Share

King Wish
King Wish
Penulis: WarmIceBoy

1. Raizen

Pemuda Manutang menghindari dedaunan kering dalam gelap hutan, melangkah pelan sambil membungkuk. Hanya cahaya bulan dan bintang yang menjadi penuntun kaki. 

Dia berhenti di belakang semak, perlahan menarik keluar pedang tusuk rapier. Telinga serigalanya bergerak-gerak, mata tajam menyongsong ke tambang tembaga tua di depan.

Manutang memiliki paras dan kulit manusia. Yang membedakan dengan manusia adalah kemampuan mereka. 

Sebagai Manutang jenis Catt, Ramza memiliki telinga serigala, pendengaran lebih tajam dari manusia. Dia juga bisa melihat lebih baik dalam gelap. Karena kemampuan ini dia dijadikan serdadu pengintai kepolisian Parisi.

"Psst, bagaimana?" bisik Haikal, pemuda Manusia, melangkah membungkuk pindah ke sebelah Ramza. 

"Selain dua orang di depan goa dekat obor, ada empat lagi yang berpatroli. Aneh, harusnya tambang itu kosong, kenapa dijaga ketat?"

"Bagus, berarti informan kita jujur." 

Haikal memberi kode dengan suara burung hantu pada beberapa orang di belakang. 

Salah satu dari mereka mengangguk, perlahan mundur.

Ramza, pemuda berusia sembilan belas tahun, berbadan kurus dengan paras tampan. Rambut sasak berwarna peraknya tumbuh menutup leher. Di bawah jubah hitam intai, nampak kontras kulit warna putih gading wajah dan tangannya.

Sementara Haikal pemuda berusia dua puluh satu tahun, berkulit warna  sawo cerah, nampak atletis lebih berotot dari Ramza. Rambutnya hitam selalu cepak. Di bawah tudung hitam wajah machonya nampak menandingi ketampanan seorang pangeran, sembari tadi tak lepas tangannya memegang gagang pedang.

Mereka bersahabat sejak kecil, hidup di bawah atap yang sama, berlatih sebagai squier keluarga Lionese, dan sekarang menjadi serdadu Kepolisian kota Parisi dalam rangka mencari tahu tentang misteri Raizen.

Sekarang mereka dalam misi menyelidiki hilangnya manusia dan manutang di sekitar Parisi.

Cukup lama mereka menunggu, hingga pria tua berjubah hitam mendekat dari belakang. Dia Paman Noir.

"Perintah Komandan Primus, serang langsung," bisik Paman Noir.

Ramza dan Haikal bertukar pandang heran. 

"Apa tidak salah?" bisik Ramza, memastikan. "Kenapa tidak kita serang diam-diam saja?"

Paman menjawab, "Hei, aku bukan Komandan." Dia mendesah kesal. "Aneh memang, tapi mau bagaimana lagi, tugas serdadu hanya mengikuti perintah atasan, bukan berpikir."

"Biar kutebak," komentar Haikal, menarik pedang besar di belakang punggung yang sembari tadi dia pegang gagangnya. "Dia ingin membuat kegaduhan, supaya laporannya pada Komandan Tinggi menarik, kan?"

Paman Noir terkekeh. "Nah, masa bodoh dengan itu. Aku hanya ingin segera kembali, menemani istriku yang hamil tua. Fokus saja pada misi, jangan banyak berpikir."

Pria tua itu lebih banyak makan garam  dari Ranza dan Haikal. Ucapannya mempengaruhi pendapat mereka berdua. Serdadu memang tidak perlu berpikir, cukup fokus pada misi. 

Beberapa serdadu berdiri membidik dengan senjata api laras panjang musket. Suara letusan bersahutan. Kilatan api memecah kegelapan. Setelah menembak, mereka mengisi peluru bundar timah ke mulut musket.

Ramza dan Haikal maju menerjang penjaga goa bersama serdadu lain.

Tusukan senjata Ramza tak terlihat mata. Gerak badan lincah menghindari serangan. Hingga lawannya kewalahan. 

Sementara itu tebasan pedang Haikal beradu dengan pedang lawan, begitu kencang ayunan sampai lawan terpental.

Para serdadu berhasil mendesak para bandit masuk ke dalam tambang tua. Sekarang para serdadu bersiap menyerbu masuk. 

Namun, suara raungan, suara teriakan minta tolong, dan letusan-letusan senjata, terdengar dari dalam goa.

"Ada apa di sana?" tanya Haikal, lengannya bergetar.

Tidak ada yang bisa menjawab. Para serdadu polisi enggan masuk, perlahan mundur menjauh dari muka goa. 

Tiba-tiba dua bandit berlari keluar dari goa, membuat kaget para serdadu. 

"Tolong!"

Dari dalam mulut goa muncul lidah panjang, menjerat kaki seorang bandit, menariknya masuk ke goa.

Bandit meronta, berhasil memegang cagak kayu di mulut goa. Dia meratap dengan iba pada temannya. "Tolong, tolong!"

Tapi temannya malah kabur. 

Ramza maju menusuk lidah hingga lilitan lidah pada kaki lepas. "Ayo lekas lari," ajak Ramza. 

Lidah lain melesat hendak menangkap Ramza, tapi Haikal menebas lidah itu sampai putus. 

"Apa-apaan ini? Makhkuk apa yang berada di dalam sana?" tanyanya.

"Monster kadal, monster kadal lepas! Selamatkan diri kalian, larilah!" bandit itu berlari merangkak sampai tersungkur, lalu bangkit kabur menuju kegelapan hutan.

Dari arah yang sama seorang penunggang kuda tiba. Dia Primus, bangsawan komandan kesatuan kepolisian Parisi. Berbadan gagah dan berambut kuning cerah. Pakaian serba putih dengan hias selendang hitam menutup pundak kanan.

Dia menarik pedang perak bergagang emas, sambil memberi perintah pada para serdadu.

"Makhluk-makhluk rendah, apa yang kalian lakukan? Cepat masuk sana!"

"Tapi Tuan," balas Paman Noir. "Di sana ada makhluk aneh. Anda lihat sendiri dua bandit itu--"

"Persetan dengan mereka!" sentak Primus, mengancam Paman Noir dengan ujung pedang. "Cepat masuk atau aku laporkan pada Komandan Tertinggi jika kamu melawan perintah!"

Dia bergumam. "Keparat, kenapa aku harus mendapat serdadu pengecut? Kalau begini bakal lama naik jabatan."

Belum sempat para serdadu bereaksi. Sebuah lidah melesat dari dalam goa menangkap seorang serdadu, membawanya masuk ke goa. 

"Maju! Selamatkan teman kita!" teriak Paman Noir. 

Bersama beberapa serdadu berpedang masuk membawa obor. Belum sampai tujuan, mereka dikejutkan dengan kemunculan beberapa kadal sebesar manusia yang merayap keluar goa. 

Kadal-kadal bersisik berdiri seperti manusia, menerkam seorang serdadu lalu mencabik-cabik dengan cakar tajam melengkung. 

Beberapa kadal mengerumuni serdadu, berebut memakannya.

"Apa itu?" tanya Paman Noir tak percaya dengan yang dia lihat, dia melangkah mundur hingga tersandung batu, terjatuh ke belakang. 

Belum sempat dia bangkit, seekor kadal menerkamnya. 

Ramza berusaha menusuk punggung kadal, tapi rapier-nya malah patah.

Haikal mengayun pedang dari atas, pedangnya gagal menebus sisik kadal.

Ekor kadal berkibas menghantam perut Haikal hingga pemuda itu terjatuh.

"Sialan kamu kadal!" dia bangkit berlari menendang badan kadal.

Melihat ini, Ramza menarik paman Noir lepas dari dominasi kadal.

Luka-luka di sekujur tubuh Paman terlalu parah, lehernya terpotong nyaris setengah, kehilangan satu tangan, dia tak bernapas. 

Melihat kejadian ini Primus panik. "Jadi ini kemampuan Raizen? Kalian hadapi mereka, aku … aku akan kembali ke markas meminta bantuan." Dia merebut obor, memacu kuda pergi dari sana.

"Apa? dia komandan, bagaimana mungkin kabur duluan!" keluh Haikal. 

Semakin banyak kadal keluar dari mulut goa. Para serdadu kalah banyak hingga satu persatu mereka tewas.

Ramza dan Haikal bersama beberapa teman berusaha kabur, tapi satu persatu mereka diterkam dari belakang.

Suara teriakan kematian membuat bulu roma Haikal berdiri."Bagaimana ini?" tanyanya dengan terengah.

"A-aku tidak tahu. Haikal awas!" Ramza mendorong Haikal ketika seekor kadal raksasa menerkam.

Mereka terjatuh, berguling menghindari cakar kadal.

Tiba-tiba suara ringkik kuda mendominasi. Puluhan pasukan berkuda melesat dari kegelapan malam di hutan. Mereka menabrak para manusia kadal tanpa peduli pada Ramza atau Haikal, mengayun pedang hingga nyaris mengenai keduanya.

Ramza tak mengenali mereka, para pria berpakaian serba putih berjubah hitam. Yang dia tahu ini kesempatan kabur. Dia membantu Haikal yang terluka pergi dari hutan. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Veedrya
Semoga sudah diinclude kan rating mature, buat narasi ini /.\
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status