maka semua perkataannya harus dituruti.
Hari ini Wooseok menyuruh Sunmi untuk melakukan pemotretan bersama Dantae. Ya, bersama. Sunmi sudah lama bekerja di bawah perintah Wooseok, dan Wooseok tahu diri bahwa gadis itu adalah orang yang paling Seojin sayangi. Jadi, ia memberikan pekerjaan lebih serta memberi Sunmi uang lebih banyak.
Ia menyuruh Sunmi untuk memotret Dantae, kemudian ikut dipotret juga oleh Dantae. Sunmi bahkan baru tahu jika rapper berwajah datar itu jago memotret. Selama sesi pemotretan, Dantae tidak banyak bicara. Pria Daegu itu dengan cekatan terus memotret dirinya.
Ngomong-ngomong, jangan remehkan Sunmi. Ia tentu saja bisa bergaya layaknya model profesional. Dia menuntut ilmu di sekolah kesenian yang mahal.
"Semuanya sudah lengkap, terima kasih, Oppa." Sunmi membungkuk dan berkata dengan nada yang bersahabat. Dia takut salah sedikit saja, Dantae akan mencibirnya.
Rambut mint milik Dan T terlihat berkilau di ruangan ini, menyatu dengan terangnya cahaya. Sunmi diam sebentar, sosok ini sebenarnya begitu memesona dari berbagai angle, tapi kenapa dia tidak suka menampakkan wajahnya ke publik? Sunmi jadi penasaran.
Pria di sebelahnya diam saja, tak menjawab ucapannya atau memberi respon dengan gestur tubuh yang berlebihan. Ia hanya mengangguk singkat dengan ekspresi yang sama.
"Ya, sama-sama." Cih, pria yang dingin. Sunmi sih tidak selera dengan yang seperti ini. Walaupun Dan T sangat tampan, rasanya ia tak akan tahan jika punya pasangan yang seperti ini.
Acuh. Dingin. Tak pernah tersenyum. Nilai minusnya banyak sekali.
Suara Dantae terdengar lagi setelah itu, melontarkan sebuah kalimat yang singkat, namun mampu menyita seluruh perhatian Sunmi.
"Kau juga. Jangan lupa istirahat, kau terlihat pucat akhir-akhir ini."
Sunmi tahu Dantae mengatakan kalimat barusan masih dengan raut wajah yang sama. Namun entah kenapa hatinya menjadi teduh, ia tidak pernah dikhawatirkan lebih dari ini selain oleh Seojin. Disaat lelahnya, Myungsuk hanya akan bertingkah seolah sedang menghiburnya dan melupakan sesuatu yang seharusnya ia katakan. Misalnya sebuah ungkapan kekhawatiran pada kekasihnya sendiri.
Gadis itu kemudian tersenyum, canggung. "Iya. Terima kasih, Dantae-oppa."
Setelah itu, hal tak terduga justru Sunmi dapatkan. Dantae menepuk pelan pundaknya. Ia memberi semangat sambil mengucapkan "Hwaiting!" pada Sunmi.
Perlakuan itu membuatnya sedikit tersipu malu. Pipinya merona merah dan bibirnya spontan melengkungkan senyum manis. Ia jadi ingat apa yang ia ucapkan pada Myungsuk beberapa minggu yang lalu saat ia mengatakan bahwa kekasihnya punya fetish pada orang Busan. Sunmi rasanya ingin menarik kata-katanya sendiri.
****
Mereka akhirnya makan malam berempat, dengan Wooseok yang masih sesekali menggerutu. Padahal ia hanya ingin makan berdua bersama sang food blogger. Tapi dengan mudahnya Seojin berkata jika mereka akan makan malam berempat. Wooseok bisa apa.
Hanya terdengar dentingan alat makan di restoran itu. Sesekali, Sunmi mengecek ponselnya dengan perasaan gelisah. Dantae menyadari hal itu. Ia juga sedang berbalas pesan dengan Jihyun. Setelah mengirimkan pesan pada kekasihnya, ia menoleh pada Sunmi. Gadis itu terlihat sangat cemas dan tertekan.
Dantae berpikir, mungkin karena tugas sekolah.
"Kau baik-baik saja?" Rapper itu sedikit mendekatkan tubuhnya pada Sunmi. Mereka duduk di sebuah kursi panjang, saling berhadapan.
Seojin dan Wooseok yang duduk di seberang meja mengabaikan keduanya, terlalu asik dengan dunia mereka masing-masing. Jadi Sunmi menghela nafas, kemudian menatap Dantae canggung.
"Aku hanya ... bingung kenapa kekasihku tidak menghubungiku beberapa hari ini." Kalimat yang sarat dengan nada rengekan itu akhirnya keluar. Ah, Dantae tahu Sunmi itu masih bocah.
Kira-kira siapa yang berhasil menaklukan hati gadis yang kelihatan pendiam ini.
"Apa kau bertengkar dengan pacarmu?" Dantae memberanikan diri untuk bertanya, tak peduli sedatar apa intonasi itu sekarang, membuat Sunmi tersenyum hambar.
"Bisa dibilang begitu. Ada seseorang yang masuk ke dalam hubungan kami akhir-akhir ini." Gadis itu berkata lagi, kali ini dengan nada yang terdengar sedih. Dantae merasa bersalah sekarang.
"Maksudmu, semacam orang ketiga?" Ia tak yakin untuk bertanya lebih banyak, jadi hanya melontarkan pertanyaan singkat. Tapi sepertinya pertanyaan itu benar-benar memukul Sunmi.
Sunmi mengangguk. "Mungkin saja. Sebenarnya dia hanya teman pacarku, tapi aku merasa sangat khawatir. Mereka terlihat begitu dekat." Kedua tangan itu mengepal erat di atas meja. Dantae memperhatikannya dalam diam.
"Kenapa kau begitu khawatir mengenai itu?" Kali ini ia berkata sambil menatap Sunmi. Obrolan ini terdengar semakin menarik, jadi ia memutuskan untuk mendengar lebih banyak.
"Entahlah, Oppa. Aku berpikir orang ini mempunyai sesuatu yang aku tidak punya. Semacam ... pesona, mungkin." Sunmi melanjutkan.
"Semua orang punya pesona, Sunmi-ya." Suara Dantae terdengar lagi. Kelihatannya, pria Daegu itu benar-benar mulai tertarik. Intonasi suaranya bahkan sudah tak sedatar tadi.
Sunmi menoleh lagi, melemparkan senyum tipis kemudian mengangguk. "Aku pikir juga begitu. Tapi aku merasa takut sekarang, pacarku sepertinya lebih betah dengannya."
Ucapan Sunmi kali ini membuat Dantae terdiam, ia tiba-tiba teringat pada Jihyun. Bagaimana jika kekasihnya juga melakukan hal yang sama. Hubungan mereka memang baik-baik saja, dan ia yakin Jihyun adalah gadis baik yang tidak akan berpaling darinya. Tetapi, Dantae cukup sadar diri bahwa dia tidak akan bisa bersama Jihyun selamanya.
Dantae mencoba untuk bersikap tak canggung pada Sunmi, ia kembali menepuk pundak gadis itu.
"Percayalah pada kekasihmu, Sunmi-ya. Mungkin dia hanya sedang lelah."
'Ya, Oppa. Dia lelah menjalin hubungan dengan bocah SMA sepertiku. Kami nampaknya tidak cocok lagi.' Sunmi membatin pilu. Ia ingin mengabaikan kenyataan, tapi rasa sakit di hatinya tak demikian. Perasaan itu berteriak minta dikeluarkan. Ia ingin cinta yang utuh dari Myungsuk.
Cinta yang sama seperti dulu.
Sunmi tidak mau menjawab lebih banyak lagi, dadanya sesak. Ia ingin menangis sekeras-kerasnya, sekarang juga. Namun, hanya senyum pahit yang mampu ia tunjukkan di depan lawan bicaranya sekarang.
"Akan kucoba, Dantae-oppa."
****
Hujan turun secara tiba-tiba malam ini. Padahal, sejak tadi sore belum ada tanda-tanda akan turun hujan, awan mendung pun tak terlihat. Keempat orang yang baru keluar dari restoran itu menatap tak percaya pada jalanan basah di depan mereka. Hujannya sangat deras, dan sialnya Seojin masih punya pekerjaan."Aku harus menyerahkan file ke Bos sebelum dia berangkat ke luar kota besok." Wanita cantik itu mengoceh panjang lebar sejak mereka mendengar suara hujan. Wooseok sudah ingin menutup telinganya rapat-rapat jika saja bukan Seojin yang sedang berbicara seperti kereta api.Aku tidak peduli, Noona. Persetan dengan semua file milik Bos mu, telingaku rasanya mau pecah, batin Wooseok. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk benar-benar meneriakki Seojin karena ia ingat kalau pekerjaan tetap pujaan hatinya selain food blogger adalah Chef di salah satu hotel bintang lima. Dan demi Tuhan, Wooseok pernah tak sengaja membuka salah satu file milik Seojin. S
Inbox (1)From: Kang WooseokHai, Noona ... apa kabar? Hari ini sudah makan berapa kali? Perlu kutemani ke supermarket, mungkin? Kapan kita bisa bertemu?Inbox (1)From: Kang WooseokSeojin-noona, kau ada di rumah? Aku ingin bertemu :) ayo kita makan siang bersama~Inbox (1)From: Kang WooseokNoona, hari ini luang tidak? Ayo temani aku ke toko sepatu. Oppa di rumah, kan? Aku jemput sekarang, ya ....Inbox: (1)From: Kang WooseokNoona, hangout bersamaku, ya? Aku bosan. Miss u Noona :(****"Bagus, Seojin ... bagus. Ya, ke kiri sedikit."
Myungsuk menyelesaikan tugas kuliahnya tepat pukul sembilan malam ini. Inginnya langsung tidur dan memimpikan anak anjing yang lucu seperti kemarin, tapi sepertinya ia harus mengubur semua keinginannya sekarang, karena lagi-lagi sesuatu bernama deadline terus membuat kedua matanya tetap terjaga semalaman penuh.Ia tidak ingat kapan Jihyun kembali ke rumahnya hari ini. Sejak pagi mood pemuda itu benar-benar buruk. Ia mencoret gambar yang sudah hampir jadi, lalu menggambarnya kembali dengan asal-asalan. Tentu saja hal itu membuat Myungsuk semakin lama mengerjakan gambarnya. Belum lagi jam kuliah yang harus ia kejar. Ini semua benar-benar berat jika dipikir berulang kali, tapi mau bagaimana pun, ia sudah terlanjur mengerjakan semuanya.Pertengkaran dengan Sunmi masih belum selesai. Gadis Busan itu bahkan masih belum menghubunginya sampai sekarang. Tadi pagi Myungsuk menemuinya ke sekolah, bermaksud untuk meminta maaf. Namun sepertinya mood Su
"Dantae-ya, kenapa membeli jajangmyeon di jam segini? Apa kau sangat sibuk akhir-akhir ini?"Dantae kenal baik dengan paman penjual jajangmyeon yang ada di kedai ini. Beliau biasa membuka kedainya dari pukul tujuh malam hingga pukul dua pagi. Biasanya, Dantae makan di sana bersama Wooseok atau Seojin. Tapi sesekali saat Jihyun berkunjung ke Seoul sebelum ia pindah, mereka juga suka kencan di sana, atau membeli jajangmyeon untuk dibawa pulang. Tapi malam ini, tidak ada seorang pun yang bersama Dantae hingga membuat lelaki paruh baya itu bertanya."Ke mana Wooseok dan Seojin?" Ia kembali bertanya sebelum Dantae menjawab.Pria Daegu itu hanya tersenyum sambil mengambil uang kembalian yang diberikan si lelaki paruh baya. Kalau Jihyun tidak sedang merengek seperti tadi, ia pasti akan pergi bersamanya ke kedai ini."Mereka sedang tidak bersamaku. Aku membeli ini untuk kekasihku, dia tiba-tiba ingin makan j
Ini sudah satu jam sejak kepergian Dantae, dan Jihyun masih belum mendapati kekasih cueknya itu kembali. Tidak mungkin Dantae diculik, kan. Lagipula siapa yang mau menculik orang kaku dengan raut wajah datar sepertinya.Tapi lama-lama ia kesal juga.Gadis itu mencoba untuk menghubungi kekasihnya lagi. Lima belas menit yang lalu, ia mengirim pesan pada Dantae tapi sama sekali tak mendapat balasan. Kali ini Jihyun mau langsung meneleponnya saja. Percuma dikirimi pesan lagi kalau tidak ada satu pun balasan.Ia mencari nomor Dantae dan menghubungi, namun tak ada jawaban sama sekali. Teleponnya tersambung tapi tidak diangkat. Sial, ke mana perginya pria cuek itu. Jihyun sudah mengantuk sekarang. Padahal ia ingin melupakan kejadian soal pertengkarannya dengan Sunmi di Coffee Shop itu dengan menghabiskan waktu istirahatnya dengan Dantae. Masa bodoh dengan wangi parfum di baju Dantae kemarin, yang jelas sekarang ia perlu kekasihny
Dantae memutar-mutar pensil di tangan kanannya. Pria Daegu itu masih belum menghasilkan lirik apa pun hari ini. Tangan kirinya ia gunakan untuk memijit pelipis yang terasa pening. Pertengkaran dengan Jihyun semalam masih mengganggu pikirannya, membuatnya tidak fokus bekerja. Ini hari minggu, tapi rasanya seperti tak ada libur dalam kamusnya.Wooseok tidak datang hari ini, katanya ada janji makan siang dengan Seojin-noona. Sedangkan dia harus rela pergi ke studio di jam yang sama seperti hari kerja. Mungkin itu juga yang membuat Jihyun tambah marah sekarang. Gadis itu bahkan tega mengabaikan seluruh teleponnya.Dantae ingat apa yang terjadi tadi pagi. Jihyun terus diam dan itu berarti dia benar-benar marah. Pukul empat lebih tiga puluh menit ia memarkir mobilnya di depan kantor penerbit BoRa, dan ia harus memaksa kekasihnya agar mau bicara padanya sepanjang perjalanan. Marahnya Jihyun yang paling menyeramkan adalah diam, dan Dantae sudah ja
Beomgyu tidak mengajak Jihyun makan siang di luar. Pemuda itu memesan delivery dengan alasan agar tugas mereka bisa tetap dikerjakan sambil makan. Beomgyu banyak menghibur hingga membuat Jihyun tertawa. Sepertinya pemuda itu akan masuk ke dalam list teman baiknya setelah ini."Kau tahu apa yang paling lucu mengenai tetangga lama yang aku ceritakan ini?" Ah, ya. Mereka sedang membicarakan tentang tetangga lama Beomgyu beserta kekonyolan dalam pertemanan mereka sejak tadi. Jihyun hampir tak berhenti tertawa, karena demi apa pun, kedengarannya teman lama Beomgyu ini adalah orang yang bodoh."Apa, Oppa? Apa?" Jihyun berujar tidak sabar, menatap Beomgyu dengan manik berbinar. Beomgyu menepuk-nepuk pahanya sendiri untuk menghentikan tawanya."Dia suka sekali meminjam celana pendekku dan lupa mengembalikannya."Jihyun tertawa lagi."Oh, iya! Dia juga seperti kakek-kakek, kerjaannya hanya tidur se
Jihyun terlalu lama menghabiskan waktunya dengan Beomgyu—karena banyak bagian dari naskah yang harus diperbaiki, jadi waktu yang mereka pakai jauh lebih lama. Setelah pening karena terus berkutat dengan kertas-kertas penuh gambar, yang terlintas di kepala Jihyun hanya kasur apartemennya yang empuk. Masa bodoh dengan sikap Dantae dan semua ketidakpekaannya itu, yang penting sekarang pulang ke apartemen lalu berendam dengan air hangat, setelah itu makan camilan dan pergi tidur. Sepertinya akan menyenangkan.Gadis Busan itu berjalan menyusuri jalanan yang selalu ia lewati setiap hari setelah turun dari bus. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh menit. Ia teringat sesuatu, kemudian dengan semangat menyambungkan earphone-nya pada ponsel, dan mulai memasangkan benda itu ke telinganya.Ini minggu malam. Mendengarkan suara bariton M akan sangat menyenangkan di musim dingin seperti ini. Jihyun mencari channel radio favoritny