Share

MADried Couple (Indonesia)
MADried Couple (Indonesia)
Penulis: DazedGirl

Part 1

Jamila : Bagaimana kalau kedua orang tuamu tidak setuju dengan hubungan kita? (Sambil mengeratkan genggaman tangannya sendiri dibawah meja makan)

Jamal : (mengerutkan keningnya sambil menatap langit-langit restoran) Jangan kau pedulikan orang tuaku, mereka pasti akan menyukaimu.

Jamila : Tapi Jamal, aku tidak mau jika setelah kita menikah harus tinggal bersama kedua orang tuamu!

Jamal : Ibuku akan menyukaimu.

Jamila : TIDAK JAMAL! (Berdiri dari duduknya sambil memelototi Jamal.

Jamal : Kenapa kamu begitu takut dengan orang tuaku?

Jamila : Cukup, sekarang jawab pertanyaanku, kamu pilih IBUMU atau AKU!? (teriak sambil menatap Jamal dengan nanar).

BRAK!!!

Kara menggebrak mejanya dengan keras hingga gelas kopinya bergeser satu centi. Setelah itu ia bangun dari duduknya dan berjalan mondar-mandir di depan komputernya sambil bertepuk tangan heboh.

Namun tak hanya gelas kopinya yang bergeser karena bunyi hentakan keras tadi. Ada orang lain yang juga berada di ruangan yang sama dengannya.

“KAGET GUE!” protes seorang remaja SMA yang sedang asik rebahan di atas sofa kecil yang dialasi karpet bulu lembut.

“Akhirnya Lang, gue dapet inspirasi! Gue udah putusin kalo Jamila sama Jamal bakal nikah!” seru Kara pada Gilang, adik satu-satunya yang kini duduk di bangku SMA kelas 11.

Gilang hanya geleng-geleng kepala sambil mengernyitkan matanya.

“Terserah!” komentarnya datar lalu melanjutkan gamenya.

“Pasti Sutradara bakal setuju, respon penonton juga akhir-akhir ini ngedukung hubungan Jamal sama Jamila. Gue yakin rating sinetron ini bakalan naik setelah episode ini tayang.” Kara kini ikut bergabung duduk di sofa yang sempit itu.

“Yayaya terserah.” komentar Gilang masih dengan suara dan ekspresi yang sama.

“Gak ada komentar lain apa?” sinis Kara sambil menatap Adiknya.

Gilang pun berpaling sebentar dari layar ponselnya lalu melirik balik Kakaknya yang bahkan belum mandi sejak kemarin.

“Apa? Lo pasti mikir ‘ni bocah pasti hidupnya sengsara, gak punya masa depan’ gitu kan?” tebak Gilang yang sudah hapal dengan bahasa mata Kakak Perempuannya.

Kara pun mendengus malas, “Keluar lo dari kamar gue! heran gue  seneng banget nongkrong di sini, kaya gak punya kamar aja lo!” usir Kara sambil mendorong Gilang hingga jatuh dari sofa.

“Makanya pasang Wifi jangan di kamar lo doang!”

“Pala lo! Kamar lo juga kebagian kali, Si Alvin yang rumahnya ngelangkahin tiga rumah aja kadang bisa nyomot Wifi sini!” bentak Kara sambil menempeleng kepala Adiknya.

“Ish… galak banget sih lo, kekerasan dalam rumah tangga nih namanya!” ringis Gilang sambil mengelus kepalanya.

“Bodo! Sana pergi! pagi-pagi ngerusak mood gue aja lo!” kali ini Kara benar-benar menyeret Adiknya keluar dari kamarnya. Setelah itu ia mengunci pintu kamarnya lalu kembali ke depan komputernya.

Ia menatap layarnya lagi sambil men-scroll ke arah atas untuk melihat naskah yang ia sudah ia kerjakan satu tahun.

Kara Lavanya Ahmad adalah seorang penulis kisah roman yang sudah memiliki beberapa buku yang diterbitkan. Walau tak semuanya masuk jajaran best seller, namun ia termasuk penulis yang konsisten karena ia pasti mengeluarkan buku baru di setiap tahunnya.

Karir Kara di dunia penulisan mulai berkembang sejak satu tahun lalu. Salah satu Dosennya tiba-tiba menghubunginya dan mengajaknya bertemu. Ternyata dari pertemuan itu ia diperkenalkan oleh seorang Sutradara terkenal yang biasa menggarap Sinetron-sinetron dengan rating selangit di stasiun TV nasional. Dan singkat kata, proyek sinetron kejar tayang pun berhasil Kara dapatkan setelah plot naskahnya diterima oleh Sutradara tersebut. Selama 6 bulan sinetron yang berjudul ‘Cintaku Melipir Ke Crazy Rich Depok’ berhasil meraih rating tertinggi dari semua slot TV yang tayang di jam yang sama.

Karena Tingginya popularitas sinetron tersebut, akhirnya rumah produksi membuat sinetron ini berlanjut ke musim 2, Naskah inilah yang saat ini sedang Kara kerjakan sekarang. Dan untuk judul musim kedua kali ini adalah ‘Menantu Beban Keluarga Mertua’. Agak norak memang, namun itulah yang disukai penonton sinetron zaman sekarang.

Kara sebenarnya ingin melanjutkan pekerjaannya lagi. Namun ia teringat dengan janjinya pada teman SMA-nya yang memintanya datang ke acara pembukaan Café miliknya.

Kara pun mematikan komputernya lalu bergegas mandi dan berganti pakaian. Setelah itu ia memesan taksi online dan melesat ke sebuah café yang tak jauh dari stasiun Gambir.

Tak butuh waktu lama, hanya 30 menit, Kara sudah sampai di sebuah ruko dua lantai yang tepat menghadap ke arah stasiun. Dan setelah membayar ongkos taksi, ia pun langsung masuk ke dalam ruko yang memiliki nuansa kayu.

“Itu karangan bunga dari siapa aja?” Kara langsung bertanya begitu melihat Rumi, temannya, yang sedang mengelap mesin kopinya seharga jutaan rupiah.

“Dari Om gue yang di Garut satu, yang di Surabaya satu, sama yang paling gede itu dari Om gue yang di Tangerang.”

“Banyak banget cabang lo.” ejek Kara yang langsung mengabil nomor meja yang masih bertumpuk di dalam kardus lalu menyusunnya ke semua meja yang sebelumnya sudah ditata oleh Rumi.

Bisa dibilang Rumi adalah satu-satunya sahabat Kara saat ini. Sikap mereka yang berlawanan justru membuatnya hubungan persahabatan mereka langgeng. Rumi adalah gadis poluler yang dikenal hampir seluruh siswa karena ia aktif di organisasi dan mudah akrab dengan siapa saja, sedangkan Kara yang pendiam dan cuek lebih suka berdiam diri di pertustakaan karena ia senang membaca dan berlatih menulis. Namun Siapa sangka justru di tempat itulah persahabatan mereka dimulai.

“Terus yang dateng ke sini nanti yang mana?” tanya Kara lagi.

“Ya lo tebak aja, yang dompetnya paling tebel lah yang gue undang.” sahut Rumi.

Kara langsung geleng-geleng kepala, tentu saja Si Om cabang Tangerang yang mengirim karangan bunga paling besar.

“Bagi satu kek, yang dompetnya paling tipis gak apa-apa deh, mayan buat nganter jemput gue biar gak tekor naik taksi mulu.”

“Yang umurnya hampir dua kali umur lo mau?”

“Yeh… kalo gitu mah gue berasa masih dianterin supir taksi juga!”

“Lagian mana ada Om muda, ganteng, banyak duit yang mau melihara cewek galak kaya lo!” ledek Rumi.

“Heh! Gue bedakan dikit bisa ngalahin selfie lo yang filternya tiban empat kali.”

“Enak aja lo!” ringis Rumi sambil melempar lap basah ke arah Kara, “Lagian kaya doyan Laki aja lo.”

“Siapa bilang gue gak doyan Laki?”

“Lo sendiri yang bilang lo udah muak sama hal-hal berbau cinta, heran gue, tiap hari nulis tentang cinta-cintaan, tapi di hatinya gak ada cinta sama sekali.”

“Itu lah hebatnya gue, bisa mengontrol otak dan hati dengan baik.”

“Baik jidat lo! Yang ada lo gak normal!”

“Udah ah diem, diomelin gak ada di jobdesc gue hari ini ya!”

Kali ini giliran Rumi yang geleng-geleng kepala karena sikap sahabatnya yang ajaib jika sudah membahas tentang topik sensitif ini.

***

Pembukaan Café kecil Rumi yang bertema Book Café berjalan dengan lancar. Berkat gencarnya promosi yang Rumi lakukan di media sosial membuat banyak pengunjung yang datang untuk mencicip café yang diberi nama Aprodite, nama yang ia dapatkan dari hasil Googling tentang Dewi Cinta dalam mitologi Yunani yang menurutnya sama seperti dirinya.

Meski Kara sudah ratusan kali mengejeknya karena nama tersebut terlalu norak dan tak ada kaitannya dengan konsepnya yang mengusung perpustakaan, namun Rumi tetap kekeuh ingin menggunakan nama itu. Ia beranggapan jika buku dan kopi adalah dua hal yang bisa menciptakan suasana romantis yang tak terbantahkan.

Kara yang baru selesai mencuci cangkir kopi melongok sejenak ke arah depan lewat celah kecil di dinding yang membatasi area dapur dan barista. Rumi terlihat masih mengobrol ria dengan ‘Om-nya’ yang ternyata bernama Fatur, Pria berumur 40 tahun yang mengaku Duda dengan satu anak.

Ia sebenarnya ingin pamit pulang, namun sebelum itu ia memutuskan untuk membuang sampah terlebih dahulu. Ia pun mengambil plastik sampah besar yang sudah terisi setengah itu lalu membawanya lewat pintu belakang untuk ia buang ke bak sampah.

Dengan setengah menyeret akhirnya kantong berat itu masuk ke tempatnya. Namun begitu ia memutar tubuhnya untuk berbalik, ia langsung disambut guyuran air berwarna hitam pekat yang sukses membasahi seluruh tubuhnya. Lalu seakan semua itu belum cukup membuatnya kaget, ia kembali mendapat kejutan lain yang hanya berselang beberapa detik.

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kara hingga bibirnya terbuka sampai ia bisa merasakan rasa air hitam itu yang ternyata terasa pahit.

“DASAR PELAKOR!!” bentak seseorang dengan napas yang memburu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status